Minggu, 30 Oktober 2011

Meneladani sosok islam

BIOGRAFI MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB

Nama lengkap : Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid At-Tamimi

Lahir : Uyainah, Najd pada tahun 1115 H/1703 M.

Nama Bapak : Abdul wabah (seorang qodi/ hakim)

Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab meniti karir dari ayahnya sendiri dibidang fiqih bermadzhab Hambali, Al-Qur’an (tafsir), hadits dan tauhid. Pendidikan yang diterima dari ayahnya telah menjadi dasar yang kuat bagi Muhammad bin Abdul Wahab dalam menghafal Al-Qur’an dan hadits-hadits yang terdapat dalam kitab Kutubus Sittah. Memasuki usianya yang ke-20 (dua puluh), ia sudah mulai bersikap kritis terhadap kondisi sosial dan keagamaan pada masyarakatnya. Tak jarang ia melakukan kritikan bahkan celaan terhadap segala macam bentuk kepercayaan yang berbau kemusyrikan dan praktik-praktik yang menyimpang dari syari’at Islam.

Sikap kritisnya berdampak besar bagi diri dan keluarganya. Ia sendiri diasingkan oleh para ulama. Sementara ayahnya dipecat dari jabatannya sebagai Qadi. Akibat tekanan politik dan keagamaan masyarakatnya, ditambah dengan pemecatan ayahnya, menyebabkan keluarga Muhammad bin Abdul Wahab tidak dapat menjalani kehidupan sebagaimana mestinya. Menyadari kenyataan ini, akhirnya Muhammad dan keluarganya pergi hijrah ke Huraimila pada tahun 1726 M. Tetapi mereka tidak lama menetap di daerah ini. Karena itu, mereka berusaha untuk kembali ke kampung halaman di Uyainah, namun kedatangan mereka tidak disambut dengan baik, karena dirinya telah mempermalukan masyarakat Uyainah, dan posisi ayahnya juga telah jatuh.

Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab Akhirnya memilih pergi meninggalkan Uyainah dan menuju Hijaz. Di kota inilah Muhammad bin Abdul Wahab menunaikan ibadah haji. Menurut laporan Ibn Bishr di dalam kitabnya Unwan di Madinah belajar dibawah bimbingan dua orang syeikh yaitu Abdullah bin Ibrahim bin Sayf dan syeikh Muhammad Hayyat Al-Sindi. Ke dua syeikh tersebut adalah pengagum ajaran Ibnu Taimiyah dan ulama yang menganjurkan untuk melakukan gerakan reformasi dimana-mana.

Doktrin yang diterima dari kedua ulama’ tersebut memberi pengaruh besar terhadap pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab. Muhammad Hayyat memberikan pengaruh besar atas pandangan-pandangan keagamaan Muhammad bin Abdul Wahab, terutama menyangkut pentingnya doktrin tauhid, penentangan terhadap taqlid, dan perlunya kembali kepada Al-Qur’an dan hadits. Muhammad Hayyat, termasuk salah seorang yang menentang pertikaian yang tidak perlu di antara mazhab-mazhab, dan sebaliknya mengajarkan toleransi dan rekonsiliasi.. Lebih jauh lagi, ia menghimbau ulama untuk melakukan ijtihad berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Ia juga menentang inovasi yang tak berdasarkan (bid’ah al-dhalalah) yang dapat membawa kepada syirik.

Sementara itu Abdullah bin Ibrahim bin Sayf adalah seorang ulama yang terkemuka di Madinah yang menguasai fiqh Hambali dan hadits. Selain itu, Ibnu Sayf juga salah seorang peagum pemikiran Ibnu Taimaiyah yang menyerukan kepada kaum muslimin untuk kembali kepada Al-Qur’an dan hadits serta meninggalkan praktik-praktik bid’ah mereka. Oleh karena itu, tampaknya ada kemungkinan besar ia menyuruh Muhammad bin Abdul Wahab membaca karya-karya Ibnu Taimaiyah. Ibnu Syf yang meikuti perkembangan Ibnu Taimiyah percaya bahwa perubahan harus dilaksanakan untuk menyebarkan pemahaman serta praktik-praktik Islam yang benar. Hanya saja cara yang dianjurkannya tidak dengan kekerasan, melainkan dengan cara-cara sejuk dan damai, seperti melalui pengajaran. Selain itu juga diketahui bahwa Ibnu Sayf mengatakan kepada Muhammad bin Abdul Wahab bahwa senjata yang paling baik lainnya untuk memerangi keyakinan dan praktik-praktik agama yang tidak benar adalah buku.

Proses evolusi intelektual Muhammad bin Abdul Wahab adalah ketika ia melanjutkan studinya ke Basra dan tinggal menetap di kota ini selama 4 (empat) tahun. Di Basra, ia mempelajari hadits, fiqh dan filologi. Salah seorang gurunya di Basra adalah Muhammad Al-Majmu’i. Selain aktifitas belajar dari para ulama setempat, ia juga aktif dalam kelompok studi. Aktifitas lainnya yaitu mengajak para ulama untuk melakukan reformasi dunia Islam. Namun usahanya itu mendapat perlawanan dari para ulama, sehingga ia pun meninggalkan Basra.

Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab kemudian mengikuti pendidikan di Basra, ia pindak ke Bagdad. Di kota ini ia memasuki kehidupan baru dengan menikahi seorang wanita kaya. Lima tahun kemudian, setelah istrinya meninggal dunia, ia pindah ke Kurdistan kemudian ke Hamdan dan Isfahan. Di kota terakhir ini, ia sempat mempelajari filsafat dan tasawuf. Setelah bertahun-tahun merantau, akhirnya ia kembali ke tempat kelahirannya di Najd.

Di negeri asalnya itu, ia masih sempat mempelajari tafsir Al-Qur’an, syarah assunah dan kitab-kitab lain mengenai ilmu-ilmu keislaman, seperti kitab karangan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayim Al-Jauziah.

Sejak ia tinggal di Najd, Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab mulai bersikap kritis terhadap praktik-praktik keagamaan yang bersifat khurafat, bid’ah dan syirik. Akibat dari sikap kritisnya ini, ia mendapat perlawanan keras dari para ulama dan bahkan dari ayahnya sendiri. Semua pemikiran keras ((radikal itu, ditulisnya ke dalam bentuk buku yang berjudul Kitab Al-Tauhid. Karyanya ini ditulisnya ketika ia menetap kembali ke kampung halamannya, Unaiyah, Najd. Kitab ini dicetak berulangkali dan disebarkan ke kota Najd.

Pemikirannya yang dianggap keras tersebut baru diwujudkan dalam bentuk gerakan setelah kematian ayahnya pada tahun 7440 M. Sejak saat itulah pemikirannya tentang perlunya kembali kepada ajaran Al-Qur’an dan hadits dan hanya Allah yang maha Esa, disebarkan ke dalam bentuk gerakan yang sangat agresif.

Dalam waktu yang relatif singkat, gerakan dan pengaruh pemikiran reformasi tauhid yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab tersebar luas. Gerakannya ini semakin kuat ketika salah seorang penguasa Uyainah bernama Usman bin Mu’ammar melindungi gerakannya. Usman bin Mu’ammar mencoba merealisasikan dasar-dasar gerakan Muhammad bin Abdul Wahab. Aktifitas pertama yang dilakukannya adalah menghancurkan makam Zayd bin al-Khattab, yang banyak dikunjungi masyarakat untuk meminta berbagai keperluan dan sebagainya. Selain itu, ia juga mulai menghidupkan kembali penerapan hukum Islam tentang perzinahan. Bagi pelaku zina, laki-laki dan perempuan harus dirajam hingga mati.

Aktifitas Muhammad bin Abdul Wahab mendapatkan perlindungan dari penguasa Uyainah ini, mendapatkan reaksi dari para ulama dan masyarakat sekitarnya. Karena begitu kuatnya perlawanan tersebut, akhirnya ia meninggalkan Uyainah dan pergi ke kota Dar’iyah. Kota ini berada di bawah kekuasaan Muhammad bin Sa’ud. Di kota ini, Muhammad bin Abdul Wahab menetap selama lebih kurang 2 (dua) tahun, dan selama itu pula ia mempropagandakan pandangannya dan mengirimkan surat kepada penguasa, ilmuan dan kepala suku di Arabia.

Pada tahun 1744 M Ibnu Sa’ud dan Muhammad bin Abdul Wahab telah membentuk koalisi dalam menyebarkan gerakan Wahabiyah. Penguasa dan pemimpin reformis ini saling bekerja sama dalam menciptakan negara Saudi yang berideologi Wahabi.

Pada tahun 1773 M aktifitas Muhammad bin Abdul Wahab lebih terfokus kepada pendidikan ibadah saja. Hal ini dilakukan terus-menerus hingga kematiannya pada tahun 1791 M. Kematiannya ini tidak membuat gerakan Wahabiyah padam, melainkan terus menyebar dan berpengaruh ke daerah-daerah lain di Jazirah Arabia. Paham ini menjadi kuat ketika Wahabiyah dijadikan sebagai ideologi negara kerajaan Saudi Arabia hingga kini.

Pemikiran dan karya Muhammad bin Abdul wahab

1. Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab

Terdapat tiga faktor yang menjadi latar belakang kemunculan gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab.

1). Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang memiliki basis agama yang cukup kuat. Dengan didikan dan tempaan yang matang dalam bidang agama, khususnya mazhab Hambali, menjadi modal dasar dalam pembentukan pemikirannya.

2). Dari kedua guru Muhammad Hayyat dan Ibnu Sayf, Muhammad bin Abdul Wahab banyak mengenal dan mengkaji pemikiran-pemikiran Ibnu Taimiyah. Seperti diketahui bahwab Ibnu Taimiyah yang hidup pada peralihan abad ke- dn ke- dikenal sebagai bapak pembaharuan, karena ide dan pemikirannya untuk kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, pembukaan kembali pintu ijtihad dn anti taqlid merupakan tema pokok dalam pemikirannya. Seruan ini kemudian banyak mempengaruhi pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab.

3). kondisi sosio-relegius di Najd dan daerah-daerah yang dikunjungi sangat memprihatinkan, terutama paham tauhid yang banyak menyimpang dari ajaran Islam. Pada setiap negara yang dikunjunginya, Muhammad bin Abdul Wahab melihat kuburan-kuburan syekh terekat bertebaran. Tiap kota, bahkan juga kampung-kampung mempunyai kuburan syekh atau wali masing-masing. Ke kuburan-kuburan itu umat Islam pergi naik haji dan meminta pertolongan dari syekh atau wali yang dikuburkan di dalamnya untuk menyelesaikan problema hidup mereka sehari-hari. Ada yang meminta supaya diberi anak, jodoh, disembuhkan dari penyakit dan meminta kekayaan dan lain sebagainya. Selain itu, masyarakat masih dipengaruhi oleh keyakinan animisme. Mereka meyakini pohon dan batu-batuan yang memiliki kekuatan ghaib serta tempat-tempat tertentu untuk meminta pertolongan dalam mengatasi persoalan-persoalan hidup mereka.

Pemikiran-pemikiran yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab di antaranya;

a. Tauhid

Tauhid merupakan tema sentral dalam pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab Tauhid. Menurutnya, seperti yang ada dalam bukunya Kitab Al-Tauhid, yakni Al-Ibadah atau pengabdian kepada Allah, karena rasul yang diutus Allah memulai seruannya kepada manusia agar beribadah hanya kepada Allah SWT. Selanjutnya ia mengartikan kalimat tauhid La ilaha illallah bahwa hanya Allah-lah yang mempunyai kekuasaan hakiki dan hanya Allah pula-lah yang patut disembah selain Allah adalah syirik dan thagut.

Muhammad bin Abdul Wahab membagi tauhid dalam empat bagian yaitu: Tauhid Uluhiyah, (tauhid terhadap Allah sebagai yang disembah). Tauhid Rububiyah, (tauhid terhadap Allah sebagai pencipta segala sesuatu), Tauhid Asma dan Sifat, (tauhid yang berhubungan dengan nama dan sifat Allah), dan Tauhid Af’al (tauhid yang berhubungan dengan perbuatan Allah).

Namun dari ketiga tauhid yang disebut terakhir hanya tauhid ilmu dan keyakinan saja. Adapun tauhid yang sesungguhnya adalah tauhid Uluhiyah. Menurutnya, kebanyakan manusia di muka bumi ini hanya memiliki salah satu dari tiga bentuk tauhid (Rububiyah, Asma dan Sifat, serta Af’al), sedangkan tauhid uluhiyah ditolak oleh banyak orang.

Kesimpulan tauhid yang diajarkan dari Muhammad bin Abdul Wahab pada intinya sebagai berikut ;

1). Yang boleh dan harus disembah hanyalah Tuhan Allah SWT, dan bagi orang yang menyembah selain dari Tuhan Allah telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh.

2). Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenarnya, karena mereka meminta pertolongan bukan lagi kepada tuhan tetapi dari syekh atau wali dari kekuatan ghaib. Orang Islam yang demikian menjadi musyrik.

3). Menyebut nama nabi, syekh atau malaikat sebagai pengantar dalam doa juga merupakan syirik.

4). Meminta syafa’at selain dari kepada Tuhan Allah adalah juga syirik.

5). Bernazar kepada selain dari Tuhan Allah juga syirik

6). Memperoleh pengetahuan selain dari Al-Qur’an, hadits dan qiyas merupakan kekufuran.

7). Tidak percaya kepad qada dan qadar Tuhan juga merupakan kekufuran.

8). Menafsirkan Al-Qur’an dengan ta’wil (interpretasi bebas) adalah kafir.

Ajaran tauhid yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab bukan hanya dalam tatanan teoritis, tetapi ia juga mencoba mewujudkan pemikiran tauhidnya dalam bentuk aksi. Dengan gerakan wahabiyahnya, ia berusaha keras untuk memurnikan ajaran Islam dan mengembalikan ajaran pemahaman umat Islam kepada Islam yang murni, yakni Islam yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan hadits. Ia pun mengajarkan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits.

b. Terbukanya pintu ijtihad dan melarang taqlid

Seruan untuk kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits membawa konsekkuensi logis bagi terbukanya pintu ijtihad. Hal ini dapat dipahami karena tidak semua ajaran Islam yang bersifat universal diformulasikan secara rinci di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Dengan terbukanya pintu ijtihad, maka Muhammad bin Abdul Wahab melarang umet Islam untuk bertaqlid kepada para ulama.

c. Penetapan hukum Islam harus merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits

Prosedur yang harus dilalui dalam menetapkan hukum Islam yaitu pertama-tama harus meneliti apakah persoalan tersebut terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits. Jika tidak ada, maka diperlukan ijma’ (konsensus). Bagi Muhammad bin Abdul Wahab, ijma’ dipahami secara terbatas, yakni pada beberapa generasi muslim pertama.

d. Tawassul dan bid’ah

Muhammad bin Abdul Wahab membantah dengan keras lawan-lawannya yang membolehkan adanya tawassul. Menurutnya, ibadah dimaksudkan untuk menyerahkan seluruh ucapan dan tigkah laku hanya kepada Allah semata. Meminta bantuan atau perlindungan melalui perantaraan seseorang atau kepada simbol-simbol yang bersifat mistik dilarang dalam Islam. Sementara itu, dalam mengartikan bid’ah Ibn Abdul Wahab sangat ketat. Bid’ah didenifisikan sebagai ajaran atau aktifitas yang tidak berdasarkan kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah (praktik-praktik yang dijalankan oleh Rasullulah). Ia menolak semua bentuk bid’ah. Baginya tidak ada bid’ah hasanah. Beberapa contoh yang diklaim sebagai bid’ah yaitu; memasang kain Raudhah, mengucapkan kata Sayyidina Muhammad, merayakan hari lahirnya nabi, meminta tawassul dari para wali, mengirimkan Fatihah kepada para pendiri sufi setelah sholat lima waktu, dan mengulang sholat lima waktu setelah selesai shalat Jum’at di bulan Ramadhan.

2. Karya-karya Muhammad bin Abdul Wahab

Muhammad bin Abdul Wahab dapat digolongkan sebagai ulama yang produktif. Hal ini dapat dilihat dari karangannya yang mencapai puluhan judul. Kitab-kitabnya itu antara lain adalah:

Kitab Al-Tauhid, yang isinya berkisar tentang ajaran pemberantasan bid’ah dan kurafat yang terdapat di kalangan masyarakat dan ajaran untuk kembali pada ajaran tauhid yang murni.

Tafsir Surah Al-Fatihah

Mukhtasar Sahih Al-Bukhari

Mukhtasar As-Sirah An-Nabawiyah

Nasihah Al-Mudlimin bi Ahadis Khatam An-Nabiyin

Usuhul Iman

Kitabul Kabair

Kasyf Asysyubuhat

Salasul Usul

Adabul Masi Ila As-Salah

Ahadis Al-Fitah

Mukhtasar Zad Al-Ma’ad

Al-Masa’il Al-Lati Khalafa Fiha Rasulullah Ahi Al-Jahiliyah

At-Tauhid Fi Ma Yajibu min Haqqillah ‘Alal ‘Abid

Arba’i Qawa’id fittauhid

Istinbathul Qur’an.

Gerakan Wahabiyah dan implikasinya pada pembaharuan Islam

Gerakan Wahabiyah tidak bisa dilepaskan dari nama Muhammad bin Abdul wahab. karena dialah yang membangun gerakan tersebut. Namun, nama gerakan itu tidak berasal dari Muhammad bin Abdul Wahab sendiri, melainkan dari golongan lain yang menjadi lawannya. Para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab menamakan kelompoknya dengan sebutan Al-Muwahidun, yaitu kelompok yang berusaha mengesakan Tuhan semurni-murninya. Selain itu, mereka menamakan dirinya sebagai kaum Suni, pengikut mazhab Hambali, seperti yang dianut oleh Ibnu Taimiyah.

Para ahli sejarah menilai bahwa tujuan didirikan gerakan Wahabiyah adalah usaha untuk melakukan usaha perbaikan semata-mata, maksudnya memperbaiki kepincangan-kepincangan, menghapuskan segala perbuatan takhayul dan kembali pada Islam sejati. Namun dalam perkemangan sejarahnya, orientasi gerakan ini mengalami pembiasaan sehingga tujuan awal untuk pemurnian ajaran tauhid mengalami perkembangan dengan menambahkan adanya misi politik untuk membangun negara Saudi. Perubahan orientasi ini terlihat jelas ketika Muhammad bin Abdul Wahab berkoalisi dengan keluarga Al-Sa’ud untuk memperluas wilayah kekuasaan dan kemudian mendirikan kerajaan Saudi Arabia.

Gerakan Wahabiyah dapat dikatagorikan ke dalam tiga periode:

1. Periode Muhammad bin Abdul Wahab

Periode ini merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan awal dari gerakan Wahabiyah. Seperti yang telah diuraikan pada bagian awal bahwa ketika Muhammad bin Abdul Wahab berada di Basra, ia sudah melakukan berbagai analisis kritis dan kritikan tajam mengenai keadaan masyarakat di kota itu. Sikap ini menunjukkan adanya keinginan Muhammad bin Abdul Wahab untuk melakukan upaya gerakan reformasi akidah dan pemurnian ajaran Islam dari berbagai ketidabenaran dan penyimpangan. Keinginan tersebut baru dapat diwujudkan dalam bentuk gerakan ketika ia kembali lagi ke kampung halamannya, Uyainah, Najd. Bahkan dalam kurun waktu yang tidak begitu lama, gerakan tersebut semakin tumbuh berkembang hingga akhirnya terjadi koalisi dengan penguasa Usman bin Mu’ammar.

Kemudian pada tahun 1744 M, gerakan Wahabiyah lahir di Dar’iyah, berkat kerja sama yang baik antara Muhammad bin Abdul Wahab dengan Muhammad bin Sa’ud. Dua orang tokoh inilah yang kemudian mengembangkan gerakan Wahabiyah dan menjadikannya sebagai simbol gerakan dan ideologi karajaan Saudi Arabia.

Kematian kedua tokoh ini, Muhammad bin Saud pada tahun 1765 M dan Muhammad bin Abdul Wahab pada tahun 1792 M, tidak menghentikan misi kedua tokoh tersebut dalam melakukan usaha gerakan reformasi Islam. Gerakan Wahabiyah dalam kepemimpinan selanjutnya di pegang oleh keluarga Saud dan keturunan keluarga Muhammad bin Abdul Wahab.

Oleh karena itu, di sekitar permulaan abad ke-19 M, masyarakat Saudi Arabia, Wahabiyah menguasai semenanjung Arabia dan kota suci Mekkah dan Madinah. Selanjutnya, untuk menyebarkan paham Wahabiyah secara luas, kaum Wahabi melakukan ekspansi ke wilayah Irak dan Syria. Namun usaha itu mendapatkan perlawanan dari penguasa Turki. Pemimpin Turki meminta bantuan kepada Gubenur Mesir, Muhammad Ali Pasha, untuk mengirim tentaranya mengalahkan kaum Wahabi. Akhirnya pada tahun 1812 M tentara Mesir menduduki Madinah dan tahun 1818 M menguasai pusat pemerintahan Saudi di Dar’iyah. Dengan kekalahan ini, maka periode gerakan pertama Wahabiyah berakhir.

2. Periode Negara Saudi yang Berideologi wahabiyah

Tentara Mesir tidak lama menguasai Arabia. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para pemimpin Saudi untuk mengambil alih kekuasaan, kemudian mereka mendirikan pusat pemerintahan di Riyadh. Tokoh kunci yang mengambil alih kekuasaan ini adalah cucu Muhammad bin Saud, yakni Turki (wafat 1834), dan anak-anaknya Faisal (wafat 1865). Negara Wahabi yang baru ini secara politis dan keagamaan lebih kecil dibandingkan dengan negara Saudi-Wahabi yang pertama. Meskipun demikian, negara ini dianggap sebagai negara yang mampu mewariskan ajaran-ajaran Wahabiyah.

Kemudian pada penghujung abad ke-19 M, tepatnya setelah meninggalnya Faisal, terjadi konflik di dalam keluarga Saud. Dalam kondisi tersebut, akhirnya kekuasaan pada wilayah Saudi dipegang oleh kepala suku Arab lainnya. Pada tahun 1890 M keluarga Saud diasingkan dan sejak itu pula periode kedua berakhir.

3. Periode Kebangkitan Abad Ke-20 M

Periode ini ditandai dengan pengambil alihan kota Riyadh oleh Abdul Aziz bin Abduurrahmman yang terkenal dengan panggilan Ibn Saud (1879-1953 M), mengambil alih Riyadh. Kemudian, ia melakukan ekspansi ke beberapa daerah untuk menetapkan kekuasaannya. Akhirnya pada tahun 1920 M Abdul Aziz dapat menguasai kembali beberapa daerah yang telah menjadi kekuasaan negara Saudi-Wahabi pertama dengan gerakan militer dan diplomasi.

Abdul Aziz dalam memimpin Saudi ini sangat konsisten akan misi Wahabi dan konstitusi yang digunakan berdasarkan Al-Qur’an. Keluarga syeikh memainkan peranan penting sebagai penasehat dan orang yang mengesahkan kebijakan negara. Kunci kesuksesan militer Saudi adalah menciptakan persaudaraan dan tentara-tentara suku Arab diorganisir dengan baik.

Pasca perubahan negara Saudi menjadi kerajaan, peranan gerakan Wahabiyah masih dominan. Namun gerakan Wahabiyah tidak lagi bersifat konserfatif, melainkan bekerja dalam kerangka modern.

Implikasi yang ditimbulkan gerakan Wahabiyah terhadap pembaharuan Islam cukup besar. Implikasi itu paling tidak dapat dilihat dalam dua hal besar yang berpengaruh terhadap dunia Islam.

1). ajaran-ajaran kaum Wahabiyah terutama Tauhid, kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits serta Ijtihad, mempengaruhi pemikiran dan usaha-usaha pembaharuan pada periode modern dari sejarah Islam, perkembangan dan pemikiran dan usaha-usaha pembaharuan terutama terjadi di Mesir, India, Afrika dan Indonesia.

2). sikap teokratik-revolusioner yang ditunjukkan gerakan Wahabiyah banyak mempengaruhi gerakan militansi yang ada pada abad ke-19 M. Beberapa contoh gerakan semisal yaitu; di India, ada sebuah gerakan yang dipimpin oleh Syariatullah dan Sayyid Ahmad melawan kesultanan Moghul yang tengah mengalami kemunduran, kelompok-kelompok Sikh, dan penjajahan Inggris. Di Aljazair, gerakan tarekat yang dipimpin oleh Ibnu Ali Al-Sanusi di Cyrenaica yang mendirikan negara teokratik di Lybia bagian selatan dan di wilayah katulistiwa Afrika sebagai protes terhadap kecenderungan sekuleristik sulta-sulta Usmani; dan tarekat Al-mahdi dibentuk oleh Muhammad Ahmad sebagai alat pemberontak di Sudan Timur melawan pemerintah Turki-Mesir dan para penasehatnya dari Eropa. Bahkan wilayah-wilayah yang sangat jauh seperti di Nigeria dan Sumatera (gerakan Paderi), pengaruh Wahabi berperan dalam meledakkan gerakan-gerakan militan Islam.

Posisi gerakan Wahabiyah

Gerakan Wahabiyah, adalah murni sebuah gerakan purifikasi keagamaan yang timbul sebagai reaksi terhadap kondisi internal umat Islam pada saat itu. Gerakam purifikasi keagamaan ini dinilai sebagai gerakan yang paling berhasil dari usaha yang serupa di seluruh dunia Islam. Karena di antara tujuan ideal dari gerakan Wahabiyah berhasil menampilkan gagasan pembaharuan yang sedikit demi sedikit tersebar di seluruh dunia Islam.

Gerakan Wahabiyah memiliki beberapa kelemahan;

1). terlalu revolusioner dan radikal sehingga banyak mendapat perlawanan dari para ulama ortodoks. Karena itu ada ahli kemudian memandang bahwa gerakan Wahabiyah merupakan prototipe (jadi model) gerakan fundamentalisme keagamaan dan politik yang mempunyai semangat purifikasi internal. Muhammad bin Abdul Wahab menggoyang pendulum reformisme Islam ke titik ekstrem: Fundamentalisme Islam.

2). anti rasionalisme yang berlebihan sehingga semangat ijtihad yang diserukannya tidak efektif, karena intelektualisme tidak diberikan tempat yang proposional. Peneilaian yang seringkali muncul dan menimbulkan perbedaan terhadap gerakan Wahabiyah yakni keberadaan gerakan tersebut dalam wacana pembaharuan Islam. Satu sisi menilai gerakan Wahabiyah sebagai gerakan purifikasi. Sementara pada sisi yang lain gerakan Wahabiyah sebagai gerakan pembaharuan (modernisme). Kedua penilaian ini kadang didikotomiskan antara satu dengan yang lainnya, sehingga terjadi perbedaan.

Sebenarnya perbedaan ini tidak perlu ada apabila diambil dari akar kata kedua istilah tersebut yaitu kata Tajdid. Sebab kata Tajdid mengemban misi ganda,yaitu :

1). Mengembalikan semua bentuk kehidupan keagamaan pada contoh jaman awal Islam. Gerakan yang mengorientasikan pada tijuan ini disebut dengan gerakan purifikasi.

2). Dengan landasan universalitas ajaran Islam, kata Tajdid kemudian dimaksudkan sebagai upaya untuk mengimplementasikan ajaran Islam sesuai dengan tantangan perkembangan kehidupan. Gerakan yang memperjuangkan gerakan ini biasanya dikenal sebagai gerakan renewal (pembaharuan).

Gerakan pembaharuan atau purifikasi yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab dapat dikelompokkan ke dalam gerakan yang disebut sebagai revivalisme pramodernis (pramodernisme revivalis). Pertimbangan dasar yang digunakan karena gerakan Wahabiyah lebih berorientasi pada perbaikan moral dan kehidupan sosial masyarakat.

Sukoco Koco

Jasa Terkenang Peradaban Islam Kepada Dunia Modern

Robert Briffault dalam " Making of Humanity" :

"Science adalah jasa terkenang peradaban Arab kepada dunia modern; namun buahnya lambat masak. Agak lama sesudah kebudayaan Mur tenggelam ke dasar kegelapan, baruah si raksasa yang dilahirkannya itu bangkit menjulang. Bukan science saja yang membuat Eropa hidup kmbali. Beraneka pengaruh lainnya daripada peradaban Islam menyusuli gemerlap pertamanya di dalam kehidupan Eropa."(dikutip dari "Studies In Islamic History" hlm.202)

"Kendatipun tiada satu aspekpun dari pada pertumbuhan Eropa yang dapat dilacak, tentang pengaruh yang pasti kebudayaan Islam, dimanapun tak ada sejelas dan terkenang seperti dalam kelahiran kekuasaan yang membangun keagungan pertanda kekuatan dunia modern itu, serta sumber unggulan dari pada kejayaan ilmu pengetahuan alamiah dan gairah ilmiahnya." (Ibid hlm. 109)

"baik roger Bacon maupun sesamanya yang datang belakangan tidak ada yang menyandang gelar kehormatan, karena telah memperkenalkn metoda uji coba. Roger Bacon adalah tidak lebih dari pada seorang utusan Islam pada bidang ilmu dan metoda kepada Eropa kristen dan dia tiada jemu-jemunya menjelaskan, bahwa pengetahuan dan ilmu bawaan bangsa Arab adalah satu-satunya cara bagi sebayanya untuk menyongsong pengetahuan yang benar."(Ibid)


Kamis, 27 Oktober 2011

Fakta Ilmiah di Balik 'Penculikan Alien'

Sejumlah orang mengaku pernah diculik alien antara lain, Charles Hickson yang mengaku diculik UFO pada 11 Oktober 1973, bahkan sekelas politisi Rusia, Kirsan Ilyumzhinov, dan Miyuki Hyoyama, istri mantan Perdana Menteri Jepang.

Bahkan sebuah perusahaan di Inggris mendapatkan penghasilan sebesar US$3 juta berkat menjual asuransi penculikan alien.

Namun, para peneliti mengungkap, 'eksperimen pertama yang membuktikan bahwa kontak dengan UFO atau mahluk ekstraterresterial lain adalah produk dari pikiran manusia.'

Dalam sebuah studi tentang perilaku tidur yang dilakukan Out-Of-Body Experience Research Center di Los Angeles, Amerika Serikat, sebanyak 20 relawan diminta untuk melakukan langkah-langkah mental, saat bangun atau terjaga di malam hari, yang memungkinkan mereka mengalami pengalaman melayang dari tubuh (out-of body experiences), sampai mengalami kontak dengan alien.

Ketua tim peneliti, Michael Raduga mengatakan, lebih dari setengah relawan mengalami setidaknya sekali pengalaman melayang dari tubuh secara penuh atau parsial. Dan, tujuh di antaranya mengaku bisa membuat kontak dengan UFO atau mahluk ekstraterresterial selama pengalaman mirip mimpi itu.

"Jika seseorang memiliki pengalaman diculik alien di malam hari, mereka biasanya tidak menyadari, mereka sedang dalam tahapan REM (rapid eye movement) atau pengalaman melayang dari tubuh," kata dia.

Raduga menambahkan, setidaknya 1 juta warga Amerika memiliki pengalaman serupa tiap tahunnya. "Ini terlihat sangat realistis, orang-orang tak mampu memahami bagaimana ini bisa terjadi," kata dia. "Penelitian kami menunjukkan, itu sama sekali tak terkait alien, namun murni kemampuan manusia. Itu bisa terjadi pada hampir semua orang."

Di hari terakhir penelitian, 35 persen mengaku membuat kontak visual dengan alien, bahkan mendeskripsikan pertemuan itu pada para peneliti.

Salah satu sukarelawan, Alexander N adalah yang sukses mengalami pengalaman melayang di luar tubuh. "Lalu, saya mencoba menemukan alien. Tiga dari mereka terwujud tepat di depan saya. Bentuk mereka seperti mahluk dalam Film "The Thing", bukan seperti berudu dengan mata seperti Putri Jasmin (Kisah Seribu Satu Malam)," kata dia.

Para 'alien', dia menambahkan ingin menakut-nakutinya, alih-alih membuat kontak. "Saya ketakutan dan akhirnya kembali sadar, kembali ke tubuh saya."

Raduga akan mempublikasikan hasil penelitiannya dan melanjutkan penelitian tentang kemampuan manusia untuk mengarang pertemuan dengan alien yang tampak nyata. (LiveScience)
• VIVAnew

Akhir Hayat Ekonomi Ribawi

Oleh: Jusman Dalle

SISTEM ekonomi global yang dikonstruk oleh praktek ribawi akan segera berakhir. Hayatnya tak lama lagi. Kapitalisme yang menjadi patron ekonomi global, dan diagung-agungkan karena diyakini mampu menyejahterakan umat manusia, kini tinggal mitologi. Sektor perekonomian beberapa negara di Eropa seperti Yunani, Italia, dan Prancis terguncang dan terancam collaps. Sambut menyambut negara-negara di benua biru tersebut gulung tikar. Amerika dan bahkan Asia, juga ikut menanggung efek domino dari krisis tersebut.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan ekonomi negara, misalnya memangkas dana jaminan sosial, menaikkan pajak, dan berbagai kebijakan yang mendeterminasi hak-hak rakyat. Rakyat pun muak melihat pemerintah lepas tangan sehingga berakibat pada terjadinya disparitas ekonomi.

Mereka mengekspresikan kekesalan dengan aksi demonstrasi. Sebagaimana survey yang dilansir oleh Gfk Roper Public Affairs and Corporate Communications, tak kurang dari sepertiga rakyat Amerika Serikat (AS) yaitu 37%, mendukung aksi protes yang telah menyebar dari New York ke kota-kota lain di AS tersebut.

Akhir Kapitalisme

Wall street, pusat New York Stock Exchange yang menjadi sentrum kepentingan finansial di AS dan selama ini menjadi ikon serta parameter ekonomi global, dikecam. Bahkan kompleks Wall Street yang menjadi jantung bisnis dan perputaran uang di AS, terus diprotes aktifis anti kapitalisme. Gerakan tersebut menamakan diri "Occupy Wall Street", gerakan menduduki Wall Street. Gerakan tersebut telah menggurita di lebih dari 83 negara di berbagai belahan dunia.

Aksi protes warga AS dan masyarakat dunia terhadap rebound di Wall Street yang terjadi di saat meningkatnya jumlah PHK, dilandasi keyakinan bahwa pemerintah telah dikendalikan oleh bank dan korporasi raksasa yang serakah. Mereka melakukan aksi profit taking (mengambil untung) dengan mengabaikan kepentingan sebagian besar warga negaranya.

Ketamakan kaum kapitalis dengan menihilkan moral value dalam menjalankan bisnis, menyebabkan bangunan ekonomi hanya besar dalam angka-angka statistik namun rapuh fundamennya. Keadaan semakin parah karena cara-cara yang ditempuh dalam meraup keuntungan dilakukan dengan sistem ribawi.

Mengutip dari Agustianto Mingka (2011) bahwa jantung dari sistem ekonomi kapitalisme adalah riba Riba menjadi akar penyebab segala macam krisis. Kegiatan spekulasi dalam bentuk margin trading dan short selleing di pasar modal adalah riba, karena tanpa dilandasari oleh underlying transaction yang riel. Pun dengan traksaksi derivatif di bursa berjangka dan bursa komoditi, spekuasi valas dengan motif untuk spekulasi, bukan untuk transaksi, kesemuanya adalah riba.

Padahal Allah SWT telah memperingatkan umat manusia agar menjauhi praktek ribawi. Di dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275, Allah SWT berfirman: “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”

Pada ayat tersebut terdapat dua frase yang menurut penulis sangat menarik dalam mengingatkan kepada manusia agar menjauhi riba, yaitu “gila” dan “kerasukan setan”. Bahwa orang yang memakan riba akan kelimpungan, tak mampu tegak dan seperti orang gila. Jika kita komparasikan dengan kehidupan secara global, maka kelimpungannya ekonomi Barat saat ini sesungguhnya karena praktek riba yang berefek domino.

Itulah mengapa pada ayat selanjutnya (2: 276) Allah SWT menegaskan bahwa “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa”. Para mufassir menafsirkan bahwa memusnahkan riba bisa berarti dengan memusnahkan harta atau meniadakan berkahnya, sehingga banyaknya harta tidak lagi bermanfaat bagi pemiliknya.

Jika kita kembali ke sistem ekonomi kapitalisme yang dianut sebagian besar negara di dunia saat ini dengan menyuburkan bahkan melembagakan praktek riba, misalnya perdagangan derivatif di sektor finansial yang tidak seimbang dengan pergerakan sktor ril, maka secara sederhana sebenarnya jelas bahwa salah satu solusi mengatasi krisis tersebut adalah dengan menghidupkan sektor ril.

Sebagaimana Rasulullah Saw memberi perhatian utama pada pasar-pasar tradisional, tempat dimana rakyat dari semua lapisan terlibat transaksi. Bahkan praktek niaga Rasulullah Saw adalah menghidupkan sektor ril, berdagang dari pasar ke pasar diantara bebebrapa kota di Jazirah Arab.

Reposisi Ekonomi Indonesia

Indonesia merupakan negara yang selama ini oleh para pengamat dan ekonom dunia selalu dipuji karena bisa survive dan tahan dari terpaan krisis ekonomi global, utamanya krisis yang terjadi akibat surbprime mortgage di AS pada tahun 2008 silam. Kita ketahui bahwa krisis yang terjadi saat ini sebagaimana terjadi pada tahun 2008, bersumber dari sektor pasar finansial.

Meminjam analisis Anggito Abimanyu, bahwa transmisi krisis global menyebabkan pasar finansial bergejolak karena ketidakpastian. Akhirnya terjadi kemacetan aliran modal yang menggangu perdagangan dan secara sistemik berefek pada pertumbuhan ekonomi karena terganggunga berbagai proyek pembangunan.

Secra niormatif, di dalam Masterplan Percepatan dan Peluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), program utama pemerintah adalah bertujuan mendorong daulat perekonomian nasional dengan menyasar sektor ril seperti pertanian, industri, pertambangan, energy, kawasan strategis, kelautan, telematika, dan pariwisata. Namun konsep ini belum diimplementasikan sepenuhnya, terbukti dengan masih banyaknya produk impor yang menguasai pasar dengan dalih menjaga stock nasional.

Sabuk pengaman ekonomi Indonesia selama ini adalah mereka para pengusaha yang menggerakkan sektor ril, pengusaha yang identik dengan usaha kecil, usaha rumahan. Oleh karenanya, dibutuhkan regulasi yang berarti keberfihakan pemeritah dalam memproteksi produk-produk dari sektor ril dan mendorong akselerasi pertumbuhan dunia usaha yang belum teroptimalisasi. Misalnya stop impor berbagai komoditas yang sebenarnya bisa disediakan oleh pengusaha lokal seperti hasil pertanian yang saban hari terus membanjir.

Pemerintah harus sadar bahwa sktor ril lah yang menyelamatkan ekonomi nasional. Data tahun 2009 menunjukkan jika sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memberikan kontribusi sebesar 53 persen produk domestik bruto Indonesia. Terdapat 51,26 juta unit UMKM, atau sekitar 99 persen dari seluruh unit usaha yang menyerap tenaga kerja sekitar 90 juta jiwa atau 97,04 persen dari total tenaga kerja Indonesia.

Ketidak berfihakan pemerintah pada rakyat kecil, pada sektor ril karena berbagai kepentingan pengusaha hitam yang berselingkuh dengan birokrat pemburu rente, akan sangat rentan menyebabkan hancurnya daulat ekonomi nasional. Seperti dikatakan oleh Fadel Muhammad, jika satu per satu usaha mikro, kecil, dan menengah mati karena tidak mampu bersaing dalam pasar bebas, bencana ekonomi akan terjadi dan biaya pemulihannya akan sangat mahal. Sebelum semua kekhawatiran tersebut terjadi, kita berharap pemerintahan Kabinet SBY yang katanya “kabinet akseleratif” segera bertindak cepat.*

Penulis adalah Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Humas Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Regional Sulawesi Selatan. Follow Twitter : @Jusmandalle

Empat Negara Penduduk Terpadat di Dunia Terancam Krisis Pangan

Empat negara terpadat penduduknya di dunia, yaitu Cina, India, Amerika Serikat, dan Indonesia bakal mengalami krisis kecukupan pangan.

Menteri Pertanian Suswono, dalam sambutannya di Seminar Internasional Keamanan Pangan, Bogor, mengatakan sangat penting untuk memacu peningkatan produksi dan produktivitas pangan.

Hingga 2050, penduduk dunia akan meningkat 33 persen, dari enam miliar orang menjadi delapan miliar orang. Bersamaan dengan itu, permintaan terhadap pangan, air, dan energi akan meningkat 30 – 50 persen. “Kekurangan pangan di salah satu negara yang padat penduduknya pasti menimbulkan efek domino terhadap negara lain,” kata Suswono, Kamis (27/10).

Cina dan India merupakan dua negara penduduk terpadat di dunia. Keduanya pemasok sekaligus konsumen pangan yang sekecil apa pun goncangan stabilitas pangannya pasti memengaruhi pangan global.

Peneliti dari Yunan Agricultural University Cina, Xuelin Tan, mengatakan Indonesia memiliki potensi itu. "Indonesia berperan dalam memberi makan penduduk regional dan global (feed the world)," kata Tan. “Seperti Cina yang mampu memasok 20 persen pangan dunia dengan lahan pertanian hanya tujuh persen.”

Meski demikian, Cina tetap menghadapi tantangan sektor pertanian yang nyaris sama dengan Indonesia. Tan mencontohkan, lahan pertanian Cina sering kekurangan air akibat kurangnya waduk di negara tersebut. Konversi lahan pertanian menjadi pemukiman juga terjadi. Akibatnya, sawah irigasi yang terairi di Cina hanya 45 persen.

Sementara itu, akademisi dari Indian National Science Academy, S Nagarajan, mengatakan ancaman lonjakan harga pangan sudah dirasakan sejak 2007 – 2008. “Itu menciptakan ketegangan sosial,” katanya di tempat yang sama.

Tahun demi tahun ancaman bertambah, mulai dari perubahan iklim hingga ancaman ekonomi global. Negara-negara ASEAN bersama India dan Cina berperan memeriksa ketahanan pangan daerah dengan cara yang lebih pragmatis. Sebab, kemakmuran yang kolektif merupakan visi bersama.

Selasa, 25 Oktober 2011

4 Malaikat mendatangi Kita Saat Sakit

Tak perlu Anda bersedih dalam sakit karena itu adalah ujian dalam ibadah Anda. Salah satu bukti kasih sayang-NYA adalah, Tuhan mengutus 4 malaikat untuk selalu menjaga kita dalam sakit. Berikut adalah penjelasannya;

“Apabila seorang hamba yang beriman menderita sakit, maka Allah memerintahkan kepada para malaikat agar menulis perbuatan yang terbaik yang dikerjakan hamba mukmin itu pada saat sehat dan pada saat waktu senangnya.”
Ujaran Rasulullah SAW tsb diriwayatkan oleh Abu Imamah al Bahili. Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda :

"Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya."
Allah memerintahkan :

1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.
2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya
3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.
4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya , maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa.

Tatkala Allah akan menyembuhkan hamba mukmin itu, Allah memerintahkan kepada malaikat 1, 2 dan 3 untuk mengembalikan kekuatannya, rasa lezat, dan cahaya di wajah sang hamba.

Namun untuk malaikat ke 4, Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan dosa2nya kepada hamba mukmin. Maka bersujudlah para malaikat itu kepada Allah seraya berkata : "Ya Allah mengapa dosa2 ini tidak Engkau kembalikan?”

Allah menjawab : “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa2nya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa2 tersebut ke dalam laut.”

Indonesia Provinsi Terbesar Singapura?

Mantan Ketua MPR Amien Rais menyebut Indonesia sebagai provinsi terbesar Singapura. Sebagian besar rahasia negara diketahui Singapura, bahkan izin pengaturan penerbangan pun harus melalui pemerintah Negeri Singa itu.

“Dari dulu, setiap ada usaha penerbangan mau membuka jalur, pasti harus melalui izin pemerintah Singapura. Jadi kalau membuat jadwal, bukan minta ke Kemenhub, tetapi ke pemerintah Singapura,” ungkap Amien usai acara "Silaturahim Ba'da Iedul Fithri 1432 H Keluarga Besar Muhammadiyah Jawa Barat" di RS Muhammadiyah Jalan Banteng Dalam, Kota Bandung.

Amien mengatakan, kondisi memprihatinkan tersebut masih terjadi hingga sekarang. Karena itu diperlukan ketegasan pemerintah untuk memperbaiki regulasi.

“Kondisi itu diperparah juga oleh penjualan Indosat. Sekarang semua informasi dan rahasia kita diketahui Singapura. Sebelum Indosat dijual pun, wilayah kita itu di bawah wewenang otoritas Singapura. Ini aneh tapi nyata,” ujar Amien. (pz/injabar)

Senin, 24 Oktober 2011

Global Warming dan Keluarnya Dajjal

Ada sebuah nubuwat yang benar-benar menggambarkan betapa dekatnya masa-masa keluarnya Dajjal dengan seluruh fenomena pemanasan global. Bencana kekeringan dan banjir yang bersamaan, gempa bumi dan tanah longsor yang terus beriringan, badai topan dan angin kencang yang memporak-porandakan bangunan, meningkatnya suhu bumi hingga titik derajat tertinggi yang menimbulkan kematian secara massal, kesemuanya adalah bagian dari akibat yang ditimbulkan oleh pemanasan global. Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya sebelum keluarnya Dajjal adalah tempo waktu tiga tahun yang sangat sulit, dimana pada waktu itu manusia akan ditimpa oleh kelaparan yang sangat. Allah memerintahkan kepada langit pada tahun pertama darinya untuk menahan 1/3 dari hujannya dan memerintahkan kepada bumi untuk menahan 1/3 dari tanamannya. Kemudian Allah memerintahkan kepada langit pada tahun kedua darinya agar menahan 2/3 dari hujannya dan memerintahkan bumi untuk menahan 2/3 dari tanam tanamannya. Kemudian pada tahun ketiga darinya Allah memerintahkan kepada langit untuk menahan semua air hujannya, lalu ia tidak meneteskan setitik airpun dan memerintahkan bumi agar menahan seluruh tanamannya, maka setelah itu tidak tumbuh satu tanaman hijaupun dan semua binatang berkuku akan mati kecuali yang tidak dikehendaki Allah. Para sahabat bertanya, ”Dengan apa manusia akan hidup pada saat itu ?” Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab, ”Tahlil, takbir dan tahmid akan sama artinya bagi mereka dengan makanan.[1]

Nabi Isa as akan Turun untuk menyelamatkan kaum muslimin dari kegelapan total akibat asap global

Dalam sebuah riwayat disebutkan :

Dajjal mengepung penduduknya. Saat itu sebagian kaum Muslimin berlindung ke atas perbukitan dan pegunungan Syam. Kemudian Dajjal dapat mengepung mereka dengan menempati tempat asalnya. Sehingga, ketika cobaan dan kegentingan telah berlangsung lama menimpa kaum Muslimin, salah seorang di antara mereka kemudian berkata, ‘Hai sekalian kaum Muslimin! Hingga kapan kalian dalam keadaan begini, padahal musuh Allah telah menginjakkan kaki di bumi kalian? Bagi kalian hanya ada dua pilihan, Allah mematikan kalian sebagai syuhada atau memenangkan kalian!’ Kemudian mereka bersumpah setia (baiat) untuk mati-matian berjihad, yang hal itu diketahui Allah sebagai kejujuran dari diri mereka sendiri. Kemudian KEGELAPAN (zhulmah) menimpa mereka, sehingga tak seorang pun dapat melihat telapak tangannya. Kemudian Isa bin Maryam turun lalu membuka pandangan mata mereka. HR. Abdurrazzaq no. 20834

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa ketika kaum Muslimin sedang berperang melawan Dajjal dan pengikutnya, di mana pada saat itu kaum Mus­limin hampir mengalami kekalahan, maka tiba-tiba datanglah kegelapan (zhulmah) yang melingkupi mereka semua, sampai mereka tidak bisa melihat tangannya sendiri. Dari informasi ini dapat diduga bahwa kemungkinan zhulmah atau kegelapan itu adalah kegelapan asap/kabut ad-Dukhaan yang datang akibat meteor menghantam bumi untuk.

Global Warming, dapatkah diselamatkan?

Isac Asimov dan Frederik Pohl dalam bukunya Our Angry Earth menulis: Sebagian besar manusia sulit menyadari realitas kehancuran lingkungan hidup yang ada di sekitarnya. Ini karena penghancuran-penghancuran ling­kungan hidup itu terjadi bersamaan dengan proses-proses yang sedang mereka kerjakan sendiri, yang sering “bertujuan” untuk membangun masa depan. Padahal, yang terjadi adalah sebaliknya. Tragedi masa depan itu justru sedang berjalan di depan kita dan kita sendiri yang menjalankannya.

Apa yang ditulis Asimov-Pohl benar. Berbagai tragedi lingkungan yang kini sedang terjadi -kenaikan suhu atmosfir bumi, polusi, deforestasi, dan mewabahnya penyakit berbahaya- sebenarnya merupakan hasil dari perbuatan manusia sendiri. Tragisnya, sebagian besar manusia belum menyadari akan hal itu.

Akhir zaman yang telah dinubuwatkan; seperti skenario sebuah drama dalam panggung kehidupan

Ibarat sebuah drama, kehidupan manusia saat ini sudah memasuki babak-babak terakhir. Kerusakan yang semakin bertambah parah dan manusia yang semakin kehilangan sifat kemanusiaannya adalah salah satu bukti faktual atas pernyataan ini. Manusia jahat semakin banyak, dan orang-orang yang bijak semakin langka. Bertikai dan membunuh demi kepentingan pribadi semakin marak terjadi.

Demi melihat seluruh realitas dan fakta yang ada, menjadi sangat sulit untuk mengatakan bahwa peradaban modern ini akan mencegah pemanasan global. Teknologi secanggih apapun tidak akan mempu menyetop emisi karbon. Hujan asam yang saat ini terus terjadi telah dinubuwatkan. Dengan kata lain, yang paling penting adalah bagaimana mengakhiri semuanya dengan sebuah akhir yang baik, husnul khatimah. Ya, ’biarlah’ pemanasan global itu tetap berjalan, ’biarlah’ global warming itu terus menghantam, ’biarlah’ air laut itu terus naik dengan perlahan, ’biarlah’ gempa bumi dan angin topan itu menunjukkan tasbih dan tahmidnya kepada manusia, dan biarlah semua itu tetap terjadi (sebab semua itu adalah sunnatullah di alam ini), yang paling penting bagaimana agar kita selamat dari fitnah, selamat dari ujian, selamat dari semua musibah dan mati dengan khusnul khatimah. Wallahu a’lam bish shawab.

[1] HR. Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Al Hakim, shahih. Lihat Ash- Shahihah no.2457


Minggu, 23 Oktober 2011

Kisah Orang Indonesia Keturunan Yahudi

Hidayatullah.com--Yobbi Ensel sengaja memperdengarkan rekaman orang Yahudi di Israel membacakan kitab Torah (Taurat dalam bahasa Arab). Suaranya mirip orang mengaji. “Tetangga-tetangga saya yang Muslim senang mendengarkan ini,” katanya dengan logat Manado yang kental sebagaimana dikutip Tempointeraktif, Kamis, 13 Oktober 2011, di rumah seorang keturunan Yahudi di kawasan Bekasi, Jawa Barat.

Lelaki 37 tahun ini adalah pemimpin komunitas Yahudi di Manado yang beranggotakan 30 orang dewasa. Berbeda dengan orang-orang Indonesia keturunan Yahudi lainnya yang menutup identitas asli mereka, Yobbi malah terbuka.

“Lingkungan dekat rumah saya tahu saya ini berdarah Yahudi.”

Mungkin saja ia berani karena situasi di Manado yang didominasi non-muslim kondusif. Di sana sudah berdiri sebuah sinagoge. Bahkan, pemerintah daerah setempat juga membangun sebuah menorah terbesar di dunia untuk menarik wisatawan asing. Informasi yang beredar pun menyebutkan bendera Israel bertebaran.

Yobbi mendapat darah Yahudi dari ayahnya (Jonathan Hatti Ensel) dan ibunya (Yureine Andasia). Mereka adalah Yahudi Portugis. Namun, karena situasi tidak memungkinkan, sejak kecil ia diajarkan agama Nasrani.

Ayah dua anak ini baru sadar bahwa ia keturunan Yahudi. Karena itu, ia mulai belajar dan mempraktekkan ajaran Yudaisme. Ketika ayah dan kakeknya meninggal, keduanya dikuburkan dengan prosesi menurut agama Yahudi.

“Tidak ada kebanggaan. Saya lebih suka menjadi non-Yahudi (goyim) karena menjadi Yahudi itu tanggung jawabnya besar.

Lain halnya dengan Benjamin Verbrugge, Ketua the United Indonesian Jewish Community (UIJC). Ayah lima anak ini menutup rapat-rapat identitasnya sebagai keturunan Yahudi. Pedagang kopi ini berayahkan seorang jaksa muslim (Agus Sudarsono) dan ibu seorang Yahudi Belgia

Ia hidup bebas tanpa ajaran agama, bahkan tidak pernah mempraktetakan salat. Ia mengaku pernah diajarkan mengaji, tapi sekarang sudah lupa. Ayahnya menganut Islam kejawen.

“Saya hanya sering melihat ia salat Zuhur dan Isya. Ibu saya paling-paling hanya dua kali setahun ke gereja,” katanya. Ibunya sangat sekuler. Ia cuma datang untuk kumpul-kumpul, seperti pada perayaan Natal.

Pria 40 tahun ini mulai diberitahu oleh kakek dari ibunya (Benjamin Meiers Verbrugge) soal identitas rahasia mereka saat ia berusia lima tahun.

“Saya adalah orang Jerman turunan Yahudi. Kamu bisa lihat dari hidung saya,” ujar Verbrugge menirukan ucapan opanya itu. Ketika itu, mereka sedang merayakan Natal. Umur 14 tahun, ia pun disunat sesuai ajaran Yahudi.

Sejak 2003, Verbrugge mulai serius mendalami agama Yahudi, termasuk mengikuti berbagai seminar yang membahas Torah. Hanya saja, ia mengaku masih sulit untuk menjadi seorang Yahudi religius.

Bersama Yokhanan Eliahu, pria keturunan Yahudi Turki yang menetap di Kudus, Jawa Tengah, Verbrugge mendirikan UIJC yang diresmikan Oktober tahun lalu. Ia memperkirakan ada hampir 2.000 orang Indonesia keturunan Yahudi yang tersebar merata di seluruh Tanah Air.

Ia mengaku amat senang dengan sudah terbinanya hubungan ekonomi antara Indonesia dan Israel. Walhasil, mereka bisa membeli perlengkapan beribadah langsung dari negara Yahudi itu.

“Diberikatilah kantor pos, agen kurir, sampai bea cukai yang meloloskan barang-barang itu tanpa ada biaya apapun,” ujarnya.

Yokhanan Eliahu mendapat darah Yahudi dari bapaknya yang keturunan Turki. Sejak 2005, ia mulai mempelajari ajaran Yudaisme melalui Internet.

“Saya merasa sreg dengan Yudaisme. Akar dari Nasrani adalah Yudaisme,” ujar pria 39 tahun ini.

Sedangkan Marlina Van der Stoop Pardede, 60 tahun, memeluk Yudaisme lantaran menikah dengan lelaki Belanda keturunan Yahudi. Dialah yang mendanai pendirian sinagoge di Manado, Namun, ia menolak membuka berapa fulus yang digelontorkan untuk itu.

Ia mulai tertarik agama Yahudi setelah suaminya mendapat wangsit untuk mendirikan sebuah sinagoge di Indonesia bagian timur.

“Saya merasa tenang dan dekat dengan Tuhan setelah mendalami Yudaisme,” katanya.

Verbrugge, Yobbi, Yokhanan, dan Marlina sama-sama pernah berkunjung dan bahkan tinggal di Israel.

Orang Yahudi sembahyang tiga kali sehari, yakni Sacharit (pagi), Mischa (petang), dan Maariv (malam). Perlengkapan sembahyangnya berupa tallit (syal), tallit chotan (kaus dalam berwarna putih), dan kippa (peci). Selama bersembahyang, mereka membaca 18 ayat.

Tiap bayi yang baru lahir dibacakan syahadat ala Yahudi di telinga kiri. Bunyinya: “Shema Yisrael, adonai eloheinu adonai ehad” (Dengarkanlah Israel, Tuhan kita adalah Tuhan yang satu).

Sang bayi tidak boleh menginjak tanah hingga usia tujuh bulan. Jika sudah sampai umur itu, ada upacara di mana dua kaki bayi diletakkan di atas Torah sebelum menginjak tanah. Torah itu lantas diperlihatkan kepada sang bayi. Seperti Islam, lelaki Yahudi juga wajid disunat. Mereka juga harus makan dan minum halal (kosher).

Komnunitas Yahudi di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak lama. Profesor Rotem Kowner dari Universitas Haifa, Israel, mengungkapkan orang Yahudi pertama yang bermukim di Indonesia adalah seorang saudagar dari Fustat, Mesir.

“Ia meninggal di Pelabuhan Barus, barat daya Sumatera pada 1290,” ujarnya. Sejak 2003, Kowner sudah meneliti sejarah komunitas Yahudi di Indonesia.

Ia bahkan yakin, orang-orang Yahudi yang sudah memeluk agama Nasrani juga ikut dalam rombongan kapal Portugis yang mendarat di Nusantara pada awal abad ke-16. Orang-orang Yahudi ini menetap di sekitar Selat Malaka, pantai utara Sumatera, dan Pulau Jawa.

Kedatangan orang-orang Yahudi ke Indonesia terus berlangsung seiring masuknya dua perusahaan Belanda: the Dutch East India Company (VOC) dan the Dutch West Indian Company (WIC) pada 1602. Salah satunya, seorang prajurit Belanda kelahiran Ukraina, Leendert Miero (1755-1834) yang tiba pada 1775. Ia menjelma menjadi tuan tanah di Pondok Gede (sekarang daerah perbatasan antara Jakarta Timur dan Bekasi).

Setelah itu muncul Jacob Saphir (1822-1886) yang mampir selama tujuh pekan dalam perjalanannya ke Australia pada 1861. Pelancong Yahudi keturunan Rumania ini melaporkan terdapat sejumlah orang Yahudi di Batavia, Surabaya, dan Semarang. Namun, tidak ditemukan komunitas Yahudi.

Saphir mencatat, terdapat sedikitnya 20 keluarga Yahudi di Batavia yang merupakan keturunan Belanda dan Jerman. Mereka berprofesi sebagai pedagang, pegawai pemerintah, dan serdadu Hindia Belanda. Namun, tidak ada sinagoge atau kuburan khusus orang Yahudi saat itu.

Pada 1921, seorang penyandang dana Zionis, Israel Cohen, mendarat di Jawa dalam kunjungan lima hari. Ia memperkirakan saat itu terdapat sekitar 2.000 orang Yahudi yang tinggal di Pulau Jawa.

Komunitas Yahudi mulai muncul pada 1920-an dengan munculnya the Association for Jewish Interests in the Dutch East Indies dan the World Zionist Conferemce (WZC) yang memiliki cabang di Batavia, Bandung, Malang, Medan, Padang, Semarang, dan Yogyakarta. WZC yang berpusat di London ini berdiri pada 1920 dan merupakan organisasi pencari dana bagi gerakan Zionis. Sebuah majalah bulanan bernama Erets Israel terbit di Padang sejak 1926 hingga ditutup oleh Jepang pada 1942.

Pemerintah Hindia Belanda pernah melakukan sensus pada 1930 yang menyebutkan terdapat 1.039 orang Yahudi. Kebanyakan tinggal di Jawa (lebih dari 85 persen), Sumatera (11 persen), dan di beberapa pulau (kurang dari 4 persen). Menjelang Perang Pasifik (1941-1945), jumlah orang Yahudi di Indonesia mencapai puncaknya, yakni sekitar 3.000 orang.

Kaum Yahudi di Indonesia ini terdiri dari tiga golongan. Pertama, orang-orang Yahudi berkewarganegaraan Belanda yang dipekerjakan oleh pemerintah kolonial sebagai penjaga toko, tentara, guru, dan dokter. Kelompok kedua adalah Yahudi Bagdadi yang berasal dari Irak, Yaman, dan negara lain di Timur Tengah. Mereka kebanyakan tinggal di Surabaya dan bekerja sebagai pengusaha ekspor-impor, penjaga toko, pedagang asongan, serta tukang kayu dan batu. Golongan ketiga adalah Yahudi pengungsi yang lari dari kejaran Nazi. Mereka dari Jerman, Austria, dan Eropa Timur.

Yahudi Bagdadi dikenal religius, bahkan banyak yang ultraortodoks. Sedangkan Yahudi Belanda sering berasimilasi walau tetap menjaga tradisi Yahudi. Beberapa di antaranya menyembunyikan identitas Yahudi mereka dan menikah dengan perempuan Kristen Eropa atau gadis Indonesia.

Secara ekonomi, orang-orang Yahudi ini hidup makmur. Mereka mempekerjakan orang-orang asli Indonesia sebagai pembantu, tukang masak, dan sopir. Pendapatan per kapita mereka 4.017 guilder ketimbang pribumi yang cuma 78 guilder.

“Kami mempunyai sebuah mobil sport,” kata Dr Eli Dwek yang pernah tinggal di Surabaya semasa kecil.

Setelah Indonesia merdeka, komunitas Yahudi mulai menurun. Menurut laporan Kongres Yahudi Sedunia (WJC) yang keluar beberapa hari setelah pengsuran orang-orang Belanda, terdapat sekitar 450 orang Yahudi di Indonesia pada November 1957. Enam tahun kemudian jumlahnya terus merosot menjadi 50 orang. Kini diperkirakan hanya 20 orang.

Namun, sekarang komunitas Yahudi mulai bangkit dengan berdirinya menorah raksasa dan dua sinagoge di kota Manado dan Tondano, Sulawesi Utara. Kelompok ini dipimpin oleh Rabbi Yaakov Baruch. “Kami berupaya menjadi Yahudi yang baik,” kata Rabbi Yaakov.

Menorah ini juga menjadi lambang dari Mossad (dinas rahasia luar negeri Israel).*

Keterangan Foto: Benjamin Verbrugge dan Yobbi Ensel (tempo)

Nabi Saja, Memperlakukan Istrinya Secara Halus

SUNGGUH, tidak ada figur yang menjamin pengikutnya akan bahagia dalam segala hal selain Rosulullah saw. Dan, pasti bahwa tidak ada petunjuk yang bisa dijamin kebenarannya selain al-Qur’an al-Karim. Keduanya memberikan solusi terbaik bagi seluruh jenis persoalan yang dihadapi umat manusia, termasuk masalah rumah tangga.

Dalam upaya membina rumah tangga bahagia Rosulullah juga memberikan teladan yang jelas dan mudah untuk dilaksanakan. Andaikata ada orang yang tidak pernah bertemu lawan jenisnya kemudian menikah, jangan khawatir, tips dari Rosulullah akan memberikan hasil yang baik daripada lawan jenis yang mengerti banyak teori rumah tangga namun tak mengikuti petunjuk nabi.

Kebahagiaan berumah tangga sangat mudah kita raih manakala kita benar-benar mengerti bagaimana Rosulullah saw memberikan teladan kepada kita selaku umatnya.

Dan, yang paling penting adalah kesiapan dan komitmen kita dalam meneladani kehidupan rumah tangga beliau.

Masalahnya, generasi sekarang, cenderung kurang memperhatikan masalah tuntunan interaksi suami istri di dalam kamar. Akibatnya mereka tak mampu meraih kebahagiaan yang didambakan. Jika dibiarkan lambat laun kondisi tersebut akan menimbulkan terjadinya perselisihan. Perselisihan yang sebenarnya tidak perlu terjadi.

Tidak dapat dipungkiri, salah satu pemicu perselisihan yang sering dialami dalam berumah tangga, khususnya rumah tangga muda, yakni adanya ketidakpuasan pola interaksi suami istri di dalam kamar.

Bagaimanapun hal ini tidak bisa dianggap sepele. Sebab tidak sedikit fakta menunjukkan bahwa seringkali rumah tangga hancur berantakan karena perkara yang satu itu.

Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim kita wajib membina keluarga bahagia (sakinah mawaddah wa rahmah). Bagaimana cara mewujudkannya? Uraian singkat berikut ini insya Allah akan membantu pembaca untuk meraih kebahagiaan rumah tangga.

Nikmat Itu Ibadah

Menikah adalah sunnah Nabi. Dan, menjalankan hubungan intim merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan agama dan bernilai pahala yang sangat besar.

Karenanya, jima’ (hubungan intim) dalam ikatan pernikahan adalah jalan halal yang disediakan Allah untuk menyalurkan naluri jasmaniahnya agar terhindar dari perilaku yang menyerupai binatang atau bahkan lebih buruk lagi.

Rosulullah SAW pernah bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rosulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rosulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah).

Awali Dengan Doa

Sebagai seorang Muslim tentu kita diwajibkan untuk selalu mengawali pekerjaan dan menyudahi pekerjaan dengan membaca doa. Perihal hubungan suami istri juga ada doanya. Hal ini menjadi satu bukti bahwa Islam benar-benar agama yang sempurna.

“Dari Abdullah bin Abbas ra, Rosulullah SAW bersabda: “Jika salah seorang kamu ingin berjima’ dengan istrinya, hendaklah ia membaca: بسمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا (Bismillah, Allahumma jannibnaa asy-syaithana wa jannibi asy-syaithana ma rozaqtanaa).” (Dengan nama Allah, Yaa Allah jauhkanlah syetan dari kami dan jauhkanlah syetan dari apa yang Engkau rizqikan kepada kami). Maka seandainya ditakdirkan dari hubungan itu seorang anak, anak itu tidak akan diganggu syetan selama-lamanya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Itulah yang membedakan generasi Islam dengan orang diluar Islam. Bahkan di kamar dan hendak berkumpul dengan istripun, ada adab dan doa-doa yang dianjurkan.

Masalahnya, banyak generasi Islam kurang paham anjuran agamanya sendiri. Mereka kurang mengerti adab-adab Islam, termasuk adab dalam menggauli Istrinya.

Seorang ulama pernah mengatakan, saat ini banyak lahir anak-anak yang tidak memiliki kesopanan, tata krama dan tak mengenal budi pekerki. “Jangan-jangan, karena kedua orangtuanya tak pernah berdoa saat berhubungan intim,” ujarnya. Boleh jadi ungkapan ini benar. Sebab, saat itu, sebagaimana hadits di atas, syetan-syetan ikut terlibat di dalam kamar.

Karena itu, berdoalah ketika hendak berjima’ (berhubungan intim). Agar dapat mengundang berkah Allah SWT, hingga proses hubungan tersebut benar-benar dirdhoi Allah dan mampu menghasilkan putra-putri yang dikaruniai dan diberkahi Allah. Dampaknya, tentu akan menjadi hamba Allah yang shalih dan shalihah.

Merayu Istri

Bercanda sering dilakukan Nabi beserta istrinya Aisyah di saat berduaan. Pakar kesehatan saat ini sering menyebutnya dengan istilah bercumbu atau pembukaan sebelum jima’ (berhubungan seks).

Wanita dikenal memiliki perasaan halus. Ia juga harus diperlakukan sangat halus, bukan dengan cara kasar. Karenanya, tidak layak seorang suami memperlakukan para istri seperti binatang.

Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam selalu bercanda, tertawa dan merayu istri-istrinya sebelum berjima’.

Lakukan Dengan Tenang

Biasanya kesibukan sehari-hari, pekerjaan dan beragam tugas lainnya, menjadikan kualitas dan kuantitas interaksi suami istri sedikit terganggu. Namun demikian dalam prose jima’ akan sangat baik jika diberikan waktu yang pas. Jadi, tidak dilakukan dengan tergesa-gesa, namun tetap mengikuti tuntunan nabi, tenang.

“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).

Wanita merupakan makhluk Allalh yang sangat lembut hati dan perasaannya. Ciuman kepada istri merupakan satu hal yang amat didambakan dan dinantikan. Sebab ciuman suami bagi istri sholehah merupakan bentuk kasih sayang yang mampu menenangkan jiwa dan pikirannya. Maka dari itu mencium istri, merayu dan bercumbu dengannya merupakan satu hal yang tidak boleh ditinggalkan oleh para suami.

Berwudhu

Jika sang suami ingin berjima’ lagi, maka dianjurkan berwudhu terlebih dahulu, karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Apabila salah seorang kamu telah bersetubuh dengan istrinya, lalu ingin mengulanginya kembali maka hendaklah ia berwudhu”. (HR. Muslim).

Aisyah menuturkan:”Adalah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam apabila beliau hendak makan atau tidur sedangkan ia junub, maka beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.” (Muttafaq’alaih).

Larangan Dubur

Haram bagi suami menyetubuhi istrinya di saat ia sedang haid atau menyetubuhi duburnya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang melakukan persetubuhan terhadap wanita haid atau wanita pada duburnya, atau datang kepada dukun (tukang sihir) lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Al-Arba`ah dan dishahihkan oleh Al-Alnbani).

Tidak Membuka Aib nya

Haram bagi suami-istri menyebarkan tentang rahasia hubungan keduanya. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguh-nya manusia yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari Kiamat adalah orang lelaki yang berhubungan dengan istrinya (jima`), kemudian ia menyebarkan rahasianya.” (HR. Muslim).

Jangan Tergesa Meninggalkan Istri

Umumnya suami lebih sering mengalami orgasme lebih cepat daripada istri. Namun demikian hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk bersikap egois. Suami juga wajib berusaha agar istri dapat merasakan puncak kenikmatan dalam hubungan intim.
Kemudian agar sedekah yang kita lakukan bersama pasangan kita juga memberikan hasil optimal maka upaya untuk bisa mencapai puncak kepuasan secara bersama-sama merupakan satu hal yang perlu diperhatikan dengan sangat. Bahkan ada yang mengatakan wajib.

Karena pencapaian kenikmatan secara bersama merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah dan rahmah.

Ketidakpuasan salah satu pihak dalam jima’, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan mendatangkan madharat yang lebih besar, yakni perselingkuhan. Maka, sesuai dengan prinsip dasar Islam, “la dharara wa la dhirar” (tidak berbahaya dan membahayakan), segala upaya mencegah hal-hal yang membahayakan pernikahan yang sah hukumnya juga wajib.

Dengan demikian hal yang wajib dilakukan suami ialah belajar dan berusaha agar sang istri juga dapat merasakan puncak kepuasan. Merupakan satu tindakan yang bisa disebut egois dan dholim apabila suami telah mengalami orgasme kemudian dengan segera ia mengakhiri hubungan tersebut dan bergegas lepas dari pelukan sang isteri.

Tindakan di atas adalah keliru. Sebab keikmatan yang dirasakanoleh istri dalam jima’ dan sampainya ia pada orgasme, bukan semata-mata terletak pada alat kelaminnya saja. Tetapi ia juga sangat menikmati adanya keterpautan tubuh, bahkan sangat menikmati setiap sentuhan yang terjadi pada organ tubuh luar.

Bahkan yang terpenting dari semua itu adalah istri dapat merasakan adanya cinta dan kasih sayang dari sang suami. Sebab dengan hal itulah istri akan memliki kesiapan mental dalam dirinya untuk mengakhiri hubungan tersebut, bahkan hal itu akan sangat menjadikan istri selalu rindu untuk melakukan hubungan intim.

Oleh karena itu, sangat ditekankan kepada para suami untuk tidak lupa selalu memberikan ciuman kepada istri seketika setelah hubungan berakhir. Selain itu kata-kata yang manis, dekapan yang hangat dari kedua belah pihak akan semakin memperkuat jalinan cinta di antara keduanya.

Beberapa langkah di atas merupakan bagian kecil dari tuntunan Rosulullah saw bagi umatnya untuk memelihara kasih sayang antara suami dan istri.

Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddan wa rahmah insya Allah secara perlahan dapat dicapai. Islam itu sempurna, maka raihlah kebahagiaan dengan memahaminya dan mengamalkannya.

Mudah-mudahan kita mengamalkan sunnah Nabi dan meninggalkan tradisi jahilillah yang datangnya dari Barat dan orang kafir.*/Imam Nawawi
Rep: Imam Nawawi

Sabtu, 22 Oktober 2011

Iman Kepada Qada’ dan Qadar

Nabi bersabda :”Ketahuilah seandainya suatu umat berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu maka mereka tidak bisa memberi manfaat tersebut kecuali yang telah ditaqdirkan Allah untukmu dan apabila mereka berkumpul untuk memadharatkanmu maka mereka tidak bisa memadharatkamu kecuali dengan apa-apa yang ditakdirkan oleh Allah atasmu, telah di angkat pena dan telah kering tinta”. Di dalam hadits Rasulullah inilah terdapat penjelasan tentang Qodho’ dan Qodar, maka wajib bagi seorang hamba untuk mengimaninya. Allah ta’ala mengetahui segala sesuatu yang dikerjakan hamba-Nya berupa kebaikan dan kejelekan dengan terperinci dan ilmunya tidak didahului oleh ketidak-tahuan. Dan Allah maha mengetahui apa yang menimpa seorang hamba dari kebaikan (atau musibah) dan dia telah menuliskannya di lauhul mahfudz. Nabi bersabda :”Sesungguhnya Allah menuliskan takdir semua makhluk ini sejak 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi” (HR. Muslim). Beliau juga bersabda :”Sesungguhnya makhluk pertama yang diciptakan Allah adalah al-Qolam lalu Allah mengatakan kepadanya : Tulislah (takdir semua makhluk ini -pent), maka sejak itupun berjalan takdir Allah hingga hari kiamat” (HR. Ahmad 5/317 dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam Syarh Aqidah Thohawiyah hal. 294)

Seorang hamba tidak akan ditimpa oleh sesuatu pun dari kebaikan dan musibah melainkan yang telah Allah takdirkan baginya. Barangsiapa yang akan Allah beri kebaikan maka tidak ada seorang pun dari penghuni langit dan bumi yang bisa menghalangi kebaikan tersebut, meskipun mereka bersatu-padu. Hal ini telah Allah jelaskan dalam al-Qur’an, “Katakanlah : tidak ada yang menimpa kami melainkan yang telah Allah tuliskan untuk kami” (QS. At-Taubah : 51).

http://salafindo.com/viewartikel.php?ID=78

“Dan tatkala mereka masuk menurut yg diperintahkan ayah mereka, maka (cara yg mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”. (QS.Yusuf : 68)

“Maka Kami selamatkan dia beserta keluarganya, kecuali isterinya. Kami telah mentakdir kan dia termasuk orang-orang yg tertinggal (dibinasakan)”. (QS.An Naml : 57)

“Mereka berkata: “Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini ?”. Katakanlah: “Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah”. Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata : “Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini”. Katakanlah :”Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh”. Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yg ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yg ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati”. (Qs.Ali Imron : 154)

TENTANG QADHA’ DAN QADHAR

“Apakah di antara Qadha’ dan Qadar terdapat umum & khusus ?”

Istilah Qadha’ bila dimutlakkan, maka memuat makna Qadar dan sebaliknya istilah Qadar bila dimutlakkan, maka memuat makna Qadha’, Akan tetapi bila dikatakan “Qadha-Qadar”, maka ada perbedaan di antara keduanya. Hal ini banyak terjadi dalam bahasa Arab. Satu kata dapat bermakna yang luas ketika sendirian dan punya makna khusus bila disatukan (dikumpulkan). Sebagai contoh dapat dikatakan. “Bila keduanya bersatu maka berbeda dan bila ke duanya dipisah maka bersatu”. Maka kata Qadha’ dan Qadar termasuk dalam kondisi seperti ini, artinya bila kata Qadha’ dipisahkan (dari kata Qadar), maka memuat Qadar dan sebaliknya kata Qadar bila dipisahkan (dari kata Qadha’) maka memuat makna Qadha’. Akan tetapi ketika dikumpulkan, kata Qadha’ bermakna sesuatu yang ditetapkan Allah pada mahluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan maupun perubahannya. Sedangkan Qadar bermakna sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali. Inilah perbedaan antara kedua istilah tersebut. Maka Qadar ada lebih dahulu kemudian disusul dengan Qadha’.

(Disalin kitab Al-Qadha’ wal Qadar edisi Indonesia Tanya Jawab Tentang Qadha dan Qadar, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin’, terbitan Pustaka At-Tibyan)

note : artikel di atas telah dimuat dalam Labbaik, edisi : 025/th.03/Sya’ban-Ramadhan 1427H/2006M

Jumat, 21 Oktober 2011

Kiai Buta ''Penjaga'' Kitabullah

Hidayatullah.com— Matahari membakar panas ketika hidayatullah.com menyusuri Jalan Leuwiliang siang hari itu. Angin sejuk Bogor seakan tiada artinya. Hampir dua jam sudah perjalanan kami tempuh dari Depok dengan sepeda motor, alamat yang kami tuju belum jua sampai.

“Jalan masuk sebelah kanan setelah Pasar Leuwiliang,” jelas suara di seberang ponsel yang penulis hubungi.

Namun hingga ratusan meter melewati pasar itu, tak ada simpang tiga kami temui. Sebelum kembali ke arah semula, telpon saya berdering, dari Fathun Qarib, salah seorang yang akan kami temui.

Setelah menanyakan posisi kami, dia kemudian mengarahkan kami untuk balik arah. Kami akhirnya berjumpa, tak jauh dari Terminal Leuwiliang.

Saya bergegas menuju Bojong Abuya, lokasi pesantren yang akan kami kunjungi. Jalan yang kami lalui melewati kampung dan persawahan. Sekira lima kilometer mengikuti Fathun yang juga mengendarai roda dua bersama seorang lelaki paruh baya di belakangnya, barulah kami sampai ke tempat tujuan.

Ustad Tunanetra

Mungkin tidak cukup banyak orang yang mengenal ma’had ini. Namanya Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an (PPTQ) Manba’ul Furqan, sebuah lembaga pendidikan dengan lokasi hanya seluas 8000 meter persegi, kurang dari satu hektar, yang fokus mendidik santrinya menjadi para penghafal al-Qur’an.

Di ponpes ini tidak ada pembelajaran lain selain tahfidzul qur’an. Tak ada pendidikan formal, bahkan tahun ajaran pun tidak dikenal.

Kegiatan santri lebih banyak diisi dengan membaca dan menghafal al-Qur’an. Ahad (16/10/2011) siang itu ketika menyambangi tempat ini, tepat azan dhuhur akan segera berkumandang.

Selepas adzan, ada jeda waktu beberapa menit sebelum iqomah. Jeda waktu itu selain untuk sholat sunnah qobliyah, juga dimanfaatkan para santri untuk muroja’ah (mengulang-ulang hafalan).

Salah seorang santri, bahkan membaca ayat suci al-Qur’an yang dikeraskan ke luar masjid melalui loudspeaker. Santri lainnya membaca sendiri-sendiri.

Usai sholat dhuhur yang diimami Ustadz Abdullah Ma’shum Al Hafidz, kiai sekaligus pimpinan pondok, kembali dilakukan muroja’ah. Kali ini secara bersama-sama dipimpin langsung sang kiai yang dipanggil “ustadz” oleh santri-santrinya itu.

Sistem muroja’ah-nya terbilang unik. Sang kiai melafalkan sebuah ayat, dimulai dari satu lembar pada 10 juz pertama al-Qur’an. Selesai satu lembar, langsung loncat ke satu lembar di di 10 juz kedua, begitu pula kemudian ke 10 juz terakhir. Sebagai gambaran, jika yang pertama dibaca adalah lembar pertama pada juz 1, yang berikutnya adalah lembar pertama pada juz 11, lalu kemudian lembar awal di juz 21. Demikian seterusnya berlangsung hingga tuntas satu al-Qur’an. Muroja’ah seperti ini dilakukan tiap usai sholat wajib lima waktu. Total setiap hari pengulangan hafalan sebanyak satu setengah juz al-Qur’an.

Yang menarik dalam muroja’ah ini, tiap kali Ustadz Ma’shum memulai bacaan pada setiap lembarnya, para santri tidak langsung bisa mengikutinya karena masih harus mencari terlebih dahulu halaman yang dimaksud.

Sementara itu, sang kiai tersebut tidak melihat al-Qur’an. Bukan apa-apa, selain karena hafal letak halaman ayat demi ayat, pimpinan pondok ini adalah seorang tunanetra.

Ustadz yang hafal 30 juz al-Qur’an ini menderita buta bawaan sejak lahir. Penglihatannya agak sedikit membaik setelah melakukan operasi mata saat berusia 15 tahun (1967). Meski ketika melihat al-Qur’an harus sedekat mungkin, hafidz kelahiran Demak, 7 Januari 1952 itu kini sudah mampu berjalan sendiri tanpa dituntun.

Salah satu letak keistimewaan yang dianugerahkan Allah kepada pimpinan pondok tersebut ialah mampu menyimak bacaan empat santrinya yang menyetor hafalan sekaligus dalam waktu bersamaan.

Seperti yang penulis saksikan pada sore itu. Usai ashar adalah jadwal setoran hafalan. Setelah muroja’ah rutin, para santri duduk di sudut-sudut masjid. Empat orang kemudian maju ke sisi meja yang diletakkan di depan kiainya. Masing-masing santri yang akan menyetorkan hafalan ini membawa lembar kontrol hafalan berupa kertas hijau muda.

Keempat orang tersebut bukan bergantian menghafalkan ayat demi ayat di depan sang ustadz, melainkan langsung secara bersamaan. Ustadz Ma’shum sendiri bukannya asal menyimak bacaan para santrinya, justru dia benar-benar mendengarkannya secara seksama.

Dengan penglihatan yang tidak normal, pendengarannya seperti begitu tajam. Sekali-kali tangannya memukul pelan meja pertanda ada muridnya yang salah baca, sekali-kali kepala mengangguk pelan.

Jumlah setoran santrinya bervariasi, tidak ditentukan. Ada yang dua-tiga halaman, ada pula yang sampai satu juz, sebagaimana yang dituturkan Fathun Qarib yang juga kawan sekampung penulis di Balikpapan, Kalimantan Timur. Beberapa menit kemudian, keempat santri tadi undur diri dan digantikan hafidz lainnya yang sudah menunggu.

Terlahir sebagai orang buta bukan penghalang bagi pimpinan ke-6 PPTQ Manba’ul Furqan untuk menuntut ilmu. Baginya, motivasi terpenting dalam menghafal al-Qur’an adalah mengharapkan ridho Allah SWT.

“Kalau nggak begitu, salah!. Dengan kalamullah nanti akan mulia,” ujarnya kepada hidayatullah.com.

Pesan Guru

Ustadz Ma’shum sempat mengenyam pendidikan Sekolah Dasar namun hanya berlangsung sekira setengah tahun. Dia berhenti sekolah karena sering diganggu teman-temannya. Ma’shum juga ngaji di pesantren Salafiah tingkat dasar untuk anak-anak antara tahun 1961-1962. Selang sepuluh tahun kemudian dia baru mulai menghafal al-Qur’an di Pesantren Miftahul Huda, Demak (1972 -1975).

Cara dia “menjaga” ayat demi ayat dengan lisan bil lisan, mendengarkan orang lain membaca al-Qur’an, mengikutinya dan mengulang-ulangnya terus. Menurut Ustadz, menghafal kitab suci seperti berkomunikasi dengan al-Qur’an, terus dikenali ayat demi ayat.

Selesai menghafal, Ma’shum muda mengabdikan dirinya selama setahun (1976), membimbing santri tahfidz (penghafal) pemula di pondok yang sama. Selepas pengabdian, Ma’shum keliling ke beberapa daerah di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura.

Tujuannya menyetor sekaligus memperkuat hafalannya kepada para kiai hafidz terkenal di Pasuruan, Krapyak, Wonosobo, Kudus, Semarang dan Pekalongan (1977-1982). Nantilah pada tahun 1984 dia baru mulai merantau sendiri ke Jawa Barat setelah mendapat pesan dari salah satu gurunya untuk berjalan ke arah barat. Dalam perjalanannya, Ustadz Ma’shum saat itu minta kepada orangtuanya, Sarmin Thoyyib dan Sulasih untuk tidak menanggung biayanya.

Anak keempat dari delapan bersaudara itu memiliki tiga putra dan satu putri dari hasil pernikahannya selama 25 tahun dengan Muyati (46), wanita Sunda asal Leuwiliang. Memimpin PPTQ Manba’ul Furqan sejak 1990 lalu sebagai pemangku amanah keenam.

Meski ditapuk sebagai “kiai” pesantren, tapi dia tetap bersahaja. Cara berpakaiannya biasa saja. Dia hanya berharap dengan adanya pondok ini bisa melahirkan penghafal al-Qur’an yang bisa bersaing.

“Ke depannya pengen punya alumni yang berkualitas, tersebar di mana saja,” harapnya.

Meskipun menurutnya selama ini tidak ada perhatian dari pemerintah, tapi Ustadz Ma’shum tetap optimis ponpesnya akan tetap eksis.

Biasanya keluarga besar pesantren ini yang membantu memberi sumbangan. Untuk makan, 30 santrinya diberi kebebasan untuk makan di mana. Ada yang ke warung yang letaknya puluhan meter, ada pula yang masak sendiri. Menurut salah seorang santri, pihak pondok hanya bisa menyediakan beras dan peralatan masak.

Di Ma’had yang didirikan oleh KH. Sholeh Iskandar pada 1988 itu sendiri, terhitung mulai tahun 1992 sudah mengadakan wisuda santri sebanyak 18 kali. Untuk diwisuda pun, santri cukup melapor kepada pimpinan. Beberapa waktu sebelum wisuda, para wisudawan akan di-sima’ (didengarkan) hafalannya oleh para santri.

Saat ini, pesantren yang setengah wilayahnya dimanfaatkan sebagai areal sawah dan perkebunan itu sedang berusaha memperluas wilayahnya dengan meluncurkan program “Wakaf Berjama’ah Pembebasan Tanah“.

Sebuah gedung siang itu terlihat sedang dalam proses pembangunan. Beberapa bangunan pondok termasuk masjid utamanya yang penulis lihat perlu perbaikan. Bagi siapa saja yang berminat untuk turut berpartisipasi dalam proyek amal sholeh ini, bisa mengunjungi langsung ponpes tersebut atau menghubungi salah satu panitia atas nama Sugeng di nomor kontak 08567864203.

Menurut Fathun, santri berjenggot lebat yang merangkap sebagai “asisten” kiai, PPTQ Manba’ul Furqan diresmikan oleh Moh. Natsir. Pada sebuah prasasti yang terpampang di dinding luar masjid pondok ini, tercantum tanda tangan dalam bahasa Arab atas nama Tokoh Nasional kemerdekaan Indonesia tersebut.

Meski hanya beberapa jam silaturrahim di tempat ini, penulis serasa ingin bertahan lama. Kawasannya yang tenang meski berbaur dengan masyarakat, hamparan sawahnya, para santrinya yang lebih sering terlihat membawa al-Qur’an dan kiainya yang buta tapi hafal al-Qur’an.

Pondok ini, selain serasa menenangkan lahir dan batin, juga begitu memotivasi penulis dan Imam Muhammad, kawan yang menemani saya ke ma’had tersebut untuk terus dekat dengan al-Qur’an. Terus berjuang Ustadz!*


Untuk melihat foto-fotonya, klik ke album galleri hidayatullah.com.

Berkurban: Antara Manifestasi Keta’atan dan Tanggungjawab Sosial

Oleh: Ahmad Arif Ginting

HARI raya Idul Adha atau lebih dikenal dengan Idul Qurban beberapa saat lagi kan menjelang. Pada hari itu, setelah shalat Id, sampai tiga hari berikutnya yakni 11, 12, dan 13 Dzulhijjah, ummat Islam yang berkemampuan diperintahkan untuk menyembelih hewan kurban, baik berupa sapi ataupun domba.

Penyembelihan hewan kurban pada hari Idul Adha secara historis adalah merujuk pada puncak keta’atan Nabi Ibrahim kepada Allah. Ia tunaikan perintah Allah untuk menyembelih putranya sendiri, Isma’il. Melalui mimpi, Allah perintahkan Ibrahim untuk menyembelih putra kesayangan yang telah lama ia nantikan kehadirannya. Mimpi yang berulang datangnya itu ia yakini sebagai titah yang harus dilaksanakan.

Penyembelihan hewan kurban pada hari raya Idul Adha merupakan wasilah (sarana) dan thariqah (cara) pelestarian millah (agama) Ibrahim, meski sebenarnya perintah untuk berkurban juga telah ada sejak zaman Nabi Adam. Saat itu, kedua putranya Qabil dan Habil diperintahkan untuk melaksanakan kurban sebagai bentuk ketundukan kepada Allah. Penyembelihan hewan kurban juga merupakan syari’at yang ditetapkan bagi Nabi Muhammad dan ummatnya, dengan merujuk kepada peristiwa Nabi Ibrahim yang mengorbankan putranya Isma’il.

Penetapan syari’at berkurban setelah rentang ribuan tahun peristiwa Ibrahim, menjadi media untuk menghapuskan penyimpangan pelaksanaan kurban yang tidak ditujukan kepada Allah. Banyak kalangan dalam masyarakat melakukan kurban yang mengarah kepada kemusyrikan. Termasuk kemunculan tradisi yang terjadi pada zaman jahiliyah, yaitu banyaknya masyarakat Arab kala itu yang mengubur hidup-hidup anak perempuannya. Padahal, peristiwa kurban yang dilakukan Ibrahim memperlihatkan puncak keta’atan kepada Allah, bukan malah seblaiknya.

Perspektif Fiqh

Dalam bahasa Arab, kurban bersal dari akar kata qaraba -yuqaribu –qurbanan, yang memiliki arti menghampirkan atau mendekatkan. Melakukan kurban menurut syari’at islam adalah menyembelih hewan atau binatang –kambing, unta, sapi dan atau karbau- dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt. Hal ini dilakukan merujuk pada ayat-Nya, “Sesunggunya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka, dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah....”(QS. Al Kautsar; 1-3). Hal ini kemudian dipertegas Rasulullah dengan ungkapannya, “Barangsiapa yang memperoleh kelapangan, namun ia tidak berkurban, janganlah ia menghampiri tempat shalat kami.”

Berdasarkan kedua dalil naqli di atas, mayoritas ulama berpendapat bahwa menyembelih hewan kurban adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) bagi setiap muslim yang mampu. Dan waktu penyembelihan adalah pada hari “H” plus tiga hari tasyriq setiap tahunnya.

Dengan demikian, semangat kurban merupakan salah satu ajaran Islam yang bertujuan menguji keimanan seseorang dan tingkat cintanya kepada Allah. Apakah harta dan segala yang ia miliki memalingkan dirinya dari Allah. Meski sebenarnya, cinta kepada harta maupun anak-anak merupakan fitrah, tetapi seharusnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya diletakkan di atas itu semua (lihat QS Al Taubah; 24).

Dalam sejarah Islam, banyak sahabat-sahabat Nabi yang membuktikan cinta mereka dengan berkurban demi mendapatkan cinta Allah dan rasul-Nya, meski harus meregang nyawa. Merekalah para syuhada, salaf shalih, dan mereka itulah nanti yang akan memperoleh derajat tinggi di sisi Rabb mereka.

Utsman bin Affan, umpamanya, telah mengukir sejarah awal Islam dengan tinta emas. Pada zaman Abu bakar Al shiddiq, terjadi musim paceklik yang sangat memprihatinkan. Banyak orang kesulitan mendapatkan bahan makanan, kemudian mengadukan perihal mereka kepada sang Khalifah, dan khalifah pun meminta mereka bersabar. Namun tak lama waktu berselang, tiba iring-irngan unta dari Syam membawa gandum, minyak goreng dan bahan pangan lainnya.

Lalu Utsman membagikan gandum dan hartanya itu secara cuma-cuma -tanpa pretense apapun- kepada penduduk yang sedang kekurangan hingga tak seorang pun yang luput. Itulah contoh pengorbanan seorang sahabat Nabi. Pengorbanan itu bukan hanya sebatas seekor kambing, tetapi yang lebih penting adalah mengorbankan hawa nafsu kebinatangan yang membelenggu setiap manusia; nafsu serakah, sifat kikir, dan nafsu menerabas, menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan.

Hikmah dan Rahasia

Pakar tafsir kontemporer, Abdullah Yusuf Ali dalam masterpicenya The Holy Qur’an; Translation andf commentary, menjelaskan bahwa ibadah kurban memiliki makna spiritual dan dampak sosial. Ibadah ini lebih merupakan ungkapan syukur, maka bacaan takbir justru lebih penting dari prosesi penyembelihan itu sendiri. Artinya, karena kurban itu merupakan manifestasi keimanan seseorang, bukanlah wujud kurbannya lebih dipentingkan, melainkan nilai dan motivasi orang itu menjalankannya.

Selain itu, kurban juga menjadi ungkapan kasih sayang, cinta dan simpati mereka yang berpunya kepada kaum papa. Pasalnya, kurban ini tidak sama dengan upacara persembahan agama-agama lain. Hewan kurban tidak kemudian dibuang dalam altar pemujaan dan tidak pula dihanyutkan di sungai, malah daging kurban dinikmati bersama baik oleh orang yang berkurban maupun orang-orang miskin di sekitarnya.

Ulama besar Imam Al Ghazali jauh-jauh hari telah mengingatkan kita semua bahwa penyembelihan hewan kurban menyimbolkan penyembelihan sifat kehewanan manusia. Oleh karena itu, kurban semestinya bisa pula mempertajam kepekaan dan tanggungjawab sosial (social responsibility). Dengan menyisihkan sebagian pendapatan untuk berkurban diharapkan timbul rasa kebersamaan di masyarakat.

Dari sedikit penjelasan di atas, dapat difahami bahwa kurban memiliki makna yang luas dalam kehidupan, terutama dalam rangka meningkatkan solidaritas, kesetiakawanan sosial dan introspeksi. Paling tidak, ada dua dimensi yang ditekankan di sini, yaitu hablum minallah dan hablum minannas. Kurban disyari’atkan sebagai bentuk kepatuhan, keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Hewan yang disembelih bukan berarti tumbal kepada sang khlaiq. Yang dipersembahkan kepada Allah, esensinya hanyalah ketakwaan; lan yanalallah luhumuha wala dimauha, walakin lanaluhu al taqwa.....”, tegas-Nya.

Sedangkan dimensi kedua, secara horisontal, kurban sebagai bagian dari upaya menumbuhkan kepekaan sosial terhadap sesama anak bangsa, khususnya kepada golongan yang lemah atau mereka yang dilemahkan (baca; dizhalimi) dan tertindas.

Ibadah kurban pun mengajarkan kepada manusia utuk rela brkorban demi kepentingan yang lebih universal baik kepentingan agama, bangsa, maupun kemanusiaan.

Dipenghujung tulisan ini, sekali lagi, ibadah kurban adalah manifestasi keimanan dan simbol perlawanan terhadap syetan dan hawa nafsu yang hadir lewat iming-iming harta dan kekuasaan. Mampukah kita “menyembelih” semua ujian itu guna mewujudkan kebersamaan serta membebaskan negeri ini dari keterpurukan? Semoga.

Penulis adalah delegasi khusus Pemuda Aceh & panelist speaker dalam “1st Conference on Cultural Cooperation among the Muslim Youth”, Turki, 5-11 Agustus 2005

Kamis, 20 Oktober 2011

Tidur Ala Nabi, Selain Sehat juga Berkah!

SUNGGUH suatu kenikmatan luar biasa menjadi seorang Muslim. Semua aktivitasnya bernilai pahala dan membawa keberkahan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan hal-hal yang dianggap biasa pun oleh manusia pada umumnya, dalam Islam tetap terdapat teladan dan aturan-aturan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Satu di antaranya adalah perihal tidur. Dalam Islam, aktivitas tidur menandakan tanda-tanda kekuasaan Allah yang begitu agung. Allah menciptakan malam untuk istirahat, dan siang untuk beraktivitas (‘jihad’). Maka bagi seorang Muslim, malam dan siang juga menjadi kesempatan istimewa untuk khusyuk beribadah kepada-Nya serta bekerja dengan penuh kesungguhan.

Tetapi bagaimana tidur yang berkualitas, tidur yang benar-benar memberikan manfaat langsung baik pada fisik maupun psikis, inilah yang banyak belum diperhatikan oleh kebanyakan umat Islam.

Hakikat dan Fungsi Tidur

Tidur sangat membantu terciptanya keseimbangan dalam kehidupan individu. Dengan demikian tidur tentu bukan perkara yang sepele. Justru ketika melihat fungsi dan peran tidur bagi kehidupan dan kesehatan manusia, sudah sewajarnya kita memperhatikannya dengan seksama.

Al-Qur’an sendiri menjelaskan bahwa tidur itu perlu dan penting, utamanya untuk kesehatan.

وَجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتاً

“Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat.” (QS. 78: 9).

Pernyataan Allah SWT ini jauh melebihi batas perkembangan ilmu pengetahuan. Di mana setelah itu, dalam perkembangan ilmu medis ikut menyebutkan, salah satu cara paling efektif dalam menjaga kesehatan adalah tidur (istirahat) yang cukup.
Menurut medis, tidur yang cukup sangat membantu penguatan sistem kekebalan tubuh pada manusia.

Bahkan Dr. Tauhid Nur Azhar dalam bukunya, “Jangan ke Dokter Lagi!” menyatakan bahwa, yang terpenting dan harus diperhatikan secara seksama ialah sistem kekebalan tubuh. Sebab dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat fisik akan terjamin bebas dari berbagai penyakit.

Oleh karena itu tidur adalah perkara penting dalam keseharian kita. Kurang tidur yang terus-menerus kita alami akan menjadikan sistem imun manusia mengalami pelemahan. Khusus pada orang dewasa, kurang tidur bisa menyebabkan lemahnya kinerja sistem kekebalan tubuh (imun).

Sementara itu tidur yang cukup selain akan sangat membantu kita mengurangi rasa letih dan lesu juga akan mengurangi perasaan jengkel, kesal. Sebaliknya akan menstimulasi munculnya perasaan dan pikiran yang positif.

Tidurnya kaum Muslim

Kapan saat tepat kita harus tidur? Dan bagaimana cara kaum Muslim tidur?

Jika mengacu pada sistem kerja organ vital tubuh maka tidur yang baik adalah pada awal-awal malam, sekitar jam 8 malam. Sebab empedu aktif bekerja antara jam 11 malam hingga jam 1 dini hari. Sementara hati, mulai aktif bekerja mulai jam 1 malam.

Apabila pada jam-jam tersebut kita masih belum tidur, apalagi masih asyik makan-makan maka sebenarnya kita telah merusak alur tubuh kita sendiri.

Jadi upayakan untuk tidak tidur larut malam, apalagi begadang. Selain akan mengurangi kualtias tidur juga berpotensi merusak sistem kerja tubuh kita sendiri.
Fakta ini berkorelasi positif dengan hadis nabi yang memerintahkan umat Islam untuk bersegera tidur setelah sholat Isya.

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘allaihi wasallam membenci tidur malam sebelum (sholat Isya) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya (begadang).” [HR Bukhari dan Muslim)

Salah satu tanda kecintaan kita kepada Nabi kita adalah mencintai dan melakukan apa yang telah dikerjakan, termasuk tidurnya Rasulullah.

Semua perilaku Nabi dalam kesehariannya adalah teladan (uswah) yang baik. Berarti semua itu memberikan banyak manfaat dalam kehidupan kita.

Salah satu yang utama yang perlu kita ketahui dan kita teladani adalah perkara tidurntya Rasulullah saw.

Pertama, Rasulullah senantiasa berwudhu dahulu sebelum tidur.

“Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan sholat.” (HR. Al-Bukhari)

Kedua, Berdoa sebelum tidur. Doa adalah senjata seorang Muslim. Oleh karena itu dalam segala hal, termasuk tidur hendaklah diawali dengan doa dan dzikir.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa tidur di suatu tempat tanpa berdzikir kepada Allah, maka ia pun akan mendapatkan hal yang dia sesali dari Allah.” (HR. Abu Dawud).

Aisyah ra juga meriwayatkan bahwa, ‘Apabila Rasulullalh menuju pembaringannya setiap malam, beliau mempertemukan kedua ltelapak tangannya, lalu meniupnya sambil membaca: “Qul huwallahu Ahad,” “Qul A’uudzu bi Rabbil falaq,” dan “Qul A’udzu birabbinnas,” kemudian mengusapkan kedua telapak tangannya ke sekujur tubuhnya, dimulai dari kepala dan wajahnya serta tubuh bagian depan. Demikian beliau mengulanginya sebanyak tiga kali. (HR. Bukhari Muslim, Tirmidzi, Ibn Majah, dan Abu Dawud).

Ketiga, miring ke kanan dengan menghadap qiblat

Hendaknya mendahulukan posisi tidur di atas sisi sebelah kanan (rusuk kanan sebagai tumpuan) dan berbantal dengan tangan kanan, tidak mengapa apabila setelahnya berubah posisinya di atas sisi kiri (rusuk kiri sebagai tumpuan). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: “Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR. Al-Bukhari).

Riset ilmiah dunia medis menjelaskan bahwa ada keuntungan besar yang didapat ketika seseorang tidur miring ke kanan.

Di antaranya ialah menghalangai tekanan hati yang berlebihan pada lambung. Dapat mempercepat pengeluaran cairan di usus dan usus dua belas jari, berkat adanya gaya gravitasi, sebab mulut lambung menghadap ke bawah.

Selain itu juga mempermudah proses kerja batang tenggorokan sisi kiri, dimana organ ini dapat dengan cepat menghasilkan cairan lendir. Juga membuat rileks gerak jangung dan lambung, atau mengurangi tekanan pada keduanya.
Keempat, meletakkan tangan kanan di bawah pipi kanan

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila tidur meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanannya.” (HR. Abu Dawud).

Jadi, saatnya kita kembali memperhatikan tauladan kita dalam segala hal, terkhusus dalam hal tidur. Sebab tidur dalam Islam bukan sekedar memejamkan mata dan lelap dalam kelelahan tanpa nilai tambah atau keunggulan. Tidur dalam Islam adalah satu fase yang harus memberikan spirit baru untuk lebih produktif dalam berkarya untuk mewujudkan kesejahteraan umat manusia.

Dan pasti, tidak ada yang dicontohkan nabi kecuali terjamin dan terbukti unggul dan berpahala. Tidur seperti nabi adalah tidur yang sehat dan berpahala. Oleh karena itu, marilah kita teladani cara beliau dalam tidur. Semoga tidur kita adalah tidur yang bernilai pahala membawa berkah dalam kehidupan kita sehari-hari.

Hanya perlu diingat, meski tidur (istirahat) itu penting, Rasulullah dan ulama-ulama salaf berbeda dengan kita. Rasulullah dan para ulama sedikit makan, sedikit bicara dan sedikit tidur, karena waktu 2/3 malamnya digunakan menangis di hadapan Allah. Sementaranya bedanya dengan kita semua “sedikit-sedikit” makan, “sedikit-sedikit” bicara dan “sedikit-sedikit” tidur. Wallahu a’lam./Iman Nawawi