Sabtu, 14 Agustus 2010

HUJAN KODOK DI JEPANG


di Jepang sekitar bulan Juni 2009 pernah dikejutkan dengan adanya fenomena aneh yang terjadi saat turun hujan. Bukan air yang turun ataupun darah melainkan ikan yang bentuknya seperti kodok (curiganya sich berudu)



Ini bentuk berudunya:

Hewan ini memiliki panjang dengan diameter 5 cm berbentuk seperti ikan dan kodok, sejauh ini tidak ada yang dapat menjelaskan kenapa hal ini bisa terjadi. Beberapa orang menyebutkan ini merupakan phenomena langka yang pernah terjadi dijepang dan mereka menyebutnya "binatang hujan" yang diakibatkan perubahan cuaca yang tidak menentu dinegara sakura ini, bagian metereologi Jepang juga tidak dapat menjelaskan apa penyebab terjadinya hal tersebut.


Rabu, 11 Agustus 2010

Sikap Seorang Muslim Terhadap Ayat dan Hadist Tentang Asma dan Sifat Allah

Sungguh Alloh subhanahu wa ta’ala telah mengabarkan kepada kita bahwasanya Dia mempunyai ilmu yang sempurna, mengetahui apa yang yang ada pada diri-Nya dan apa yang ada pada selain-Nya, sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala yang artinya: “Katakanlah, apakah kamu lebih mengetahui ataukah Alloh?” (al-Baqoroh: 140). Berita yang datang dari Alloh subhanahu wata’ala merupakan sebenar-benar berita, yang wajib bagi seorang muslim untuk membenarkannya, Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman, yang artinya: “Dan siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Alloh.” (an-Nisa’: 87). Kemudian Alloh subhanahu wa ta’ala menurunkan al-Qur’an ini kepada manusia yang paling mulia Muhammad shollallohualaihi wasallam melalui malaikat yang paling mulia Jibril ‘alaihissalam.

Oleh karena itulah hendaknya sikap seorang muslim ketika mendengar apa yang datang dari Alloh subhanahu wa ta’ala dan Rosul-Nya yang mulia Muhammad shollallohualaihi wasallam, bersikap tunduk dan pasrah, menerima dengan lapang dada, dan yang demikian itu merupakan sikap orang-orang yang beriman, yaitu apabila datang kepada mereka perintah dari Alloh dan Rosul-Nya mereka mengatakan “kami mendengar dan kami taat”. Maka demikian juga ketika mendengar ayat dan hadits yang berbicara tentan nama dan sifat Alloh subhanahu wa ta’ala sikap kita adalah tunduk dan menerimanya.

Sikap Manusia Ketika Mendengar Ayat dan Hadits Tentang Asma’ dan Sifat Alloh Subhanahu wa Ta’ala

Ada dua golongan manusia ketika mendengar ayat dan hadits asma’ dan sifat, dari kedua golongan tersebut ada golongan yang selamat dan ada golongan yang menyimpang dari kebenaran, dua golongan tersebut adalah:

1. Golongan orang-orang yang mendalam ilmunya.

Sikap mereka ketika mendengar apa yang datang dari Alloh dan Rosul-Nya, tentang asma’ dan sifat adalah dengan menerimanya dan tunduk kepadanya. Karena mereka yakin apa yang datang dari Alloh dan Rosul-Nya merupakan kebenaran, baik hal tersebut sudah bisa diterima akal maupun belum. Mereka berkata: “Semua itu datangnya dari Rabb kami”. Mereka mengembalikan setiap ayat-ayat yang mutasyaabih (samar bagi sebagian orang) kepada ayat-ayat yang muhkam (jelas). Sebagaimana firman Alloh subhanahu wa ta’ala yang artinya: “Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: ‘Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami.’” (ali-Imron: 7)

Karena secara akal, mustahil bagi Alloh subhanahu wa ta’ala menurunkan suatu kitab atau Rosululloh shollallohualaihi wasallam menyampaikan satu perkataan yang ditujukan untuk menjadi petunjuk bagi umat manusia, lalu tidak menjelaskan permasalahan yang sangat penting dalam kitab tersebut, sedang kita mengetahui bahwasanya permasalahan yang dianggap kecil oleh manusia yaitu bagaimana adab ketika buang air saja ada penjelasannya apalagi tentang asma’ dan sifat Alloh subhanahu wa ta’ala yang merupakan ilmu yang paling mulia dan paling dibutuhkan oleh seorang hamba hal ini tentunya bertentangan dengan sifat hikmah Alloh subhanahu wa ta’ala. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya: “(Inilah) kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Alloh) Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.” (Hud: 1)

2. Golongan Ahlu Zaigh.

Yaitu orang-orang yang lebih condong kepada kesesatan. Mereka sukanya mencari ayat-ayat yang mutasyaabih dengan tujuan untuk membuat fitnah di tengah manusia. Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya: “Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat yang mutasyaabih untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya kecuali Alloh.” (ali-Imron: 7)

Cara mereka ini bertentangan dengan sikap Salafush Sholih, menyelisihi kehendak Alloh dan Rosul-Nya, mengambil sebagian ayat dan meninggalkan sebagian ayat yang lain. Dasar dari semua itu adalah karena mereka lebih menuruti hawa nafsunya daripada kehendak Alloh dan Rosul-Nya. Hanya kepada Alloh kita memohon agar kita tidak termasuk orang-orang yang condong kepada kesesatan.

Rujukan:

1. Ta’liq Mukhtashor Kitab Lum’atul I’tiqod al Haadi ilaa Sabilili Rosyaad.
2. Taqriibu Tadmuriyyah, al Qowaa’idul Mutsla, Karya Syaikh Muhammad bin Sholih ‘al Utsaimin.

***

Penulis: Didik Abul Abbas
Artikel www.muslim.or.id

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN

Ramadhan adalah Bulan Diturunkannya Al Qur’an

Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan ini dipilih sebagai bulan untuk berpuasa dan pada bulan ini pula Al Qur’an diturunkan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)

Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan, ”(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan Ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan Ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam.”[1]

Setan-setan Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika Ramadhan Tiba

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ

”Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.”[2]

Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam dan terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan Ramadhan dan mulianya bulan tersebut.” Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan hal maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.” [3]

Terdapat Malam yang Penuh Kemuliaan dan Keberkahan

Pada bulan ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu lailatul qadar (malam kemuliaan). Pada malam inilah –yaitu 10 hari terakhir di bulan Ramadhan- saat diturunkannya Al Qur’anul Karim.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1) وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ (2) لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3

”Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr: 1-3).

Dan Allah Ta’ala juga berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

”Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhan: 3). Yang dimaksud malam yang diberkahi di sini adalah malam lailatul qadr. Inilah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Jarir Ath Thobari rahimahullah[4]. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama di antaranya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.[5]

Bulan Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Do’a

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ لِلّهِ فِى كُلِّ يَوْمٍ عِتْقَاءَ مِنَ النَّارِ فِى شَهْرِ رَمَضَانَ ,وَإِنَّ لِكُلِّ مُسْلِمٍ دَعْوَةً يَدْعُوْ بِهَا فَيَسْتَجِيْبُ لَهُ

”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.”[6]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَالإِمَامُ الْعَادِلُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizholimi”.[7] An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Hadits ini menunjukkan bahwa disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berdo’a dari awal ia berpuasa hingga akhirnya karena ia dinamakan orang yang berpuasa ketika itu.”[8] An Nawawi rahimahullah mengatakan pula, “Disunnahkan bagi orang yang berpuasa ketika ia dalam keadaan berpuasa untuk berdo’a demi keperluan akhirat dan dunianya, juga pada perkara yang ia sukai serta jangan lupa pula untuk mendoakan kaum muslimin lainnya.”[9]

Raihlah berbagai keutamaan di bulan tersebut, wahai Saudaraku!

Semoga Allah memudahkan kita untuk semakin meningkatkan amalan sholih di bulan Ramadhan.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.muslim.or.id
[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2/179.

[2] HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu

[3] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/188.

[4] Tafsir Ath Thobari, 21/6.

[5] Zaadul Masiir, 7/336-337.

[6] HR. Al Bazaar, dari Jabir bin ‘Abdillah. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (10/149) mengatakan bahwa perowinya tsiqoh (terpercaya). Lihat Jaami’ul Ahadits, 9/224.

[7] HR. At Tirmidzi no. 3598. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan.

[8] Al Majmu’, 6/375.

[9] Idem.

Selasa, 10 Agustus 2010

Hakekat dan Kedudukan Tauhid

Tauhid merupakan kewajiban utama dan pertama yang diperintahkan Alloh kepada setiap hamba-Nya. Namun, sangat disayangkan kebanyakan kaum muslimin pada zaman sekarang ini tidak mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Padahal tauhid inilah yang merupakan dasar agama kita yang mulia ini. Oleh karena itu sangatlah urgen bagi kita kaum muslimin untuk mengerti hakekat dan kedudukan tauhid. Hakekat tauhid adalah mengesakan Alloh. Bentuk pengesaan ini terbagi menjadi tiga, berikut penjelasannya.

Mengesakan Alloh dalam Rububiyah-Nya

Maksudnya adalah kita meyakini keesaan Alloh dalam perbuatan-perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh Alloh, seperti mencipta dan mengatur seluruh alam semesta beserta isinya, memberi rezeki, memberikan manfaat, menolak mudharat dan lainnya yang merupakan kekhususan bagi Alloh. Hal yang seperti ini diakui oleh seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Orang-orang yang mengingkari hal ini, seperti kaum atheis, pada kenyataannya mereka menampakkan keingkarannya hanya karena kesombongan mereka. Padahal, jauh di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini terjadi kecuali ada yang membuat dan mengaturnya. Mereka hanyalah membohongi kata hati mereka sendiri. Hal ini sebagaimana firman Alloh “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).“ (Ath-Thur: 35-36)

Namun pengakuan seseorang terhadap Tauhid Rububiyah ini tidaklah menjadikan seseorang beragama Islam karena sesungguhnya orang-orang musyrikin Quraisy yang diperangi Rosululloh mengakui dan meyakini jenis tauhid ini. Sebagaimana firman Alloh, “Katakanlah: ‘Siapakah Yang memiliki langit yang tujuh dan Yang memiliki ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari -Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Alloh.’ Katakanlah: ‘Maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (Al-Mu’minun: 86-89). Dan yang amat sangat menyedihkan adalah kebanyakan kaum muslimin di zaman sekarang menganggap bahwa seseorang sudah dikatakan beragama Islam jika telah memiliki keyakinan seperti ini. Wallohul musta’an.

Mengesakan Alloh Dalam Uluhiyah-Nya

Maksudnya adalah kita mengesakan Alloh dalam segala macam ibadah yang kita lakukan. Seperti shalat, doa, nadzar, menyembelih, tawakkal, taubat, harap, cinta, takut dan berbagai macam ibadah lainnya. Dimana kita harus memaksudkan tujuan dari kesemua ibadah itu hanya kepada Alloh semata. Tauhid inilah yang merupakan inti dakwah para rosul dan merupakan tauhid yang diingkari oleh kaum musyrikin Quraisy. Hal ini sebagaimana yang difirmankan Alloh mengenai perkataan mereka itu “Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu Sesembahan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (Shaad: 5). Dalam ayat ini kaum musyrikin Quraisy mengingkari jika tujuan dari berbagai macam ibadah hanya ditujukan untuk Alloh semata. Oleh karena pengingkaran inilah maka mereka dikafirkan oleh Alloh dan Rosul-Nya walaupun mereka mengakui bahwa Alloh adalah satu-satunya Pencipta alam semesta.

Mengesakan Alloh Dalam Nama dan Sifat-Nya

Maksudnya adalah kita beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Alloh yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rosululloh. Dan kita juga meyakini bahwa hanya Alloh-lah yang pantas untuk memiliki nama-nama terindah yang disebutkan di Al-Qur’an dan Hadits tersebut (yang dikenal dengan Asmaul Husna). Sebagaimana firman-Nya “Dialah Alloh Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, hanya bagi Dialah Asmaaul Husna.” (Al-Hasyr: 24)

Seseorang baru dapat dikatakan seorang muslim yang tulen jika telah mengesakan Alloh dan tidak berbuat syirik dalam ketiga hal tersebut di atas. Barangsiapa yang menyekutukan Alloh (berbuat syirik) dalam salah satu saja dari ketiga hal tersebut, maka dia bukan muslim tulen tetapi dia adalah seorang musyrik.

Kedudukan Tauhid

Tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dalam agama ini. Pada kesempatan kali ini kami akan membawakan tentang kedudukan Tauhid Uluhiyah (ibadah), karena hal inilah yang banyak sekali dilanggar oleh mereka-mereka yang mengaku diri mereka sebagai seorang muslim namun pada kenyataannya mereka menujukan sebagian bentuk ibadah mereka kepada selain Alloh, baik itu kepada wali, orang shaleh, nabi, malaikat, jin dan sebagainya.

Tauhid Adalah Tujuan Penciptaan Manusia

Alloh berfirman, “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56) maksud dari kata menyembah di ayat ini adalah mentauhidkan Alloh dalam segala macam bentuk ibadah sebagaimana telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhu, seorang sahabat dan ahli tafsir. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa tujuan penciptaan jin dan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Alloh saja. Tidaklah mereka diciptakan untuk menghabiskan waktu kalian untuk bermain-main dan bersenang-senang belaka. Sebagaimana firman Alloh “Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. Sekiranya Kami hendak membuat sesuatu permainan, tentulah Kami membuatnya dari sisi Kami. Jika Kami menghendaki berbuat demikian.” (Al Anbiya: 16-17). “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Al-Mu’minun: 115)

Tauhid Adalah Tujuan Diutusnya Para Rosul

Alloh berfirman, “Dan sungguh Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Alloh, dan jauhilah Thaghut itu’.” (An-Nahl: 36). Makna dari ayat ini adalah bahwa para Rosul mulai dari Nabi Nuh sampai Nabi terakhir Nabi kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam diutus oleh Alloh untuk mengajak kaumnya untuk beribadah hanya kepada Alloh semata dan tidak memepersekutukanNya dengan sesuatu apapun. Maka pertanyaan bagi kita sekarang adalah “Sudahkah kita memenuhi seruan Rosul kita Muhammad shollallohu alaihi wa sallam untuk beribadah hanya kepada Alloh semata? ataukah kita bersikap acuh tak acuh terhadap seruan Rosululloh ini?” Tanyakanlah hal ini pada masing-masing kita dan jujurlah…

Tauhid Merupakan Perintah Alloh yang Paling Utama dan Pertama

Alloh berfirman, “Sembahlah Alloh dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa: 36). Dalam ayat ini Alloh menyebutkan hal-hal yang Dia perintahkan. Dan hal pertama yang Dia perintahkan adalah untuk menyembahNya dan tidak menyekutukanNya. Perintah ini didahulukan daripada berbuat baik kepada orang tua serta manusia-manusia pada umumnya. Maka sangatlah aneh jika seseorang bersikap sangat baik terhadap sesama manusia, namun dia banyak menyepelekan hak-hak Tuhannya terutama hak beribadah hanya kepada Alloh semata.

Itulah hakekat dan kedudukan tauhid di agama kita, dan setelah kita mengetahui besarnya hal ini akankah kita tetap bersikap acuh tak acuh untuk mempelajarinya?

***

Penulis: Abu Uzair Boris Tanesia
Artikel www.muslim.or.id

Minggu, 08 Agustus 2010

Turunnya ‘Isa Ibn Maryam (Bag.2)

Apakah yang akan dilakukan (diperbuat) Nabi Isa setelah turun?

Rasulullah bersabda,
“Tiba-tiba ‘Isa sudah berada diantara mereka dan dikumandangkanlah shalat, maka dikatakan kepadanya, majulah kamu (menjadi Imam shalat) wahai ruh Allah.”
‘Isa menjawab: “Hendaklah yang maju itu pemimpin kamu dan hendaklah ia yang mengimami shalat kamu.”
(Riwayat Muslim dalam kitab Al Fitan dan riwayat Ahmad dari Abi Hurairah).Hal pertama yang akan dilakukan Nabi Isa adalah Shalat, dimana pada waktu itu kaum Muslim sudah mengumandangkan iqamat untuk shalat subuh sedangkan Al Mahdi sudah maju untuk mengimami shalat dan begitu Al Mahdi melihat Isa maka ia segera mundur ke belakang dan berkata: “Kemarilah wahai ruh Allah, Imamilah shalat.”
Nabi Isa enggan dan berkata: “Tidak, sesungguhnya sebagian kamu adalah pemimpin terhadap sebagian yang lain.”

Dalam hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
“Tiba-tiba ‘Isa sudah berada diantara mereka dan dikumandangkanlah shalat, maka dikatakan kepadanya, majulah kamu (menjadi Imam shalat) wahai ruh Allah.” Ia menjawab: “Hendaklah yang maju itu pemimpin kamu dan hendaklah ia yang mengimami shalat kamu.”

Dalam sabda Rasulullah yang lain:
“Betapa gembiranya kamu apabila telah turun kepada kamu ‘Isa Ibn Maryam sedangkan Imam (pemimpin shalat) kamu adalah berasal dari kamu.” (Riwayat Muslim dan Ahmad dari Abi Hurairah)

Timbullah pertanyaan:
Mengapa yang turun adalah Nabi Isa? Bukan para Nabi yang lainnya?
Al Hafidz Ibn Hajar dalam kitabnya Fathul Baari, dimana para ulama berkata:
“Bahwa hikmah dari yang turun adalah ‘Isa Ibn Maryam, bukan para Nabi yang lain adalah untuk membatalkan dakwaan orang-orang Yahudi yang berkata bahwa mereka telah membunuhnya (‘Isa). Maka disini Allah memperlihatkan kebohongan mereka dan bahwasanya dialah yang akan membunuh mereka (orang-orang Yahudi tersebut).
(Kitab Fathul Baari, kitab Ahadits Al Anbiya’, hal.493)

Pertanyaan lainnya:
Mengapa Nabi Isa tidak menjadi pemimpin dalam shalat kaum Muslim tersebut?
Ibnul Jauzi mengatakan: “Sekiranya ‘Isa maju sebagai Imam, maka akan terjadilah keraguan didalam jiwa, karena orang akan bertanya: Apakah ia maju sebagai pemimpin atau mendakwa syari’at (agama) yang baru?” Oleh karena itu, Nabi Isa shalat sebagai makmum adalah supaya tidak ada keraguan pada sabda Rasulullah:
“Tidak akan ada seorang Nabi pun sesudah aku.”

Setelah Nabi Isa melakukan mengikuti salat shubuh berjamaah maka beliau langsung membunuh Dajal kemudian menghancurkan orang-orang Yahudi (para pengikut Dajal) yang masih tersisa.

Kemudian Nabi Isa menyeru seluruh manusia kepada agama Islam, menghancurkan salib, membunuh babi dan menolak jizyah karena ia hanya akan menerima masuk Islam atau perang.

Rasulullah bersabda:
“Demi yang berada ditangannya, sungguh ‘Isa Ibn Maryam hampir akan turun di tengah-tengah kamu sebagai pemimpin yang adil, maka ia akan menghancurkan salib, membunuh babi, menolak upeti, melimpahkan harta sehingga tidak seorang pun yang mau menerima pemberian (hibah), dan sehingga satu kali sujud lebih baik dari dunia dan segala isinya.” (Hadis Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad, Nasa’I dan Ibn Majah dari Abi Hurairah)

Kemudian manusia akan hidup dalam suatu kenikmatan yang belum pernah mereka rasakan sebab Nabi Isa akan memadamkan segala sebab peperangan. Maka terhapuslah rasa dengki, iri, permusuhan dan diangkat segala bisa (racun) dari semua binatang berbisa, sehingga seorang bayi perempuan tidak akan tersakiti apabila ia memasukkan tangannnya ke mulut ular, anak-anak akan bermain dengan singa-singa dan binatang-binatang buas sedangkan itu semua tidak akan menyakiti mereka, serigala akan berada ditengah-tengah gerombolan kambing seakan-akan ia adalah anjing penjaganya, Bumi akan mengeluarkan keberkatannya, langit akan menurunkan kebaikannya dan ‘Isa Ibn Maryam as akan beristri.

Kemudian Nabi Isa akan menunaikan haji ke Ka’bah.
Sabda Rasulullah:
“Demi Dzat yang diriku berada ditangannya, sungguh ‘Isa Ibn Maryam akan mengucapkan tahlil dengan berjalan kaki untuk melaksanakan haji atau umrah atau kedua-duanya dengan serentak.” (Hadis Riwayat Ahmad dan Muslim dari Abi Hurairah. Dalam Ash Shahihah Al Albaani, nomer 2457)

Kemudian Nabi Isa akan berada di bumi selama 7 tahun. Dalam sebuah hadis yang shahih disebut bahwa ia akan menetap selama 40 tahun. Sedangkan ‘Isa akan wafat setelah Allah membinasakan Ya’juj dan Ma’juj.

TURUNNYA NABI ISA AS (Bag.1)

Turunnya ‘Isa Ibn Maryam (Bag.1)

Umat Nasrani meyakini bahwa Nabi Isa terbunuh disalib sementara kaum muslimin beritiqad bahwa Nabi Isa (‘Isa Ibn Maryam) tidaklah terbunuh dan tidak pula disalib akan tetapi ia diangkat oleh Allah kelangit. Dan umat islam meyakini bahwa ‘Isa Ibn Maryam akan kembali lagi ke dunia pada akhir zaman untuk membunuh Dajjal.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“(Kami menghukum mereka dengan beberapa hukuman) dan karena ucapan mereka: Sesungguhnya kami telah membunuh Al Masih ‘Isa Ibn Maryam, Rasulullah. Akan tetapi, yang mereka bunuh adalah orang yang diserupakan dengan ‘Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) ‘Isa, benar-benar dalam keraguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti prasangka belaka, mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah ‘Isa.” (An Nisa, 157)

Kapankah ‘Isa akan turun?
Setelah kemunculan Imam Mahdi dan keluarnya dajjal maka ‘Isa Al Masih akan turun ke bumi untuk membunuh dajjal sambil berkata kepadanya: “Sesungguhnya aku berhak menghajarmu dengan sebuah pukulan.”

Dimanakah ‘Isa akan turun?
Sabda Rasulullah:
“Isa Ibn Maryam akan turun di menara putih (Al Mannaratul Baidha’), di Timur Damsyik.” (Hadist shahih riwayat Thabrani dari Aus bin Aus.)

Menara putih terletak di Timur Damsyik (Damaskus), Syiria, dimana tempat tersebut adalah pusat kepemimpinan Al Mahdi dan kaum Muslimin.

Bagaimana cara mengenalinya?
Rasulullah bersabda:
“Tidak ada seorang Nabi pun antara aku dengan ‘Isa dan sesungguhnya ia benar-benar akan turun (dari langit), apabila kamu telah melihatnya, maka ketahuilah: bahwa ia adalah seorang laki-laki yang berpostur tubuh sedang (tidak tinggi dan tidak pendek), berkulit putih kemerah-merahan, dia akan turun dengan memakai dua lapis pakaian yang dicelup dengan warna merah, kepalanya seakan-akan meneteskan air walaupun ia tidak basah.” (Hadist shahih riwayat Abu Dawud dari Abi Hurairah. Dalam kitab Ash Shahihah Al Albaani, nomer 2182)

Dalam Hadist lainnya, Rasulullah bersabda:
“Ketika ia (dajjal) berbuat seperti itu, maka Allah pun mengutus ‘Isa Ibn Maryam. Ia akan turun di menara putih yang terletak di Timur Damsyik dengan memakai dua pakaian kuning (pakaian dasar dan pakaian pelapis) yang dicelup dengan wangi-wangian, sambil meletakkan dua telapak tangannya di atas sayap-sayap dua malaikat, apabila ia mengangguk-anggukkan kepalanya, maka jatuhlah tetesan air dan apabila ia mengangkat kepalanya maka jatuhlah darinya butir-butir seperti mutiara.” (Sebagian dari teks hadist riwayat Muslim pada kitab Al Fitan dari an Nawwas bin Sam’an)

Dari kedua hadist tersebut dapat kita simpulkan:
- ‘Isa Ibn Maryam adalah seorang anak muda laki-laki dengan usia sekitar 33 tahun (umur ketika beliau diangkat ke langit oleh Allah).
- Bertubuh sedang (tidak tinggi dan tidak rendah).
- Berkulit putih kemerah-merahan.
- Berambut halus, panjang dan lurus. Rambut panjangnya tergerai diantara dua bahunya seakan-akan ia baru keluar dari pemandian dan apabila ia menganggukkan kepalanya maka jatuhlah tetesan air dan apabila ia mengangkatnya maka jatuhlah darinya butiran-butiran air seperti mutiara.
- Mengenakan dua lapis pakaian yang dicelup dengan wangi-wangian yang berwarna kekuning-kuningan.
- Beliau akan turun sambil meletakkan dua telapak tangannya diatas sayap-sayap dua malaikat.


Bersambung….