Senin, 30 Januari 2012

Ada Air di Wilayah Gelap Bulan


NASA
Citra kutub selatan Bulan yang memiliki wilayah gelap permanen.

Astronom akhirnya mengetahui bahwa daerah Bulan yang gelap total punya tekstur lebih halus, berpori, dan memiliki material seperti tepung yang mengandung air. Fakta tersebut terungkap lewat Lyman Alpha Mapping Project di Lunar Reconaissance Orbiter, wahana antariksa milik NASA yang mengelilingi Bulan.


Wilayah Bulan yang gelap total selama ini masih sulit dicitrakan. Untuk mampu menguak rahasianya, astronom memakai emisi lyman alfa. Emisi lyman alfa bekerja dengan memantulkan atom hidrogen yang tersebar di Tata Surya, termasuk di kutub Bulan di mana terdapat wilayah gelap total. Data yang didapatkan lalu dikalibrasi. Berdasarkan hasil analisis data, astronom mengungkap bahwa wilayah daerah Bulan yang gelap total lebih gelap dari daerah lainnya.

"Penjelasan terbaik kami, perbedaan reflektansi ini karena permukaannya lebih berpori dan halus," kata Kurt Rutherford dari Southwest Research Institute di Texas. "Ini tersusun atas material yang serupa bubuk atau tepung," tambah Rutherford seperti dikutip situs Space.com, Kamis (19/1/2012).

Menurut Rutherford, wilayah Bulan yang gelap total lebih berpori dan halus karena adanya air. Ada partikel air yang bergerak memunculkan pori-pori.

Studi sebelumnya menunjukkan bahwa lintang rendah Bulan punya 0,5 persen air dalam bentuk es. Studi terbaru menunjukkan bahwa bayang-bayang Bulan punya 2 persen air. Hasil penelitian ini menambah keyakinan bahwa Bulan yang awalnya diduga kering kerontang ternyata punya air. Adanya air ini sangat bermanfaat bagi astronom yang nanti mungkin akan mendarat di Bulan.
SPACE

Minggu, 29 Januari 2012

NASA Kembali Bantah Keberadaan UFO


Ahli teori konspirasi alien kembali menggunakan gambar-gambar dari NASA untuk membuktikan badan antariksa itu sedang menutup-nutupi perihal UFO. Bagaimana?

Kali ini, ‘senjata’ yang digunakan para ahli adalah video rekaman teleskop yang ada pada pesawat luar angkasa STEREO-B NASA yang sedang ‘parkir’ di sisi matahari yang memberi pandangan 360 derajat pada sistem tata surya bagian dalam.
Video ini menampilkan Venus, Bumi dan sebuah obyek segitiga yang mengarah ke Bumi. “Membandingkannya dengan obyek planet yang pernah terlihat teleskop, obyek ini sangat besar,” kata pengguna YouTube ‘BeePeeOilDisaster’ mengomentari video yang direkam pada 27-29 Desember tahun lalu itu.

Berita ‘ralat’ dari NASA kemudian cepat muncul setelahnya. Beberapa hari kemudian, ilmuwan NASA memperbarui situs STEREO dengan gambar yang lebih baru. Ini bukan pertama kalinya pemburu alien menemukan apa yang diyakini sebagai UFO.

“Fitur aneh pada video ini merupakan Venus yang memasuki medan pandang dari kiri bawah,” kata para ilmuwan NASA saat ‘meralat’ video itu seperti dikutip Foxnews.

Bagaimana menurut Anda?

Sabtu, 28 Januari 2012

Penemuan Tembok Ya`juj dan Ma`juj


Yang menjadi bahasan kali ini adalah mengenai kaum barbar yang diberi nama Ya’juj dan Ma’juj. Kaum ini adalah kaum yang kasar dan biadab. Jika mereka melewati sebuah perkampungan, mereka pun membabat semua yang menghalangi dan merusak atau bila perlu membunuh penduduk. Karenanya, ketika Dzulkarnain datang, penduduk minta dibuatkan benteng agar mereka (Ya`juj dan Ma`juj) tidak dapat menembus dan mengusik ketenangan penduduk.


Untuk lebih jelasnya berikut ini diberikan uraian lengkapnya:

1. Asal usul

Kata Ya’juj dan Ma’juj berasal dari kata ajja atau ajij dalam wazan Yaf’ul; kata ajij artinya nyala api. Tetapi kata ajja berarti pula asra’a, maknanya berjalan cepat. Itulah makna yang tertera dalam kamus Lisanul ’Arab. Ya’juj dan Ma’juj dapat pula diibaratkan sebagai api menyala dan air bergelombang, karena hebatnya gerakan.

Ya’juj dan Ma’juj diuraikan dua kali dalam Al-Qur`an. Yang pertama diuraikan dalam surat Al-Kahfi, sehubungan dengan uraian tentang gambaran Dajjal. Menjelang berakhirya surat Al-Kahfi, diuraikan tentang perjalanan Raja Dzulkarnain ke berbagai jurusan untuk memperkuat tapal-batas kerajaannya.


Di antara tanda kiamat Kubra adalah keluarnya Ya’juj dan Ma’juj dari kurungannya. Keluarnya mereka sebagai tanda kiamat Kubra akan terjadi dan wajib kita imani karena dalil-dalil telah jelas menetapkannya. Adapun tanda kiamat Kubra, di antaranya disebutkan dalam hadits Hudzaifah bin Usaid Al-Ghifari RA:

Rasulullah melihat kami ketika kami tengah berbincang-bincang. Beliau berkata: “Apa yang kalian perbincangkan?” Kami menjawab: “Kami sedang berbincang-bincang tentang hari kiamat.” Beliau berkata: “Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kalian lihat sebelumnya sepuluh tanda.” Beliau menyebutkan: “Dukhan (asap), Dajjal, Daabbah, terbitnya matahari dari barat, turunnya Isa as, Ya’juj dan Ma’juj, dan tiga khusuf (dibenamkan ke dalam bumi) di timur, di barat, dan di jazirah Arab, yang terakhir adalah api yang keluar dari Yaman mengusir (menggiring) mereka ke tempat berkumpulnya mereka.” (HR. Muslim no. 2901)

Selain itu, Ya`juj dan Ma`juj dalam hadits dari Zainab Binti Jahsh (isteri Nabi SAW), di jelaskan; “Nabi SAW bangun dari tidurnya dengan wajah memerah, kemudian bersabda; “Tiada Tuhan selain Allah, celakalah bagi Arab dari kejahatan yang telah dekat pada hari kiamat, (yaitu) telah dibukanya penutup Ya`juj dan Ma`juj seperti ini!” beliau melingkarkan jari tangannya. (Dalam riwayat lain tangannya membentuk isyarat 70 atau 90), Aku bertanya; “Ya Rasulullah SAW, apakah kita akan dihancurkan walaupun ada orang-orang shalih ?” Beliau menjawab; “Ya, Jika banyak kejelekan.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim)


Sedangkan Allah SWT berfirman tentang Ya`juj dan Ma`juj ini:

“Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya`juj dan Ma`juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (Hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata); “Aduhai celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim” (QS. Al-Anbiyaa` [21] : 96)

Mengenai garis asal usul tentang siapa sebenarnya kaum ini para ulama telah berbeda pendapat, namun mereka sepakat bahwa Ya`juj dan Ma`juj termasuk spesies manusia. Ada yang menyebutkan dari sulbi Adam AS dan Hawa atau dari Adam AS saja. Ada pula yang menyebut dari sulbi Nabi Nuh AS dari keturunan Syis/At-Turk menurut hadits Ibnu Katsir. Sebagaimana dijelaskan dalam tarikh, Nabi Nuh AS mempunyai tiga anak, Sam, Ham, Syis/At-Turk. Ada lagi yang menyebut keturunan dari Yafuts Bin Nuh. Menurut Al-Maraghi, Ya`juj dan Ma`juj berasal dari satu ayah yaitu Turk, Ya`juj adalah At-Tatar (Tartar) dan Ma`juj adalah Al-Maghul (Mongol), namun keterangan ini tidak kuat.

2. Ciri-ciri kaum Ya`juj dan Ma`juj

Walaupun mereka dari jenis manusia keturunan Nabi Adam, namun mereka memiliki sifat khas yang berbeda dari manusia biasa. Ciri utama mereka adalah perusak dan jumlah mereka yang sangat besar sehingga ketika mereka turun dari gunung seakan-akan air bah yang mengalir, tidak pandai berbicara dan tidak fasih, bermata kecil (sipit), berhidung kecil, lebar mukanya, merah warna kulitnya seakan-akan wajahnya seperti perisai dan sifat-sifat lain.


Mengenai ciri-ciri mereka terdapat sebuah hadits di Musnad Imam Ahmad (5/271), Al-Haetsami di Majmauz Zawaid (8/9) berkata tentangnya: “Rawi-rawinya adalah rawi-rawi Ash-Shahih.” Hadits tersebut menjelaskan bahwa mereka berwajah lebar seperti tameng yang menonjol dengan rambut merah kecoklatan, mata sipit, datang dengan cepat dari tempat yang tinggi.


Selain itu Rasulullah SAW berkhutbah dalam keadaan jarinya terbalut karena tersengat kalajengking. Beliau bersabda:


“Kalian mengatakan tidak ada musuh. Padahal sesungguhnya kalian akan terus memerangi musuh sampai datangnya Ya’juj dan Ma’juj, lebar mukanya, kecil (sipit) matanya, dan ada warna putih di rambut atas. Mereka mengalir dari tempat-tempat yang tinggi, seakan-akan wajah-wajah mereka seperti perisai” (HR. Ahmad)

3. Sifat dan kelakuan kaum Ya`juj dan Ma`juj

Dalam surat Al-Kahfi, Allah menjelaskan bahwa Ya’juj Ma’juj dikurung oleh Dzulkarnain dengan baja karena mereka berlaku biadab dan berbuat kerusakan di muka bumi, sehingga mereka tidak bisa keluar darinya sampai tiba saatnya janji Allah.

Firman Allah SWT:

“Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. Mereka berkata: ‘Hai Dzulqarnain, sesungguhnya Ya’juj wa-Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka.’ Dzulqarnain berkata: ‘Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka. Berilah Aku potongan-potongan besi.’ Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulqarnain: ‘Tiuplah (api itu)’, hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: ‘Berilah Aku tembaga (yang mendidih) agar aku tuangkan ke atas besi panas itu.’ Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya. Dzulqarnain berkata: ‘Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar.” (QS. Al-Kahfi: 93-98).

Mereka tidak akan keluar darinya sebelum janji Allah tiba, dan itu terjadi di akhir zaman sebagai tanda Kiamat yang sudah diambang pintu. Mereka keluar setelah Isa turun dan membunuh Dajjal. Keluarnya mereka dari kurungan memiliki cerita tersendiri yang disebutkan oleh Imam At-Tirmidzi dalam hadits no. 3153 dan Ibnu Majah no. 4131 dari Abu Hurairah, dan dishahihkan oleh Al-Albani di Silsilah Shahihah no. 1735. Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj membongkarnya setiap hari, sampai ketika mereka hampir melihat cahaya matahari. Pemimpin mereka berkata: ‘Kita pulang, kita teruskan besok’. Lalu Allah mengembalikannya lebih kuat dari sebelumnya. Ketika masa mereka telah tiba dan Allah ingin mengeluarkan mereka kepada manusia, mereka menggali, ketika mereka hampir melihat cahaya matahari, pemimpin mereka berkata: ‘Kita pulang, kita teruskan besok insya Allah Ta’ala’. Mereka mengucapkan insya Allah. Mereka kembali ke tempat mereka menggali, mereka mendapatkan galian seperti kemarin. Akhirnya mereka berhasil menggali dan keluar kepada manusia. Mereka meminum air sampai kering dan orang-orang berlindung di benteng mereka. Lalu mereka melemparkan panah-panah mereka ke langit dan ia kembali dengan berlumuran darah. Mereka berkata: ‘Kita telah mengalahkan penduduk bumi dan mengungguli penghuni langit.”


Pembicaraan tentang Ya’juj wa-Ma’juj ini ditutup dengan sebuah hadits An-Nawas bin Sam’an di Shahih Muslim (Mukhtashar Shahih Muslim no. 2048). Dari hadits ini kita mengetahui banyak hal tentangnya.

Rasulullah bersabda: Ketika Isa dalam kondisi demikian, Allah mewahyukan kepada Isa bin Maryam: ‘Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba-Ku, tak seorang pun mampu memerangi mereka, maka bawalah hamba-hamba-Ku berlindung di Ath-Thur’. Lalu Allah mengeluarkan Ya’juj wa-Ma’ juj, dan mereka mengalir dari segala penjuru. Rombongan pertama melewati danau Thabariyah dan meminum airnya. Rombongan terakhir menyusul sementara air danau telah mengering, mereka berkata: ‘Sepertinya dulu di sini pernah ada air’. Nabi Isa AS dan teman-temannya dikepung sehingga kepala sapi bagi mereka lebih berharga daripada 100 dinar, lalu Nabi Isa AS dan kawan-kawan berdoa kepada Allah. Lalu Allah mengirim ulat di leher mereka, maka mereka mati bergelimpangan seperti matinya jiwa yang satu. Kemudian Allah menurunkan Nabi Isa dan kawan-kawannya ke bumi, maka tidak ada sejengkal tempat pun di bumi kecuali dipenuhi oleh bau busuk mereka. Lalu Nabiyullah Isa as dan teman-temannya berdoa kepada Allah, kemudian Allah menurunkan hujan deras yang mengguyur seluruh rumah, baik yang terbuat dari tanah atau kulit binatang. Hujan itu membasuh bumi sehingga ia seperti cermin yang berkilauan.”

4. Kisah mereka dan Raja Dzulkarnain

Ya-juj dan Ma-juj adalah kaum yang banyak keturunannya. Menurut mitos, mereka tidak mati sebelum melihat seribu anak lelakinya membawa senjata. Mereka taat pada peraturan masyarakat, adab dan pemimpinnya. Ada yang menyebut mereka berperawakan sangat tinggi sampai beberapa meter dan ada yang sangat pendek sampai beberapa centimeter. Konon, telinga mereka panjang, tapi ini tidak berdasar. Pada Al-Qur`an surat Al-Kahfi [18] ayat 94, Ya-juj dan Ma-juj adalah kaum yang kasar dan biadab, sebagaimana bunyi kalimat berikut: “Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj[892] itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?”

Jika mereka melewati perkampungan, membabad semua yang menghalangi dan merusak atau bila perlu membunuh penduduk. Karenya, ketika Dzulkarnain datang, mereka minta dibuatkan benteng agar mereka tidak dapat menembus dan mengusik ketenangan penduduk. Siapakah Dzulkarnain ? Menurut versi Barat, Dzulkarnain adalah Iskandar Bin Philips Al-Maqduny Al-Yunany (orang Mecedonia, Yunani). Ia berkuasa selama 330 tahun. Membangun Iskandariah dan murid Aristoteles. Memerangi Persia dan menikahi puterinya. Mengadakan ekspansi ke India dan menaklukan Mesir.

Menurut Asy-Syaukany, pendapat di atas sulit diterima, karena hal ini mengisyaratkan ia seorang kafir dan filosof. Sedangkan al-Quran menyebutkan; “Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu” (QS. Al-Kahfi [18] : 84). Menurut sejarawan muslim Dzulkarnain adalah julukan Abu Karb Al-Himyari atau Abu Bakar Bin Ifraiqisy dari daulah Al-Jumairiyah (115 SM–552 M).


Kerajaannya disebut At-Tababi’ah. Dijuluki Dzulkarnain (Pemilik dua tanduk), karena kekuasaannya yang sangat luas, mulai ujung tanduk matahari di Barat sampai Timur. Menurut Ibnu Abbas, ia adalah seorang raja yang shalih. Ia seorang pengembara dan ketika sampai di antara dua gunung antara Armenia dan Azzarbaijan. Atas permintaan penduduk, Dzulkarnain membangun sebuah benteng. Dia meminta bijih besi dicurahkan ke lembah antara dua bukit. Lalu minta api dinyalakan sampai besi mencair. Maka jadilah tembok logam yang licin tidak bisa dipanjat.

Para arkeolog menemukan benteng tersebut pada awal abad ke-15 M, di belakang Jeihun dalam ekspedisi Balkh dan disebut sebagai “Babul Hadid” (Pintu Besi) di dekat Tarmidz. Timurleng pernah melewatinya, juga Syah Rukh dan ilmuwan German Slade Verger. Arkeolog Spanyol Klapigeo pada tahun 1403 H. Pernah diutus oleh Raja Qisythalah di Andalus ke sana dan bertamu pada Timurleng. “Babul Hadid” adalah jalan penghubung antara Samarqindi dan India.

5. Beberapa penelitian tentang tembok Ya`juj dan Ma`juj

Abdullah Yusuf Ali dalam tafsir The Holy Qur’an menulis bahwa di distrik Hissar, Uzbekistan, 240 km di sebelah tenggara Bukhara, ada celah sempit di antara gunung-gunung batu. Letaknya di jalur utama antara Turkestan ke India dengan ordinat 38oN dan 67oE. Tempat itu kini bernama buzghol-khana dalam bahasa Turki, tetapi dulu nama Arabnya adalah bab al hadid. Orang Persia menyebutnya dar-i-ahani. Orang Cina menamakannya tie-men-kuan. Semuanya bermakna pintu gerbang besi.

Hiouen Tsiang, seorang pengembara Cina pernah melewati pintu berlapis besi itu dalam perjalanannya ke India di abad ke-7. Tidak jauh dari sana ada danau yang dinamakan Iskandar Kul. Di tahun 842 Khalifah Bani Abbasiyah, al-Watsiq, mengutus sebuah tim ekspedisi ke gerbang besi tadi. Mereka masih mendapati gerbang di antara gunung selebar 137 m dengan kolom besar di kiri kanan terbuat dari balok-balok besi yang dicor dengan cairan tembaga, tempat bergantung daun pintu raksasa. Persis seperti bunyi surat Al Kahfi. Pada Perang Dunia II, konon Winston Churchill, pemimpin Inggris, mengenali gerbang besi itu.

6. Perkiraan lokasi tembok Ya`juj dan Ma`juj berada

Apa pun tentang keberadaan dinding penutup tersebut, ia memang terbukti ada sampai sekarang di Azerbaijan dan Armenia. Tepatnya ada di pegunungan yang sangat tinggi dan sangat keras (pegunungan Kaukasus). Ia berdiri tegak seolah-olah diapit oleh dua buah tembok yang sangat tinggi. Tempat itu tercantum pada peta-peta Islam maupun Rusia, terletak di republik Georgia.


Al-Syarif al-Idrisi menegaskan hal itu melalui riwayat penelitian yang dilakukan Sallam, staf peneliti pada masa Khalifah al-Watsiq Billah (Abbasiah). Konon, Al-Watsiq pernah bermimpi tentang tembok penghalang yang dibangun oleh Iskandar Dzulkarnain untuk memenjarakan Ya’juj dan Ma’juj terbuka.


Mimpi itu mendorong Khalifah untuk mengetahui perihal tembok itu saat itu, juga lokasi pastinya. Al-Watsiq menginstruksikan kepada Sallam untuk mencari tahu tentang tembok itu. Saat itu Sallam ditemani 50 orang. Penelitian tersebut memakan biaya besar. Tersebut dalam Nuzhat al-Musytaq, buku geografi, karya al-Idrisi, Al-Watsiq mengeluarkan biaya 5000 dinar untuk penelitian ini.

Rombongan Sallam berangkat ke Armenia. Di situ ia menemui Ishaq bin Ismail, penguasa Armenia. Dari Armenia ia berangkat lagi ke arah utara ke daerah-daerah Rusia. Ia membawa surat dari Ishaq ke penguasa Sarir, lalu ke Raja Lan, lalu ke penguasa Faylan (nama-nama daerah ini tidak dikenal sekarang). Penguasa Faylan mengutus lima penunjuk jalan untuk membantu Sallam sampai ke pegunungan Ya’juj dan Ma’juj.

27 hari Sallam mengarungi puing-puing daerah Basjarat. Ia kemudian tiba di sebuah daerah luas bertanah hitam berbau tidak enak. Selama 10 hari, Sallam melewati daerah yang menyesakkan itu. Ia kemudian tiba di wilayah berantakan, tak berpenghuni. Penunjuk jalan mengatakan kepada Sallam bahwa daerah itu adalah daerah yang dihancurkan oleh Ya’juj dan Ma’juj tempo dulu. Selama 6 hari, berjalan menuju daerah benteng. Daerah itu berpenghuni dan berada di balik gunung tempat Ya’juj dan Ma’juj berada. Sallam kemudian pergi menuju pegunungan Ya’juj dan Ma’juj. Di situ ia melihat pegunungan yang terpisah lembah. Luas lembah sekitar 150 meter. Lembah ini ditutup tembok berpintu besi sekitar 50 meter.

Dalam Nuzhat al-Musytaq, gambaran Sallam tentang tembok dan pintu besi itu disebutkan dengan sangat detail (Anda yang ingin tahu bentuk detailnya, silakan baca: Muzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq, karya al-Syarif al-Idrisi, hal. 934 -938).

Al-Idrisi juga menceritakan bahwa menurut cerita Sallam penduduk di sekitar pegunungan biasanya memukul kunci pintu besi 3 kali dalam sehari. Setelah itu mereka menempelkan telinganya ke pintu untuk mendengarkan reaksi dari dalam pintu. Ternyata, mereka mendengar gema teriakan dari dalam. Hal itu menunjukkan bahwa di dalam pintu betul-betul ada makhluk jenis manusia yang konon Ya’juj dan Ma’juj itu.

Ya’juj dan Ma’juj sendiri, menurut penuturan al-Syarif al-Idrisi dalam Nuzhat al-Musytaq, adalah dua suku keturunan Sam bin Nuh. Mereka sering mengganggu, menyerbu, membunuh, suku-suku lain. Mereka pembuat onar dan sering menghancurkan suatu daerah. Masyarakat mengadukan kelakuan suku Ya’juj dan Ma’juj kepada Iskandar Dzulkarnain, Raja Macedonia. Dzulkarnain kemudian menggiring (mengusir) mereka ke sebuah pegunungan, lalu menutupnya dengan tembok dan pintu besi.

Menjelang Kiamat nanti, pintu itu akan jebol. Mereka keluar dan membuat onar dunia, sampai turunnya Nabi Isa al-Masih. Dalam Nuzhat al-Musytaq, al-Syarif al-Idrisi juga menuturkan bahwa Sallam pernah bertanya kepada penduduk sekitar pegunungan, apakah ada yang pernah melihat Ya’juj dan Ma’juj. Mereka mengaku pernah melihat gerombolan orang di atas tembok penutup. Lalu angin badai bertiup melemparkan mereka. Penduduk di situ melihat tubuh mereka sangat kecil. Setelah itu, Sallam pulang melalui Taraz (Kazakhtan), kemudian Samarkand (Uzbekistan), lalu kota Ray (Iran), dan kembali ke istana al-Watsiq di Surra Man Ra’a, Iraq. Ia kemudian menceritakan dengan detail hasil penelitiannya kepada Khalifah.

Kalau menurut penuturan Ibnu Bathuthah dalam kitab Rahlat Ibn Bathuthah pegunungan Ya’juj dan Ma’juj berada sekitar perjalanan 6 hari dari Cina. Penuturan ini tidak bertentangan dengan al-Syarif al-Idrisi. Soalnya di sebelah Barat Laut Cina adalah daerah-daerah Rusia.

7. Kisah kaum Ya`juj dan Ma`juj di akhir zaman


Dikisahkan, bahwa nanti menjelang kiamat maka fitnah dan kejahatan mereka (Ya’juj dan Ma’juj) sangat besar dan menyeluruh, tiada seorang manusiapun yang dapat mengatasinya. Jumlah mereka (golongannya) pun sangat banyak, sehingga kaum Muslimin akan menyalakan api selama tujuh tahun untuk berlindung dari penyerangan mereka, para pemanah dan perisai mereka. Seperti yang diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Majah dari Nawwas berikut ini:

“Maka saat mereka telah keluar (dari dinding tembaga yang mengurung mereka sejak zaman raja Zulkarnain), maka Allah SWT berfirman kepada Isa ibn Maryam: ”Sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba (Ya’juj dan Ma’juj) yang tidak mampu diperangi oleh siapapun, maka hendaklah kamu mengasingkan hamba-hamba-Ku ke Thur (Thursina) ”

“Dan di Thur terkepunglah Nabiyullah Isa AS beserta para sahabat-nya, sehingga harga sebuah kepala sapi lebih mahal dari 100 dinar kamu hari ini. Kemudian Nabiyullah Isa dan para sahabatnya menginginkan itu, maka mereka tidak menemukan sejengkalpun dari tanah di bumi kecuali ia dipenuhi oleh bau anyir dan busuk mereka. Kemudian Isa AS dan sahabatnya meminta kelapangan kepada Allah SWT maka Allah mengutus seekor burung yang akan membawa mereka kemudian menurunkan mereka sesuai dengan kehendak Allah. Kemudian Allah menurunkan air hujan yang tidak meninggalkan satu rumahpun di kota atau di kampung, maka Ia membasahi bumi sehingga menjadi seperti sumur yang penuh” (HR. Ahmad, Muslim dan At-Tirmidzi dari An-Nawwas bin Sam’am)

Dahsyatnya fitnah dan kejahatan kaum Ya’juj dan Ma’juj ini juga digambarkan dalam sebuah hadits Rasulullah SAW sebagaimana berikut:

Rasulullah bersabda : “Dinding pembatas Ya’juj dan Majjuj akan terbuka, maka mereka akan menyerang semua manusia, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat-tempat yang tinggi” (QS . Al Anbiyaa’ : 96). Maka mereka akan menyerang manusia, sedangkan kaum Muslim akan berlarian dari mereka ke kota-kota dan benteng-benteng mereka, sambil membawa binatang-binatang ternak bersama mereka. Sedangkan mereka (Ya’juj dan Majjuj) meminum semua air di bumi, sehingga apabila sebagian dari mereka melewati sebuah sungai maka merekapun meminum air sungai tersebut sampai kering dan ketika sebagian yang lain dari mereka melewati sungai yang sudah kering tersebut, maka mereka berkata: “Dulu di sini pernah ada air”. Dan apabila tidak ada lagi manusia yang tersisa kecuali seorang saja di sebuah kota atau benteng, maka berkatalah salah seorang dari mereka (Ya’juj dan Ma’juj): “Penduduk bumi sudah kita habisi, maka berikutnya yang tertinggal adalah penduduk langit“, kemudian salah seorang dari mereka melemparkan tombaknya ke langit, dan tombak tersebut kembali dengan berlumur darah yang menunjukkan suatu bencana dan fitnah. Maka tatkala rnereka sedang asyik berbuat demikian, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus ulat ke pundak mereka seperti ulat belalang yang keluar dari kuduknya, maka pada pagi harinya mereka pun mati dan tidak terdengar satu nafaspun. Setelah itu kaum Muslim berkata: “Apakah ada seorang laki-laki yang berani mati untuk melihat, apa yang sedang dilakukan oleh musuh kita ini?” maka majulah salah seorang dari mereka dengan perasaan tak takut mati, kemudian dia menemukan bahwa mereka semua (Yajuj dan Majjuj) telah mati dalam keadaan sebagian mereka di atas sebagian yang lain (bertumpukan), maka laki-laki tersebut berseru: “Wahai semua kaum Muslim bergembiralah kalian, sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala sendiri sudah membinasakan musuhmu”, maka mereka pun keluar dari kota-kota dan benteng-benteng dan melepaskan ternak-ternak mereka ke padang-padang rumput kemudian padang rumput tersebut dipenuhi oleh daging-daging binatang ternak, maka semua susu ternak tersebut gemuk (penuh) seperti tunas pohon yang paling bagus yang tidak pernah dipotong” (Hadits riwayat Ahmad, Ibn Majah, Ibn Hiban dan Hakim dari Abu Sa’id RA)


8. Penutup

Demikianlah uraian singkat mengenai kaum Ya`juj dan Ma`juj ini. Semoga dengannya bisa menambah wawasan bagi para pembaca sekalian. Terbesit harapan agar kita semua semakin menyadari bahwa sejarah masa lalu itu janganlah pernah di lupakan. Tujuannya adalah untuk kembali mengingatkan kita tentang nilai-nilai kebaikan yang pernah dilakukan oleh orang-orang terdahulu. Atau tentang peringatan-peringatan yang pernah Allah dan Rasulullah berikan bagi kehidupan kita. Selain itu juga untuk mengingatkan diri kita tentang apa yang perlu dilakukan sejak kini hingga masa depan nanti. Sehingga waktu-waktu yang kita lalui nanti tetap berjalan pada arah yang lurus dan benar.

Mashudi Antoro

Rabu, 25 Januari 2012

AS-lah yang Memiliki Senjata Pemusnah Massal dan Membantai Sipil


Irak ternyata terbukti tidak mempunyai senjata pemusnah massal. Tetapi tetap diserang oleh Amerika Serikat. Dan hingga kini, luka akibat serangan AS terus menganga. Gejolak, konflik, dan kematian terus menerus terjadi setiap hari di negeri tersebut.


Kalau diliat dari sejarah, ternyata Amerika Serikat lah yang memiliki senjata pemusnah massal tersebut. Dan itu benar benar telah dipakai untuk membunuh masyarakat sipil. Sumber tulisan berikut ini dari wikipedia dan tulisanku dulu tentang dioksin disuatu media. Senjata pemusnah massal itu adalah:

1. Orange Agent. Bahan kimia ini dipakai oleh militer AS untuk menyerang Vietnam pada tahun 1961 - 1971. Inilah senjata pemusnah massal, yang hingga kini dampaknya masih dirasakan oleh penduduk Vietnam tersebut berupa kelahiran anak cacat, down syindrom, idiot, dan lumpuh.

Kematian langsung akibat bahan kimia ini diperkirakan mencapai 500.000 orang. Sementara efeknya berupa manusia yang sakit parah, bayi yang lahir cacat, mencapai angka 500.000 - 1 juta orang.

Ketika perang Vietnam tersebut, militer AS menyemprotkan 20 juta gallon (75,7 juta liter!) orange agent ini ke dataran vietnam. Agen Orange sendiri merupakan bahan kimia dioksin produksi Monsanto, yang merupakan herbisida. Daya racunnya sangat tinggi. Seorang ahli kimia AS menyebutkan, inilah senyawa sintetis buatan manusia yang paling beracun yang pernah diciptakan! Dan efek akumulatifnya tidak akan bisa hilang hingga ribuan tahun.
Senyawa dioksin ini bersifat langsung mematikan. Sementara tanah, tamanan, atupun makhluk hidup yang tidak mati, karena tidak langsung terpapar bahan kimia ini, akan tetap menyimpannya di jejaring tubuhnya. Hingga ketika hamil atau bereproduksi, yang lahir akan cacat. Dan itu tidak hanya terjadi satu generasi. Mungkin hingga beberapa generasi berikutnya baru bisa hilang.


Jadi, betapa massifnya dampak agent orange ini! Perkiraan dampaknya dari yang tewas langsung hingga yang sakit parah, dan dampak yang masih mengancam hingga masa depan, korbannya bisa mencapai jutaan orang!
2. Bom Atom di Hiroshima dan NagasakiBom yang diledakkan di suatu kota, pastilah akan ikut membantai penduduk sipil di kota tersebut. Di Jepang, ketika Perang Dunia II hendak berkahir (karena sebenarnya Jepang pun sudah terdesak), AS menjatuhkan bom di seantero kota kota di Jepang. Mencapai hingga 67 kota!


Hitung sendiri korbannya, jika rata rata kota berpenduduk 200 ribu saja, korban yang meninggal langsung hanya 10-15% saja, maka korban meninggal akibat serangan bom ini bisa mencapai sekitar 1,5 juta orang!
Setelah 67 kota tersebut, AS masih ingin menjatuhkan senjata nuklir pamungkasnya ke Jepang. Dan itulah yang terjadi, serangan senjata nuklir kepada dua kota di Jepang, yaitu Hiroshima dan Nagasaki. Korban penduduk yang meninggal langsung akibat dijatuhkannya bom atom tersebut, di Hiroshima mencapai 140.000 orang, sementara di Nagasaki mencapai 80.000 orang. Selain angka tersebut, yang menderita sakit atau luka akibat dijatuhkannya senjata nuklir ini juga sudah mencapai puluhan ribu orang. Ini juga akhirnya pelan pelan ikut tewas.


Jadi, total korban meninggal akibat serangan bom (bai bom biasa maupun senjata nuklir) di seluruh kota kota tersebut, itu ada kali 2 juta orang! Itu belum termasuk yang terkena dampak radiasi nuklir dari bom atom maut itu. Dampak radiasi nuklir dirasakan hingga kelahiran bayi bayi yang cacat disini hingga sekarang.
Ini memang sejarah kelam. Pengen kutulis ulang disini sebagai kenangan manis tentang AS.

Ilyani Sudardjat

Sabtu, 21 Januari 2012

Islam dari Jaman Dulu di Anak Tirikan


Ada istilah “Pagi kedelai sore tempe” yang dalam bahasa Jawa merupakan ungkapan untuk mensifati sikap ataupun omongan orang yang berubah-ubah dengan cepat. Biasanya dikatakan, “esuk dele sore tempe” (pagi kedelai sore tempe) terhadap orang yang pendiriannya ataupun ucapannya sulit dipegangi. Dalam bahasa agama disebut tidak istiqamah.

Kalau sikap itu menyangkut keimanan, maka Allah SWT sangat mengecamnya, sedang Nabi Muhammad saw sangat memperingatkan agar Ummat Islam hati-hati sekali dan waspada apabila ada suasana bergantigantinya sikap seseorang dari iman ke kafir.


Allah SWT berfirman:

وإذا لقوا لذين

إنما نحن مستهزءون. (البقرة: 14).

يعمهون. (البقرة: 15).

“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: ”Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”.

Allah akan (membalas) olok-olokan mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.” (QS Al-Baqarah: 14,15).

Nabi saw bersabda:

بادروا بالأعمال فتنا كقطع الليل المظلم يصبح الرجل مؤمنا ويمسي كافرا، ويمسي مؤمنا ويصبح كافرا، يبيع أحدهم دينه بعرض من الدنيا قليل. (روا أحمد ومسلم و الترمذي عن أبي هريرة صحيح).

“Bersegeralah kamu sekalian dengan beramal (kebajikan, sebelum datangnya) cobaan-cobaan (yang menghitam) seperti potongan-potongan malam yang menghitam, seorang lelaki waktu pagi beriman sedang waktu sore ia menjadi kafir dan waktu sore dia beriman sedang waktu pagi dia menjadi kafir, seseorang dari mereka menjual agamanya dengan harta dunia yang sedikit.” (Hadits Riwayat Ahmad, Muslim, dan At-Tirmidzi, dari Abu Hurairah, shahih).

Kecaman Allah SWT tersebut di atas ditujukan kepada orang-orang munafiq, sedang sabda Nabi saw itu ditujukan kepada orang Muslim, agar bersegera beramal kebajikan sebelum datangnya cobaan-cobaan yang gelapnya bagai potongan-potongan malam. Cepatnya orang berubah, pagi beriman sore kafir, dan sore beriman pagi kafir adalah karena menjual agamanya untuk memperoleh kesenangan/ harta dunia yang nilainya sangat sedikit.

Yang munafiq dikecam Allah SWT itu memang dari jenis kafir, namun yang diperintahkan agar cepat-cepat beramal kebaikan itu adalah jenis Muslim, yang godaan besarnya adalah kesenangan dunia.

Orang kafir-munafiq bersikap seperti yang diungkap Al-Qur’an itu adalah demi mempertahankan kekafirannya. Sedang orang Muslim yang digambarkan Nabi saw menjual agamanya itu adalah demi tujuan dunia. Antara mempertahankan kekafiran dan tujuan harta dunia, apabila bergabung jadi satu maka akan menjadi satu sikap yang amat cepat berubah-ubahnya, pagi beriman sore kafir, atau sore beriman pagi kafir.

Demikian pula apabila seseorang mempertahankan ideologinya yang tak sesuai dengan Islam, sikapnya yang tak sesuai dengan Islam, misalnya sikap ashobiyah (fanatik golongan), fanatik Kiyai, atau bahkan fanatik dalam mempertahankan bid’ah-bid’ah yang diajarkan kiyai-kiyai mereka ataupun tradisi nenek moyang yang tak sesuai dengan Islam itu sudah cukup menjadikan dia bisa bersikap pagi beriman sore menirukan orang kafir. Sore beriman, paginya menirukan orang kafir.

Sikap ashobiyah/ fanatik golongan ataupun mempertahankan tradisi yang tak sesuai dengan Islam itu sendiri apabila bergabung jadi satu dalam diri seseorang, maka volume berubah-ubahnya sikap pun tambah cepat. Hingga pagi ia beriman, sore sudah cepat-cepat menirukan orang kafir. Sore beriman, paginya sudah cepat-cepat menirukan orang kafir.

Selanjutnya, apabila adonan ashobiyah plus bid’ah, plus mempertahankan adat istiadat nenek moyang yang tak sesuai dengan Islam, lalu disertai dengan menjual agamanya untuk kepentingan kesenangan/ harta dunia; maka betapa cepatnya orang itu berubah-ubah. Pagi kedelai, sore tempe; esuk dele, sore tempe.

Kasusnya sama, sikapnya berbeda

Dalam satu kasus yang sama pun sikap mereka bisa berubah-ubah, apalagi dalam kasus yang berbeda.

Di kala orang-orang NU sedang mengadakan aksi penggembosan (pengempesan) PPP (Partai Persatuan Pembangunan, yaitu partai tempat NU berfusi/ bergabung sejak 5 Januari 1973 terdiri dari partai-partai Islam: NU, Sarekat Islam, Muslimin Indonesia, dan Perti/ Persatuan Tarbiyah Indonesia) pada kampanye Pemilihan Umum 1987, beredarlah foto Husen Naro (anak Naro ketua umum PPP yang termasuk dalam daftar calon anggota DPR PPP) yang sedang berjoget/ dansa di diskotek. Foto dansa itu sangat “mujarab” untuk menggembosi PPP, hingga perolehan suara PPP merosot drastis terutama di Jawa Barat, tempat tersebarnya foto ajojing Husen Naro. Bisa dipastikan, merosotnya suara PPP itu karena adanya aksi penggembosan yang dilancarkan oleh kelompok NU pimpinan Gus Dur yang sedang rangkulan dengan Golkar.

Foto dansa seorang anak tokoh bisa dijadikan alat penggembosan. Tetapi dalam kasus foto yang tak kalah serunya, yaitu foto Abdurrahman Wahid ketua Umum PBNU yang memangku isteri orang bernama Ariyanti Boru Sitepu (38 tahun) dan itu terungkap dengan jelas tersebar ke mana-mana bahkan dijelaskan oleh ahli laboratorium film foto bahwa klisenya itu murni produk 1995-1997 masa peristiwa itu terjadi, namun orang-orang NU justru sangat membela Gus Dur. Bahkan beritanya bukan sekadar foto, namun berselingkuh selama 1995-1997 dengan bukti-bukti yang diberitakan secara terinci. Anehnya, sampai ada yang ungkapan pembelaannya melampaui batas. Pembelaan yang membabi buta terhadap foto Gus Dur memangku isteri orang itu di antaranya dilakukan oleh KH Cholil Bisri tokoh tua PKB-NU dari rembang:

“Ýa benar kalau dia mangku. Akrab kan bisa aja. Saya sendiri sama santri perempuan akrab sekali kok. Jadi keakraban itu bisa dengan siapa saja. Saya dengan beberapa orang, misalanya Neno Warisman (perempuan artis, pen), akrab sekali. Setiap saya ada di Jakarta, dia mesti datang menemui saya, minta ngaji sama saya. Masalah akrab itu tidak mesti untuk berbuat yang tidak senonoh.” (Panji Masyarakat, 13 September 2000, Media Dakwah Dzulqa’idah 1421H halaman 7).

Sebegitu berbaliknya sikap kaum Nahdliyin, dalam kasus yang sama. Terhadap foto Husen Naro yang berjoget dengan wanita entah di mana tempatnya tidak jelas, mereka sudah sangat membenci dan kebencian itu dijadikan alat untuk menggembosi partai PPP. Sebaliknya, Gus Dur yang fotonya beredar memangku isteri orang justru dibela-bela. Ada yang membelanya ingin sampai titik darah penghabisan. Ini bagai orang Yahudi yang ketika ditanya oleh Nabi saw apakah mereka kenal dengan Abdullah bin Salam ini, lalu orang-orang Yahudi itu mengatakan, itu orang terhormat di kalangan kami, pemimpin agama di lingkungan kami. Lalu ketika Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa Abdullah bin Salam itu sudah masuk Islam, tiba-tiba orang Yahudi mengingkari ucapan mereka sendiri, mereka mengatakan bahwa itu pengkhianat di kalangan kami.

Sikap “pagi kedelai sore tempe” itu ketika disandang oleh sebagian bangsa ini, maka ada dampak yang merusak, di antaranya pengembangan maksiat pun justru digalakkan. Contohnya, setelah orang NU jelas lebih condong ke Golkar dan meninggalkan PPP (satu-satunya saingan Golkar selain PDI) maka justru Golkar berani berkampanye dengan memasyarakatkan joget. Padahal, sebelumnya, NU justru memakai “joget” itu sebagai alat untuk memukul atau menggembosi PPP.

Kalau NU konsisten atau istiqomah, mestinya kampanye Golkar yang dihingar bingari dengan joget massal campur aduk lelaki perempuan dengan membawa-bawa rombongan artis itu harusnya diprotes oleh NU. Toh NU itu gudangnya ulama. Di samping itu foto Gus Dur yang memangku wanita isteri orang itu mesti disebarkan pula jeleknya, kalau memang konsisten seperti sikap mereka terhadap Husen Naro yang foto jogetnya dengan wanita disebarkan itu; agar orang tidak percaya lagi kepada Gus Dur dan jam’iyah atau partainya. Semua itu sama, di kubangan kemaksiatan yang jelas-jelas para ulama mengetahui haditsnya. Sedangkan kalau para ulama itu diam saja, bahkan membela, berarti mereka terkena oleh hadits berikut ini:

ليشربن أناس من أمتي الخمر يسمونها بغير اسمها، يعزف على رؤوسهم بالمعازف والمغنيات، يخسف الله بهم الأرض ويجعل منهم القردة والخنازير. (رواه ابن ماجة).

“Sungguh akan ada orang-orang dari umatku yang minum arak (minuman keras), mereka namakan dengan nama lain. Kepala mereka itu dimusiki dengan alat-alat musik dan penyanyi-penyanyi wanita/ nyanyian, maka Allah akan menenggelamkan mereka itu ke dalam bumi dan akan menjadikan mereka itu kera-kera dan babi babi.” (Hadits diriwayatkan oleh Ibnu Majah). Maksudnya, bukan diubah bentuknya, tetapi jiwanya dan rohnya. Dr Yusuf Al-Qordhowi menafsirkan, bentuknya bentuk manusia tetapi jiwanya jiwa kera dan rohnya roh babi.(Al-Halaal wal haroom fil Islaam, hal 295).

Nabi Muhammad SAW memperingatkan:

“Setiap bani Adam ada potensi berzina: maka dua mata berzina dan zinanya melihat, dua tangan berzina dan zinanya memegang, dua kaki berzina dan zinanya berjalan, mulut berzina dan berzinanya mencium, hati berzina dan berzinanya cenderung dan mengangan-angan, sedang farji/ kemaluan membenarkan yang demikian itu atau membohongkannya. (Hadits Musnad Ahmad juz 2 hal 243, sanadnya shohih, dan hadits-hadits lain banyak, dengan kata-kata yang berbeda namun maknanya sama).

Berikut ini mari kita simak laporan resmi Kolonial Belanda mengenai sikap NU pada kongres pertamanya di Surabaya 1927, dua puluh satu bulan setelah lahirnya NU. Di bawah ini adalah suara gemuruh yang berkumandang dalam kongres ke-1 NU:

“Arsip Kolonial dengan kode 261/ X/ 28. Isi arsip melaporkan Kongres NU di Surabaya 13 Oktober 1927 yang penuh dengan pidato-pidato yang menjunjung pemerintah Belanda sebagai pemerintah yang adil, cocok dengan Islam, dan patut dijunjung sepuluh jari. Sementara itu tokoh Islam yang menentang Belanda (jelas yang dimaksud tokoh Syarekat Islam –dll–, pen.[1]) menurut laporan itu, dicaci maki dan pantas dibuang ke Digul (Papua, pen). (Tempo, 26 Desember hal. 23, Jakarta 1987).

Sebelum menunjuk perubahan sikap NU dari ungkapannya tersebut, perlu kita simak data, apakah benar penjajah Belanda itu adil, sosok dengan Islam. Berikut ini data singkatnya:

Dalam rangka usaha untuk memisahkan umat dari eksistensi dan kehidupannya yang Islami, para penjajah kafir melakukan tekanan-tekanan dan hambatan terhadap sistem pengajaran Islam. Mereka juga menghembuskan pemikiran-pemikiran yang dapat merendahkan kedudukan dan menghina pelajaran-pelajaran Islam.

Sebagai kebalikannya, mereka memperhatikan dan membantu murid-murid yang memasuki sekolah-sekolah baru tempat pendiikan mereka (penjajah). Di hadapan mereka dihadapkan pintu masa yang gilang gemilang dan akhirnya posisi kepemimpinan umat menjadi tergantung kepada mereka (yang diasuh penjajah itu, pen).

Begitulah tekanan-tekanan yang dilancarkan terhadap sistem pendidikan Islam dan Bahasa Arab. Semua jalan yang menuju ke sana tertutup rapat. Murid-murid yang tetap tekun hanyalah sebagian kecil saja. Biasanya, mereka banyak menghadapi tekanan-tekanan yang sering kali mengakibatkan mereka berhenti dan macet di tengah jalan. Kalau tidak, maka mereka dihadapkan pada perlakuan yang berbeda, dengan para lulusan sekolah mereka (penjajah).

Sikap penjajah yang sangat merugikan pendidikan Islam itu ditambahi pula dengan membiayai besar-besaran terhadap Protestan dan Katolik, sambil mengecilkan sama sekali dana untuk Islam. Sebagai contoh pada tahun 1927 (saat itu NU melangsungkan Kongres pertamanya menjelang akhir tahun, pen) penjajah Belanda di Indonesia menerapkan alokasi dana bantuan untuk modal dalam rangka pengembangan agama, adalah sebagai berikut:

Protestan memperoleh f 31.000.000

Katolik memperoleh f 10.080.000

Islam memperoleh f 80.000

Dana besar dari penjajah Belanda itu digunakan oleh orang Kristen dan Katolik untuk membangun gedung-gedung, sekolah, rumah sakit dan sebagainya. Sedang umat Islam tidak punya uang. Pada gilirannya anak-anak orang kafirin itu telah “makan sekolahan” sedang anak-anak Muslimin belum, kecuali sedikit, maka ketika merdeka, orang-orang kafirin Nasrani itu masuk ke pos-pos pemerintahan di mana-mana. Padahal, mereka itu ogah-ogahan untuk merdeka, lebih enak menyusu pada penjajah sesama kafir. Jadi, yang berjuang mengorbankan nyawa dan harta untuk melawan penjajah kafir itu orang Islam, namun ketika merdeka, penyusu Belanda itu justru yang leha-leha duduk di kursi-kursi pemerintahan. [2] Sebegitu dhalimnya penjajah Belanda terhadap Ummat Islam, namun sebegitu tingginya sanjungan NU terhadap penjajah Belanda itu. Kasus yang memalukan itupun diulang lagi di zaman merdeka.

Di saat jaya-jayanya PKI (Partai Komunis Indonesia) yang anti Islam itu, dan juga jaya-jayanya Soekarno sebagai presiden, maka NU berbalik dari menjunjung pemerintahan penjajah Belanda menjadi mengangkat-angkat Presiden Soekarno –yang sejak awal telah menolak Islam sebagai dasar negara– dengan gelar kehormatan doktor dakwah dan Waliyul Amri Dhoruri bi Syaukah. Sedang terhadap Komunis (PKI) dijunjung sebagai jiwa yang menyatu dengan Islam dalam Nasakom (Nasional, Agama-NU, dan Komunis).

Berikut ini penuturan Dr Deliar Noer tentang kasus itu:

“…. bagi NU dan Perti kedudukan Soekarno seakan menjadi maksum. Presiden dilihat benar-benar sebagai “Pemimpin Besar Revolusi Kita, Bung Karno yang tak pernah mengenal capek dan payah, yang selalu dengan tabah dan tekun melaksanakan amanat rakyat dan tujuan yang hakiki daripada revolusi kita ini”. Maka, terharulah Soekarno. Pada Kongres NU tanggal 28 Desember 1962 ia berkata bahwa ia “cinta NU”, oleh sebab itu ditambahkannya “saya bisa merangkul NU, dan saya harap NU juga merangkul saya.” Dua tahun kemudian Soekarno diberi gelar Doktor Honoris Causa dalam bidang dakwah oleh IAIN Jakarta. Promotornya Saefuddin Zuhri, tokoh NU yang sebulan sebelumnya diangkat sebagai profesor di lembaga tersebut.

Dengan latar belakang seperti ini, maka golongan Islam dalam MPR (S) bulan Mei 1963 menyokong sepenuhnya usul pengangkatan presiden Soekarno seumur hidup. Salah satu pertimbangan untuk menyokong usul ini ialah gelar dan kedudukannya sebagai Waliy al-amri dharuri –alasan-alasan lain yang diberikan bersifat “politis” dan “revolusioner”. Pidato dukungan ini diucapkan oleh ketua kelompok Islam, Sjaichu –tokoh NU, pen, (Duta Masyarakat, 20 dan 21 Mei 1963). Mungkin karena perasaan dekat yang intens terhadap Soekarno ini, maka KH Masjkur, yang di antara pemimpin NU dianggap lebih mampu menahan diri (atau bertahan pada pendirian), mengatakan juga akhirnya bahwa “Nasakom jiwaku”, sesuai benar dengan ajaran Islam yang menentang pengisapan, penindasan, dan perbudakan. (Pernyataan KH Masjkur, Duta Masyarakat 4 Agustus 1965).[3]

Masalah gelar waliyul Amri itu mengagetkan umat Islam. Pada tahun 1954 umat Islam Indonesia dikejutkan oleh keputusan suatu konperensi Ulama di Cipanas, Jawa Barat, 2-7 Maret 1954, yang memberikan kepada Presiden Soekarno gelar Waliy al-Amri Dharuri bi al Syaukah (bis-Syaukah). Arti harfiyahnya pelindung (atau orang yang bertugas mengurus) secara dharurat soal-soal dengan diberi kekuasaan.

Persatuan Islam di Bandung dalam pernyataannya tanggal 14 Maret 1954 mengatakan bahwa keputusan itu tidak mengikat secara hukum. Organisasi ini mengingatkan bahwa konperensi hanya terbatas pada ulama tertentu yang dipilih oleh Menteri Agama K.H Masjkur dari NU. Perlu diingat bahwa Persatuan Islam dalam soal agama banyak tidak sependapat dengan NU. Konperensi itu tidak berwenang mengambil keputusan tersebut, katanya tegas, dan ia menambahkan bahwa semua aparat negara termasuk presiden, kabinet, parlemen hanya bersifat sementara; mereka tidak pernah dipilih oleh rakyat.

Menurut persatuan Islam, istilah Waliy al-Amri Dharuri hanya dapat dipergunakan pada negara yang berdasar Islam.[4] Tanggapan negatif terhadap keputusan tentang gelar itu juga dilancarkan oleh Arudji Kartawinata dari PSII . Keterangan Arudji mengundang kecaman dari Idham Chalid dari NU.[5]

Sebegitu menjunjungnya terhadap Soekarno dan PKI, bahkan pernyataan KH Masjkur itu hanya sebulan menjelang pemberontakan Gerakan 30 September PKI 1965, ternyata orang-orang NU bahkan jadi sasaran utama pembantaian oleh PKI. Rumah-rumah para ulama atau kiyai pun ditandai untuk diculik dan disembelih oleh pemberontak PKI. Sebagaimana sudah sebegitu tingginya orang-orang NU mengangkat-angkat penjajah Belanda, kemudian pada masa perang orang-orang NU juga jadi sasaran utama penembakan dengan senjata otomatis, sementara orang NU tentu saja sebagaimana masyarakat Islam pada umumnya penduduk Indonesia tak punya senjata. Jadi, apa gunanya mereka menjnjunjung-junjung penjajah Belanda, diktator Soekarno yang anti Syari’at Islam itu, dan juga mendekat-dekat dengan PKI? Toh jadi sasaran-sasaran juga?

Menjelang pemilu 1982 di tubuh NU ada ketegangan sesama NU yang sangat berperang urat saraf. Seluruh aparatur NU mengutuk Naro dan mencela Idham Chalid dalamm kasus daftar calon legislatif yang dalam Hal ini Idham Chalid dianggap menurut saja kepada Naro, tanpa musyawarah dan langsung diantar oleh Naro ke rumah Amir Macmud, menteri dalam negeri. Akhirnya tokoh-tokoh ulama terkemuka NU termasuk sesepuh turun tangan guna mencari penyelesaian yang sebaik-baiknya. Mereka berkunjung ke rumahnya Idham Chalid di Jakarta, dan di hadapan Rais ‘Aam KH Ali Maksum dan para rais yang lain, KH As’ad Sjamsul Arifin, KH Machrus Ali, dan KH Masjkur, KH Idham Chalid menyerahkan mandatnya secara tertulis dari jabatannya sebagai ketua umum PBNU dengan alasan kesehatan. Persitiwa itu terjadi pada tanggal 2 Mei 1982, dua hari sebelum Pemilu, 4 Mei 1982. Tapi dianggap mulai berlakunya pada tanggal 6 Mei 1982.

Tetapi apa lacur, baru 8 hari mandat itu diserahkan kepada Rais ‘Aam maka masyarakat terkejut luar biasa, apalgi kalangan intern NU, bagaikan mendengar petir menyambar di siang bolong: Idham Chalid mencabut kembali penyerahan mandatnya itu pada tanggal 14 Mei 1982 dan menyatakan bahwa ia tetap sebagai ketua umum PBNU seperti biasa. Ini suatu keajaiban alam dalam dunia pergerakan di bumi kita ini, yang sebelumnya belum pernah terjadi dalam sejarah organisasi. Mengapa bisa terjadi demikian?[6]

Periode selanjutnya, NU ibarat bermuka tiga, masih ada yang ke PPP, tak sedikit pula yang menyeberang ke Golkar sambil menggembosi PPP, dan tidak dilarang masuk ke PDI.

Tampaknya menjadi penggembos pertai bekas rumahnya sendiri sambil jadi pendompleng partai lain dirasakan pula tidak enaknya. Dan jangka waktunya kira-kira dalam rentang 1984-1998, cukup lama. Baru di tahun 1999 NU bisa berkampanye kembali untuk “rumahnya sendiri” yaitu PKB.

Tidak tahulah, apa saking kemaruknya atau karena hal lain, sampai-sampai konon di Jawa Timur, dari orang PKB ada yang kampanye di tempat pelacuran, dengan janji tidak akan menggusur lokalisasi tempat terlaknat itu, apabila partainya menang. Kenyataan seperti itu perlu diurut dari lakon-lakon sebelumnya. Dari “sejarahnya” bisa disimak, NU sebenarnya bisa bersikap alim dalam menegakkan kebenaran, misalnya mempopulerkan bahwa joget-joget itu sebetulnya adalah maksiat. Tetapi sayangnya, di saat “menegakkan kebenaran” atau “amar ma’ruf nahi munkar” itu dilaksanakan, ternyata tujuannya justru hanya untuk mengempesi rekannya sendiri. Sedang ketika di dalam partai Golkar, mereka tidak mau atau tak berani menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, bahkan jogetisasi dijadikan paket nasional di mana-mana pun kaum NU diam saja. Selanjutnya, ketika NU punya rumah sendiri yaitu PKB, justru mereka lebih tidak beramar ma’ruf nahi munkar lagi, namun malahan ada yang berani menghalalkan yang haram, dan berjanji untuk melestarikan keharaman yaitu lokalisasi pelacuran. Dan setelah “perjuangannya” sukses, hingga Ketua PBNU Abdurrahman Wahid bisa jadi presiden, amar ma’ruf nahi munkar pun malah diputar balikkan hanya untuk mempertahankan kursi jabatan Gus Dur. Hingga kasus Gus Dur memangku isteri orang (fotonya otentik), mereka bela. Gus Dur tersangkut kasus korupsi dana Yayasan karyawan Bulog, mereka bela. Kasus kebohongan Gus Dur tentang penjelasannya mengenai duit sumbangan dari Sultan Brunei Darussalam Hasanal Bolkiah 2 juta dolar Amerika, mereka bela.

Jadi, kalau orang yang mereka musuhi ada sedikit kesalahan, mereka jatuhkan sejadi-jadinya. Bahkan masjid, madrasah, sekolahan, perkantoran milik Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan HMI yang tidak bersalah apa-apa, mereka rusak. Namun kalau kesalahan itu ada pada mereka, walau itu jelas salah, dan bahkan salahnya sangat besar, tetap mereka bela.

Tingkah dan sikap mereka itu sebenarnya memang mirip Yahudi, ya memang tokoh mereka Abdurrahman Wahid itu adalah pendukung utama Yahudi, maka mau diapakan lagi. Tetapi sekali lagi, ini bukan setiap orang NU. Masih ada di antara mereka yang baik-baik, tentu saja. Tetapi masalahnya, mereka kenapa diam? Atau mungkin memang mereka yang baik-baik itu kalah suara, boleh jadi.

Ya sudahlah, sampai di sini saja uraian tentang “pagi kedelai sore tempe”. Ini semua hanya sekadar contoh soal. Yang lain-lain tentunya masih ada sampai sekarang. Bahkan menjadi keputusan DPR hasil Pansus Buloggate dan Bruneigate 1 Februari 2001 bahwa tokoh NU, Presiden Abdurrahman Wahid, diputuskan bahwa dia melakukan kebohongan publik dalam kasus sumbangan dari Sultan Brunei Darussalam Hasanal Bolkiah.

Setelah dibuka-buka lembaran sejarah, ternyata kasus semacam itu sudah sejak zaman Belanda mereka lakukan.

Boedi Santoso

Rabu, 18 Januari 2012

Introspeksi Diri, Akhlak yang Terlupa

Dalam perjalanan hidup di dunia, tentunya seorang muslim tidak akan lepas dari kesalahan dan dosa sebagai akibat hawa nafsu yang diperturutkan. Selain itu, buah pemikiran yang dihasilkan manusia, yang dibangga-banggakan oleh pemiliknya, tidak jarang yang menyelisihi kebenaran, tidak sedikit yang bertentangan dengan ajaran yang ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya. Oleh karenanya, seiring waktu yang diberikan Allah kepada manusia di dunia, sepatutnya dipergunakan untuk mengintrospeksi segala perilaku dan pemikiran yang dia miliki, sehingga mendorongnya untuk mengoreksi diri ke arah yang lebih baik.


Dari artikel Islam by null


Introspeksi, Pintu untuk Mengoreksi Diri

Di dalam kitab Shahih-nya, imam Bukhari membuka salah satu bab kitab ash-Shaum dengan perkataan Abu az-Zinad,

إن السنن ووجوه الحق لتأتي كثيرًا على خلاف الرأي

“Sesungguhnya mayoritas sunnah dan kebenaran bertentangan dengan pendapat pribadi” [HR. Bukhari].

Memang benar apa yang dikatakan beliau, betapa seringnya seseorang enggan menerima kebenaran karena bertentangan dengan pendapat dan tendensi pribadi. Bukankah dakwah tauhid yang ditawarkan nabi kepada kaum musyrikin, ditolak karena bertolak belakang dengan keinginan pribadi mereka, terutama tokoh-tokoh terpandang di kalangan kaum musyrikin?

Tidak jarang seseorang tidak mampu selamat dari hawa nafsu dan terbebas dari kekeliruan pendapat karena bersikukuh meyakini sesuatu dan tidak mau menerima koreksi. Hal ini tentu berbeda dengan kasus seorang mujtahid yang keliru dalam berijtihad. Ketika syari’at menerangkan bahwa seorang mujtahid yang keliru memperoleh pahala atas ijtihad yang dilakukannya, hal ini bukan berarti mendukung dirinya untuk menutup mata dari kesalahan ijtihad dan bersikukuh memegang pendapat jika telah nyata akan kekeliruannya. Betapa banyak ahli fikih yang berfatwa kemudian rujuk setelah meneliti ulang fatwanya dan melihat bahwa kebenaran berada pada pendapat pihak lain.

Kita bisa mengambil pelajaran dari penolakan para malaikat terhadap kalangan yang hendak datang ke al-Haudh (telaga rasulullah di hari kiamat). Mereka tidak bisa mendatangi al-Haudh dikarenakan dahulu di dunia, mereka termasuk kalangan yang bersikukuh untuk berpegang pada kekeliruan, kesalahan dan kesesatan, padahal kebenaran telah jelas di hadapan mereka. Hal ini ditunjukkan dalam hadits, ketika para malaikat memberikan alasan kepada nabi,

إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ، وَلَمْ يَزَالُوا يَرْجِعُونَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ، فَأَقُولُ: أَلَا سُحْقًا، سُحْقًا

“Mereka telah mengganti-ganti (ajaranmu) sepeninggalmu” maka kataku: “Menjauhlah sana… menjauhlah sana (kalau begitu)” [Shahih. HR. Ibnu Majah].

Kita dapat melihat bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan kecelakaan kepada mereka, karena enggan untuk melakukan introspeksi, enggan melakukan koreksi dengan menerima kebenaran yang ada di depan mata. Oleh karenanya, evaluasi diri merupakan perantara untuk muhasabah an-nafs, sedangkan koreksi diri merupakan hasil yang pengaruhnya ditandai dengan sikap rujuk dari kemaksiatan dan kekeliruan dalam suatu pendapat dan perbuatan.

Sarana-sarana untuk Mengevaluasi Diri

Diantara sarana yang dapat membantu seseorang untuk mengevaluasi diri adalah sebagai berikut:

Pertama, tidak menutup diri dari saran pihak lain

Seorang dapat terbantu untuk mengevaluasi diri dengan bermusyawarah bersama rekan dengan niat untuk mencari kebenaran. Imam Bukhari mengeluarkan suatu riwayat yang menceritakan usul Umar kepada Abu Bakr radhiallahu anhuma untuk mengumpulkan al-Quran. Tatkala itu Abu Bakr menolak usul tersebut, namun Umar terus mendesak beliau dan mengatakan bahwa hal itu merupakan kebaikan. Pada akhirnya Abu Bakr pun menerima dan mengatakan,

فَلَمْ يَزَلْ عُمَرُ يُرَاجِعُنِي فِيهِ حَتَّى شَرَحَ اللَّهُ لِذَلِكَ صَدْرِي، وَرَأَيْتُ الَّذِي رَأَى عُمَرُ

“Umar senantiasa membujukku untuk mengevaluasi pendapatku dalam permasalahan itu hingga Allah melapangkan hatiku dan akupun berpendapat sebagaimana pendapat Umar” [HR. Bukhari].

Abu Bakr tidak bersikukuh dengan pendapatnya ketika terdapat usulan yang lebih baik. Dan kedudukan beliau yang lebih tinggi tidaklah menghalangi untuk menerima kebenaran dari pihak yang memiliki pendapat berbeda.

Kedua, bersahabat dengan rekan yang shalih

Salah satu sarana bagi seorang muslim untuk tetap berada di jalan yang benar adalah meminta rekan yang shalih untuk menasehati dan mengingatkan kekeliruan kita, meminta masukannya tentang solusi terbaik bagi suatu permasalahan, khususnya ketika orang lain tidak lagi peduli untuk saling mengingatkan. Bukankah selamanya pendapat dan pemikiran kita tidak lebih benar dan terarah daripada rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, padahal beliau bersabda,

إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ، أَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ، فَإِذَا نَسِيتُ فَذَكِّرُونِي

“Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti kalian. Aku lupa sebagaimana kalian lupa. Oleh karenanya, ingatkanlah aku ketika diriku lupa” [HR. Bukhari].

Ketika budaya saling menasehati dan mengingatkan tertanam dalam perilaku kaum mukminin, maka seakan-akan mereka itu adalah cermin bagi diri kita yang akan mendorong kita berlaku konsisten. Oleh karena itu, dalam menentukan jalan dan pendapat yang tepat, anda harus berteman dengan seorang yang shalih. Anda jangan mengalihkan pandangan kepada maddahin (kalangan penjilat) yang justru tidak akan mengingatkan akan kekeliruan saudaranya.

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِالْأَمِيرِ خَيْرًا جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ صِدْقٍ، إِنْ نَسِيَ ذَكَّرَهُ، وَإِنْ ذَكَرَ أَعَانَهُ

“Jika Allah menghendaki kebaikan bagi diri seorang pemimpin/pejabat, maka Allah akan memberinya seorang pendamping/pembantu yang jujur yang akan mengingatkan jika dirinya lalai dan akan membantu jika dirinya ingat” [Shahih. HR. Abu Dawud].

Contoh nyata akan hal ini disebutkan dalam kisah al-Hur bin Qais, orang kepercayaan Umar bin al-Khaththab radhiallahu anhu. Pada saat itu, Umar murka dan hendak memukul Uyainah bin Husn karena bertindak kurang ajar kepada beliau, maka al-Hur berkata kepada Umar,

يَا أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى قَالَ لِنَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {خُذِ العَفْوَ وَأْمُرْ بِالعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الجَاهِلِينَ} [الأعراف: 199] ، وَإِنَّ هَذَا مِنَ الجَاهِلِينَ، «وَاللَّهِ مَا جَاوَزَهَا عُمَرُ حِينَ تَلاَهَا عَلَيْهِ، وَكَانَ وَقَّافًا عِنْدَ كِتَابِ اللَّهِ»

“Wahai amir al-Mukminin, sesungguhnya Allah ta’ala berfirman kepada nabi-Nya, “Berikan maaf, perintahkan yang baik dan berpalinglah dari orang bodoh.” Sesungguhnya orang ini termasuk orang yang bodoh”. Perawi hadits ini mengatakan, “Demi Allah Umar tidak menentang ayat itu saat dibacakan karena ia adalah orang yang senantiasa tunduk terhadap al-Quran.” [HR. Bukhari].

Betapa banyak kezhaliman dapat dihilangkan dan betapa banyak tindakan yang keliru dapat dikoreksi ketika rekan yang shalih menjalankan perannya.

Ketiga, menyendiri untuk melakukan muhasabah

Salah satu bentuk evaluasi diri yang paling berguna adalah menyendiri untuk melakukan muhasabah dan mengoreksi berbagai amalan yang telah dilakukan.

Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab, beliau mengatakan,

حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَتَزَيَّنُوا لِلْعَرْضِ الأَكْبَرِ

“Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat kelak)” [HR. Tirmidzi].

Diriwayatkan dari Maimun bin Mihran, beliau berkata,

لَا يَكُونُ العَبْدُ تَقِيًّا حَتَّى يُحَاسِبَ نَفْسَهُ كَمَا يُحَاسِبُ شَرِيكَهُ

“Hamba tidak dikatakan bertakwa hingga dia mengoreksi dirinya sebagaimana dia mengoreksi rekannya” [HR. Tirmidzi].

Jika hal ini dilakukan, niscaya orang yang melaksanakannya akan beruntung. Bukanlah sebuah aib untuk rujuk kepada kebenaran, karena musibah sebenarnya adalah ketika terus-menerus melakukan kebatilan.

Faedah Mengintrospeksi Diri

Mengintrospeksi diri memiliki beberapa faedah, yaitu:

Pertama, musibah terangkat dan hisab diringankan

Pada lanjutan atsar Umar di atas disebutkan bahwa sebab terangkatnya musibah dan diringankannya hisab di hari kiamat adalah ketika seorang senantiasa bermuhasabah. Umar radhiallahu anhu mengatakan,

وَإِنَّمَا يَخِفُّ الحِسَابُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى مَنْ حَاسَبَ نَفْسَهُ فِي الدُّنْيَا

“Sesungguhnya hisab pada hari kiamat akan menjadi ringan hanya bagi orang yang selalu menghisab dirinya saat hidup di dunia” [HR. Tirmidzi].

Ketika berbagai kerusakan telah merata di seluruh lini kehidupan, maka jalan keluar dari hal tersebut adalah dengan kembali (rujuk) kepada ajaran agama sebagaimana yang disabdakan nabi shallallahu alaihi wa sallam,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ ، وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ، وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ، وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلًّا لَا يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

“Apabila kamu berjual beli dengan cara inah (riba), mengambil ekor-ekor sapi (berbuat zhalim), ridha dengan pertanian (mementingkan dunia) dan meninggalkan jihad (membela agama), niscaya Allah akan menimpakan kehinaan kepada kalian, Dia tidak akan mencabutnya sampai kalian kembali kepada ajaran agama”

Dalam riwayat lain, disebutkan dengan lafadz,

حتى يراجعوا دينهم

“Hingga mereka mengoreksi pelaksanaan ajaran agama mereka” [Shahih. HR. Abu Dawud].

Anda dapat memperhatikan bahwa rujuk dengan mengoreksi diri merupakan langkah awal terangkatnya musibah dan kehinaan.

Kedua, hati lapang terhadap kebaikan dan mengutamakan akhirat daripada dunia

Demikian pula, mengoreksi kondisi jiwa dan amal merupakan sebab dilapangkannya hati untuk menerima kebaikan dan mengutamakan kehidupan yang kekal (akhirat) daripada kehidupan yang fana (dunia). Dalam sebuah hadits yang panjang dari Ibnu Mas’ud disebutkan, “Suatu ketika seorang raja yang hidup di masa sebelum kalian berada di kerajaannya dan tengah merenung. Dia menyadari bahwasanya kerajaan yang dimilikinya adalah sesuatu yang tidak kekal dan apa yang ada di dalamnya telah menyibukkan dirinya dari beribadah kepada Allah. Akhirnya, dia pun mengasingkan diri dari kerajaan dan pergi menuju kerajaan lain, dia memperoleh rezeki dari hasil keringat sendiri. Kemudian, raja di negeri tersebut mengetahui perihal dirinya dan kabar akan keshalihannya. Maka, raja itupun pergi menemuinya dan meminta nasehatnya. Sang raja pun berkata kepadanya, “Kebutuhan anda terhadap ibadah yang anda lakukan juga dibutuhkan oleh diriku”. Akhirnya, sang raja turun dari tunggangannya dan mengikatnya, kemudian mengikuti orang tersebut hingga mereka berdua beribadah kepada Allah azza wa jalla bersama-sama” [Hasan. HR. Ahmad].

Perhatikan, kemampuan mereka berdua untuk mengoreksi kekeliruan serta keinginan untuk memperbaiki diri setelah dibutakan oleh kekuasaan, timbul setelah merenungkan dan mengintrospeksi hakikat kondisi mereka.

Ketiga, memperbaiki hubungan diantara sesama manusia

Introspeksi dan koreksi diri merupakan kesempatan untuk memperbaiki keretakan yang terjadi diantara manusia. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَبْوَابَ الْجَنَّةِ تُفْتَحُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ، فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا، إِلَّا رَجُلٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ، فَيُقَالُ: أَنْظِرُوهُمَا حَتَّى يَصْطَلِحَا ” مَرَّتَيْنِ

“Sesungguhnya pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis, di kedua hari tersebut seluruh hamba diampuni kecuali mereka yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Maka dikatakan, “Tangguhkan ampunan bagi kedua orang ini hingga mereka berdamai” [Sanadnya shahih. HR. Ahmad].

Menurut anda, bukankah penangguhan ampunan bagi mereka yang bermusuhan, tidak lain disebabkan karena mereka enggan untuk mengoreksi diri sehingga mendorong mereka untuk berdamai?

Keempat, terbebas dari sifat nifak

Sering mengevaluasi diri untuk kemudian mengoreksi amalan yang telah dilakukan merupakan salah satu sebab yang dapat menjauhkan diri dari sifat munafik. Ibrahim at-Taimy mengatakan,

مَا عَرَضْتُ قَوْلِي عَلَى عَمَلِي إِلَّا خَشِيتُ أَنْ أَكُونَ مُكَذِّبًا

“Tidaklah diriku membandingkan antara ucapan dan perbuatanku, melainkan saya khawatir jika ternyata diriku adalah seorang pendusta (ucapannya menyelisihi perbuatannya).”

Ibnu Abi Malikah juga berkata,

أَدْرَكْتُ ثَلاَثِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كُلُّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ، مَا مِنْهُمْ أَحَدٌ يَقُولُ: إِنَّهُ عَلَى إِيمَانِ جِبْرِيلَ وَمِيكَائِيلَ

“Aku menjumpai 30 sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, merasa semua mengkhawatirkan kemunafikan atas diri mereka. Tidak ada satupun dari mereka yang mengatakan bahwa keimanannya seperti keimanan Jibril dan Mikail” [HR. Bukhari].

Ketika mengomentari perkataan Ibnu Abi Malikah, Ibnu Hajar mengutip perkataan Ibnu Baththal yang menyatakan,

إِنَّمَا خَافُوا لِأَنَّهُمْ طَالَتْ أَعْمَارُهُمْ حَتَّى رَأَوْا مِنَ التَّغَيُّرِ مَا لَمْ يَعْهَدُوهُ وَلَمْ يَقْدِرُوا عَلَى إِنْكَارِهِ فَخَافُوا أَنْ يَكُونُوا دَاهَنُوا بِالسُّكُوتِ

“Mereka khawatir karena telah memiliki umur yang panjang hingga mereka melihat berbagai kejadian yang tidak mereka ketahui dan tidak mampu mereka ingkari, sehingga mereka khawatir jika mereka menjadi seorang penjilat dengan sikap diamnya” [Fath al-Baari 1/111].

Kesimpulannya, seorang muslim sepatutnya mengakui bahwa dirinya adalah tempatnya salah dan harus mencamkan bahwa tidak mungkin dia terbebas dari kesalahan. Pengakuan ini mesti ada di dalam dirinya, agar dia dapat mengakui kesalahan-kesalahan yang dilakukannya sehingga pintu untuk mengoreksi diri tidak tertutup bagi dirinya. Allah ta’ala berfirman,

إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم

“Allah tidak akan mengubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubahnya sendiri” (Al-Ra`d 11).

Manusia merupakan makhluk yang lemah, betapa seringnya dia memiliki pendirian dan sikap yang berubah-ubah. Namun, betapa beruntungnya mereka yang dinaungi ajaran agama dengan mengevaluasi diri untuk berbuat yang tepat dan mengoreksi diri sehingga melakukan sesuatu yang diridhai Allah. Sesungguhnya rujuk kepada kebenaran merupakan perilaku orang-orang yang kembali kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya.

Disadur dari artikel al-Muraja’ah wa at-Tashhih



Penerjemah: Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel www.muslim.or.id


Dari artikel Islam by null

Minggu, 15 Januari 2012

Inilah 12 Kaum yang Dibinasakan Allah

Oleh: Syahruddin El-Fikri Dalam Alquran, banyak sekali diceritakan kisah-kisah umat terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah karena mereka mengingkari utusan-Nya dan melakukan berbagai penyimpangan yang telah dilarang. Berikut adalah kaum-kaum yang dibinasakan. Kaum Nabi Nuh Nabi Nuh berdakwah selama 950 tahun, namun yang beriman hanyalah sekitar 80 orang. Kaumnya mendustakan dan memperolok-olok Nabi Nuh. Lalu, Allah mendatangkan banjir yang besar, kemudian menenggelamkan mereka yang ingkar, termasuk anak dan istri Nabi Nuh (QS Al-Ankabut : 14). Kaum Nabi Hud Nabi Hud diutus untuk kaum 'Ad. Mereka mendustakan kenabian Nabi Hud. Allah lalu mendatangkan angin yang dahsyat disertai dengan bunyi guruh yang menggelegar hingga mereka tertimbun pasir dan akhirnya binasa (QS Attaubah: 70, Alqamar: 18, Fushshilat: 13, Annajm: 50, Qaaf: 13). Kaum Nabi Saleh Nabi Saleh diutuskan Allah kepada kaum Tsamud. Nabi Saleh diberi sebuah mukjizat seekor unta betina yang keluar dari celah batu. Namun, mereka membunuh unta betina tersebut sehingga Allah menimpakan azab kepada mereka (QS ALhijr: 80, Huud: 68, Qaaf: 12). Kaum Nabi Luth Umat Nabi Luth terkenal dengan perbuatan menyimpang, yaitu hanya mau menikah dengan pasangan sesama jenis (homoseksual dan lesbian). Kendati sudah diberi peringatan, mereka tak mau bertobat. Allah akhirnya memberikan azab kepada mereka berupa gempa bumi yang dahsyat disertai angin kencang dan hujan batu sehingga hancurlah rumah-rumah mereka. Dan, kaum Nabi Luth ini akhirnya tertimbun di bawah reruntuhan rumah mereka sendiri (QS Alsyu'araa: 160, Annaml: 54, Alhijr: 67, Alfurqan: 38, Qaf: 12). Kaum Nabi Syuaib Nabi Syuaib diutuskan kepada kaum Madyan. Kaum Madyan ini dihancurkan oleh Allah karena mereka suka melakukan penipuan dan kecurangan dalam perdagangan. Bila membeli, mereka minta dilebihkan dan bila menjual selalu mengurangi. Allah pun mengazab mereka berupa hawa panas yang teramat sangat. Kendati mereka berlindung di tempat yang teduh, hal itu tak mampu melepaskan rasa panas. Akhirnya, mereka binasa (QS Attaubah: 70, Alhijr: 78, Thaaha: 40, dan Alhajj: 44). Selain kepada kaum Madyan, Nabi Syuaib juga diutus kepada penduduk Aikah. Mereka menyembah sebidang padang tanah yang pepohonannya sangat rimbun. Kaum ini menurut sebagian ahli tafsir disebut pula dengan penyembah hutan lebat (Aikah) (QS AlHijr: 78, Alsyu'araa: 176, Shaad: 13, Qaaf: 14). Firaun Kaum Bani Israil sering ditindas oleh Firaun. Allah mengutus Nabi Musa dan Harun untuk memperingatkan Firaun akan azab Allah. Namun, Firaun malah mengaku sebagai tuhan. Ia akhirnya tewas di Laut Merah dan jasadnya berhasil diselamatkan. Hingga kini masih bisa disaksikan di museum mumi di Mesir (Albaqarah: 50 dan Yunus: 92). Ashab Al-Sabt Mereka adalah segolongan fasik yang tinggal di Kota Eliah, Elat (Palestina). Mereka melanggar perintah Allah untuk beribadah pada hari Sabtu. Allah menguji mereka dengan memberikan ikan yang banyak pada hari Sabtu dan tidak ada ikan pada hari lainnya. Mereka meminta rasul Allah untuk mengalihkan ibadah pada hari lain, selain Sabtu. Mereka akhirnya dibinasakan dengan dilaknat Allah menjadi kera yang hina (QS Al-A'raaf: 163). Ashab Al-Rass Rass adalah nama sebuah telaga yang kering airnya. Nama Al-Rass ditujukan pada suatu kaum. Konon, nabi yang diutus kepada mereka adalah Nabi Saleh. Namun, ada pula yang menyebutkan Nabi Syuaib. Sementara itu, yang lainnya menyebutkan, utusan itu bernama Handzalah bin Shinwan (adapula yang menyebut bin Shofwan). Mereka menyembah patung. Ada pula yang menyebutkan, pelanggaran yang mereka lakukan karena mencampakkan utusan yang dikirim kepada mereka ke dalam sumur sehingga mereka dibinasakan Allah (Qs Alfurqan: 38 dan Qaf ayat 12). Ashab Al-Ukhdudd Ashab Al-Ukhdud adalah sebuah kaum yang menggali parit dan menolak beriman kepada Allah, termasuk rajanya. Sementara itu, sekelompok orang yang beriman diceburkan ke dalam parit yang telah dibakar, termasuk seorang wanita yanga tengah menggendong seorang bayi. Mereka dikutuk oleh Allah SWT (QS Alburuuj: 4-9). Ashab Al-Qaryah Menurut sebagian ahli tafsir, Ashab Al-Qaryah (suatu negeri) adalah penduduk Anthakiyah. Mereka mendustakan rasul-rasul yang diutus kepada mereka. Allah membinasakan mereka dengan sebuah suara yang sangat keras (QS Yaasiin: 13). Kaum Tubba' Tubaa' adalah nama seorang raja bangsa Himyar yang beriman. Namun, kaumnya sangat ingkar kepada Allah hingga melampaui batas. Maka, Allah menimpakan azab kepada mereka hingga binasa. Peradaban mereka sangat maju. Salah satunya adalah bendungan air (QS Addukhan: 37). Kaum Saba Mereka diberi berbagai kenikmatan berupa kebun-kebun yang ditumbuhi pepohonan untuk kemakmuran rakyat Saba. Karena mereka enggan beribadah kepada Allah walau sudah diperingatkan oleh Nabi Sulaiman, akhirnya Allah menghancurkan bendungan Ma'rib dengan banjir besar (Al-Arim) (QS Saba: 15-19). Redaktur: Heri Ruslan

Kamis, 12 Januari 2012

Ciri-Ciri Nabi Isa AS Saat Turun Ke Bumi di Akhir Zaman


Segala puji Allah, Rabb pemberi berbagai nikmat. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Pada kesempatan kali ini, kami akan merampungkan pembahasan mengenai turunnya Nabi Isa ‘alaihis salam di akhir zaman yang di mana pembahasan ini sudah lama terlewatkan. Yang akan kami lanjutkan adalah mengenai ciri-ciri Nabi Isa serta visi dan misinya di kala ia turun di akhir zaman. Semoga bermanfaat.

Ciri-Ciri Nabi Isa ‘alaihis salam

Ciri-ciri ‘Isa bin Maryam telah disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits berikut ini.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

رَأَيْتُ عِيسَى وَمُوسَى وَإِبْرَاهِيمَ ، فَأَمَّا عِيسَى فَأَحْمَرُ جَعْدٌ عَرِيضُ الصَّدْرِ ، وَأَمَّا مُوسَى فَآدَمُ جَسِيمٌ سَبْطٌ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ الزُّطِّ

"(Saat aku diisra'kan), aku melihat 'Isa dan Musa serta Ibrahim 'alahimis salam. Adapun 'Isa, dia adalah laki-laki yang kulitnya kemerahan, tegap dan dadanya bidang sedangkan Musa adalah orang yang kurus (tinggi) seperti kebanyakan laki-laki dari Sudan (Afrika)". (HR. Bukhari no. 3438)

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ بَيْنِى وَبَيْنَهُ نَبِىٌّ - يَعْنِى عِيسَى - وَإِنَّهُ نَازِلٌ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَاعْرِفُوهُ رَجُلٌ مَرْبُوعٌ إِلَى الْحُمْرَةِ وَالْبَيَاضِ بَيْنَ مُمَصَّرَتَيْنِ كَأَنَّ رَأْسَهُ يَقْطُرُ وَإِنْ لَمْ يُصِبْهُ بَلَلٌ فَيُقَاتِلُ النَّاسَ عَلَى الإِسْلاَمِ فَيَدُقُّ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ وَيُهْلِكُ اللَّهُ فِى زَمَانِهِ الْمِلَلَ كُلَّهَا إِلاَّ الإِسْلاَمَ وَيُهْلِكُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَيَمْكُثُ فِى الأَرْضِ أَرْبَعِينَ سَنَةً ثُمَّ يُتَوَفَّى فَيُصَلِّى عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ

“Tidak ada nabi (yang hidup) antara masaku dan ‘Isa. Sungguh, kelak ia akan turun, jika kalian melihatnya maka kenalilah. Ia adalah seorang laki-laki yang sedang (tidak tinggi dan tidak terlalu pendek), berkulit merah keputih-putihan, beliau memakai di antara dua kain berwarna sedikit kuning[1]. Seakan rambut kepala beliau menetes meski tidak basah. Beliau akan memerangi manusia hingga mereka masuk ke dalam Islam, beliau akan menghancurkan salib, membunuh babi dan menghapus jizyah (upeti). Pada masa beliau, Allah akan membinasakan semua agama selain Islam, Isa akan membunuh Dajjal, dan beliau akan tinggal di muka bumi selama empat puluh tahun. Setelah itu ia meninggal dan kaum muslimin menshalatinya.” (HR. Abu Daud no. 4324 dan Ahmad 2/437. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,

« عُرِضَ عَلَىَّ الأَنْبِيَاءُ فَإِذَا مُوسَى ضَرْبٌ مِنَ الرِّجَالِ كَأَنَّهُ مِنْ رِجَالِ شَنُوءَةَ وَرَأَيْتُ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ - عَلَيْهِ السَّلاَمُ - فَإِذَا أَقْرَبُ مَنْ رَأَيْتُ بِهِ شَبَهًا عُرْوَةُ بْنُ مَسْعُودٍ وَرَأَيْتُ إِبْرَاهِيمَ صَلَوَاتُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَإِذَا أَقْرَبُ مَنْ رَأَيْتُ بِهِ شَبَهًا صَاحِبُكُمْ - يَعْنِى نَفْسَهُ - وَرَأَيْتُ جِبْرِيلَ - عَلَيْهِ السَّلاَمُ - فَإِذَا أَقْرَبُ مَنْ رَأَيْتُ بِهِ شَبَهًا دِحْيَةُ ». وَفِى رِوَايَةِ ابْنِ رُمْحٍ « دِحْيَةُ بْنُ خَلِيفَةَ ».

"Ditampakkan kepadaku para nabi, ternyata Musa adalah salah satu jenis laki-laki seperti laki-laki bani Syanu'ah. Aku melihat Isa bin Maryam ‘alaihis salam, ternyata beliau mirip dengan orang yang telah aku lihat memiliki kemiripan dengannya, yaitu ‘Urwah bin Mas'ud. Aku pun melihat Ibrahim ‘alaihis salam, ternyata dia mirip dengan orang yang aku lihat memiliki kemiripan dengannya, yaitu sahabat kalian (maksudnya beliau sendiri). Dan aku melihat Jibril Alaihissalam, ternyata dia mirip dengan orang yang pernah aku lihat memiliki kemiripan dengannya, yaitu Dihyah." Dalam riwayat Ibnu Rumh disebut, "Dihyah bin Khalifah." (HR. Muslim no. 167)

Kapan Nabi Isa Turun ke Muka Bumi?


Nabi Isa turun di saat kaum muslimin akan memerangi Dajjal di saat shalat Shubuh.[2]

Dari Abu Umamah Al Bahili, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِمَامُهُمْ رَجُلٌ صَالِحٌ فَبَيْنَمَا إِمَامُهُمْ قَدْ تَقَدَّمَ يُصَلِّى بِهِمُ الصُّبْحَ إِذْ نَزَلَ عَلَيْهِمْ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ الصُّبْحَ فَرَجَعَ ذَلِكَ الإِمَامُ يَنْكُصُ يَمْشِى الْقَهْقَرَى لِيَتَقَدَّمَ عِيسَى يُصَلِّى بِالنَّاسِ فَيَضَعُ عِيسَى يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ لَهُ تَقَدَّمْ فَصَلِّ فَإِنَّهَا لَكَ أُقِيمَتْ. فَيُصَلِّى بِهِمْ إِمَامُهُمْ فَإِذَا انْصَرَفَ قَالَ عِيسَى عَلَيْهِ السَّلاَمُ افْتَحُوا الْبَابَ.

“Imam mereka adalah seorang laki-laki yang shalih. Ketika pemimpin mereka hendak maju ke depan untuk mengimami dalam shalat subuh, tiba-tiba turunlah Isa bin Maryam, maka mundurlah imam mereka ke belakang supaya Isa maju untuk mengimami shalat. Isa lalu meletakkan tangannya di antara dua bahunya (pemimpin mereka) sambil berkata, 'Majulah engkau dan pimpinlah shalat, karena sesungguhnya ia ditegakkan untuk kalian.' Akhirnya pemimpin mereka pun mengimami mereka shalat, dan ketika shalat telah usai, Isa berkata, 'Bukalah pintu.' (HR. Ibnu Majah no. 4067. Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ Ash Shogir no. 13833 mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَبَيْنَمَا هُمْ يُعِدُّونَ لِلْقِتَالِ يُسَوُّونَ الصُّفُوفَ إِذْ أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ فَأَمَّهُمْ

“Dan ketika mereka sedang mempersiapkan peperangan dan sedang merapikan barisan, tiba-tiba datanglah waktu shalat, dan turunlah Nabi Isa bin Maryam, lalu ia mengimami mereka.” (HR. Muslim no. 2897). Namun bukan yang dimaksudkan dalam hadits ini bahwasanya Isa menjadi imam shalat. Disebutkan dalam hadits lainnya, dari Jabir bin 'Abdillah, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ - قَالَ - فَيَنْزِلُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ -صلى الله عليه وسلم- فَيَقُولُ أَمِيرُهُمْ تَعَالَ صَلِّ لَنَا. فَيَقُولُ لاَ. إِنَّ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ أُمَرَاءُ. تَكْرِمَةَ اللَّهِ هَذِهِ الأُمَّةَ

“Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang berperang memperjuangkan kebenaran dan meraih kemenangan hingga hari kiamat.” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun mengatakan, “Kemudia Isa bin Maryam turun ke muka bumi. Lalu pemimpin mereka-mereka tadi mengatakan pada Isa, “Jadilah imam shalat bersama kami.” “Tidak. Sesungguhnya di antara kalian sudah menjadi pemimpin bagi yang lain. Allah betul-betul telah memuliakan umat ini”, jawab Isa.” (HR. Muslim no. 156)

Apakah Nabi Isa akan Membawa Syariat Baru?


Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« كَيْفَ أَنْتُمْ إِذَا نَزَلَ فِيكُمُ ابْنُ مَرْيَمَ فَأَمَّكُمْ مِنْكُمْ ». فَقُلْتُ لاِبْنِ أَبِى ذِئْبٍ إِنَّ الأَوْزَاعِىَّ حَدَّثَنَا عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنْ نَافِعٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ « وَإِمَامُكُمْ مِنْكُمْ ». قَالَ ابْنُ أَبِى ذِئْبٍ تَدْرِى مَا أَمَّكُمْ مِنْكُمْ قُلْتُ تُخْبِرُنِى. قَالَ فَأَمَّكُمْ بِكِتَابِ رَبِّكُمْ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَسُنَّةِ نَبِيِّكُمْ -صلى الله عليه وسلم-.

"Bagaimana keadaan kalian apabila Isa putera Maryam turun pada kalian dan menjadi pemimpin kalian?" Lalu aku berkata kepada Ibnu Abu Dzi'b bahwa al-Auza'i telah menceritakan kepada kami, dari az-Zuhri dari Nafi' dari Abu Hurairah, "Pemimpin kalian dalah dari kalian." Ibnu Abu Dzi'b berkata, "Apakah kamu tahu sesuatu apa (yang dijadikan dasar) memimpin kalian?" Aku balik bertanya, "Apakah kamu akan mengabarkannya kepadaku?" Ibnu Abu Dzi'b berkata, "Dia akan memimpin kalian berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Nabi Kalian shallallahu 'alaihi wa sallam'. (HR. Muslim no. 155)

Hadits ini menunjukkan bahwa ketika Isa bin Maryam turun, beliau akan mengikuti ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi sama sekali Isa tidak membawa syari’at baru. Beliau akan berhukum dengan Al Qur’an dan bukan dengan Injil. Karena Al Qur’an sudah menghapuskan syariat Nabi sebelumnya.[3]

Sanggahan bagi Segolongan Orang yang Tidak Mengakui Turunnya Nabi Isa

Orang-orang yang sesat dan mengagungkan logika (yang dangkal) kadang menggunakan argumen-argumen yang rapuh untuk menyanggah keyakinan bahwa Isa bin Maryam akan turun di akhir zaman. Di antara alasan mereka menolak keyakinan ini adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa tidak ada nabi lagi sesudah beliau. Dengan pernyataan semacam ini (yang asalnya dari dalil Qur’an dan hadits), mereka pun menyanggah dalil-dalil yang menyatakan bahwa Isa bin Maryam akan turun di akhir zaman.

Berikut sanggahan dari Al Qodhi yang dinukil dari Imam An Nawawi rahimahullah.

Al Qodhi mengatakan, “Sebagian Mu’tazilah, Jahmiyah dan yang sepaham dengan mereka mengingkari turunnya Nabi Isa ‘alaihis salam. Mereka mengklaim bahwa hadits tersebut tertolak dengan firman Allah Ta’ala bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi. Mereka juga beralasan dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak ada nabi lagi sesudahku”. Mereka beralasan lagi dengan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin bahwa tidak ada nabi lagi sesudah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan syari’at Muhammad itulah yang berlaku selamanya hingga akhir zaman, sehingga tidak mungkin dihapus. Sunguh ini adalah alasan yang sungguh rapuh. Perlu diketahui bahwa yang dimaksud turunnya Isa ‘alaihis salam bukanlah beliau turun lagi sebagai Nabi yang membawa syari’at baru dan menghapus syari’at Islam. Tidak ada satu pun hadits dan dalil lainnya yang menyatakan semacam ini. Bahkan hadits-hadits yang membicarakan turunnya Isa adalah benar.” An Nawawi lantas mengatakan, “Sebagaimana telah disebutkan dalam kitab Al Iman dan selainnya bahwa Isa akan turun sebagai hakim yang adil dan akan berhukum dengan syari’at kita (syari’at Islam). Beliau akan menghidupkan kembali syariat Islam yang sudah ditinggalkan.”[4]

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel www.rumaysho.com

[1] Lihat ‘Aunul Ma’bud, Al ‘Azhim Abadi, 11/306, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, cetakan kedua, 1415 H.

[2] Al Yaumul Akhir-Al Qiyamatush Shugro, Dr. ‘Umar Sulaiman Al Asyqor, hal.260, Darun Nafais-Maktabah Al Falah, cetakan keempat, 1411 H.

[3] Lihat Al Yaumul Akhir-Al Qiyamatush Shugro, hal. 262.

[4] Syarh Shahih Muslim, 18/75-76.

Selasa, 10 Januari 2012

Hikmah Al Qur'an Diturunkan Berangsur-Angsur

Telah jelas dari pembagian Al-Quran menjadi ayat-ayat Makiyah dan Madaniyah menunjukkan bahwa Al-Quran turun secara berangsur-angsur. Turunnya Al-Quran dengan cara tersebut memiliki hikmah yang banyak, di antaranya:

Pengokohan hati Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla pada surat Al-Furqan, ayat 32—33,
“Berkatalah orang-orang yang kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?” Demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.”

Memberi kemudahan bagi manusia untuk menghapal, memahami serta mengamalkannya, karena Al-Quran dibacakan kepadanya secara bertahap. Berdasarkan firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam surat Al-Isra`, ayat 106,
“Dan Al Qur’an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian.”
Memberikan semangat untuk menerima dan melaksanakan apa yang telah diturunkan di dalam Al-Quran karena manusia rindu dan mengharapkan turunnya ayat, terlebih lagi ketika mereka sangat membutuhkannya. Seperti dalam ayat-ayat ‘ifk (berita dusta yang disebarkan sebagian orang tentang Aisyah radhiyallahu ‘anha=) dan li’an.
Penetapan syariat secara bertahap sampai kepada tingkatan yang sempurna.
Seperti yang terdapat dalam ayat khamr, yang mana manusia pada masa itu hidup dengan khamr dan terbiasa dengan hal tersebut, sehingga sulit jika mereka diperintahkan secara spontan meninggalkannya secara total.
Maka untuk pertama kali turunlah firman Allah ‘Azza wa Jalla (yaitu, surat Al-Baqarah ayat 219) yang menerangkan keadaan khamr. Ayat ini membentuk kesiapan jiwa-jiwa manusia untuk pada akhirnya mau menerima pengharaman khamr, di mana akal menuntut untuk tidak membiasakan diri dengan sesuatu yang dosanya lebih besar daripada manfaatnya.
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa’at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa’atnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ” Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Kemudian yang kedua turun firman Allah ‘Azza wa Jalla (yaitu surat An-Nisaa` ayat 43). dalam ayat tersebut terdapat perintah untuk membiasakan meninggalkan khamr pada keadaan-keadaan tertentu yaitu waktu shalat.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub , terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci). sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.”
Kemudian tahap ketiga turun firman Allah ‘Azza wa Jalla (yaitu surat Al-Ma-idah ayat 90–92). Dalam ayat tersebut terdapat larangan meminum khamr dalam semua keadaan, hal itu sempurna setelah melalui tahap pembentukan kesiapan jiwa-jiwa manusia, kemudian diperintah untuk membiasakan diri meninggalkan khamr pada keadaan tertentu.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah , adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). Dan ta’atlah kamu kepada Allah dan ta’atlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami, hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”

(Diringkas dari terjemahan Ushulun fi At-Tafsiri, karya Syekh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin (hlm. 36—38), penerbit: Cahaya Tauhid Press, Malang dengan beberapa penambahan penjelasan dan pengubahan aksara oleh www.muslimah.or.id)

Senin, 09 Januari 2012

Misteri Wanita Indonesia Temukan Madagaskar


Simulasi komputer menunjukkan, pemukiman pertama di Madagaskar ada pada tahun 830 Masehi

Tari Gending Sriwijaya: Kolonialisasi Madagaskar diduga di era Sriwijaya (img.kaskushotthread.com)


Ini salah satu episode aneh dalam kisah pengembaraan manusia: faktor ketidaksengajaan menuntun orang menemukan Madagaskar.

Seperti dimuat situs sains, Physorg.com, sejak lama Madagaskar menjadi daya tarik bagi para antropolog. Salah satu alasannya, mengapa manusia tak menjamahnya selama ribuan tahun. Pulau keempat terbesar dunia itu sebelumnya hanya dihuni para lemur.

Tim ilmuwan biologi molekular yang dipimpin Murray Cox dari Massey University Selandia Baru menggunakan uji DNA dari 266 orang dari tiga etnik Malagasy -- orang asli Madagaskar, untuk menguak teka-teki migrasi itu.

Mereka menemukan, sekitar 1.200 tahun lalu, sekelompok manusia untuk kali pertamanya menginjakkan kaki di Madagaskar. Diduga karena kapal yang karam.

Hasil analisa gen dari mitokondria -- baterai sel yang gennya diwariskan dari ibu, menyimpulkan, 30 perempuan termasuk penemu Madagascar, 28 di antaranya dipastikan dari Indonesia. Para ilmuwan juga memastikan, pembawa kromosom Y -- yang diwariskan garis ayah berasal dari nusantara, hanya belum diketahui pasti berapa jumlahnya.

Simulasi komputer menunjukkan, pemukiman pertama di Madagaskar ada pada tahun 830 Masehi, saat yang bersamaan dengan berkembangnya perdagangan nusantara di bawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya, yang berpusat di Sumatera.

Tak hanya soal DNA, ada faktor lain yang menunjukkan kontribusi nusantara, yakni bahasa. Dari segi linguistik, penduduk Madagaskar bicara dalam bahasa, yang asal-usulnya bisa dilacak sampai Indonesia.

Sebagian besar dari leksikon Ma'anyan, bahasa yang dipraktekan sehari-hari di masyarakat yang bermukim di sepanjang Sungai Barito, di wilayah pedalaman. Juga ditemukan segelintir bahasa yang akarnya dari Jawa, Melayu, atau Sansekerta.

Bukti lain pengaruh nusantara di Madagaskar adalah penemuan perahu cadik, peralatan besi, instrumen musik seperti gambang. Juga peralatan makan yang sangat 'tropis', sistem tanam padi, pisang, ubi jalar di sela-sela hutan.

"Kontribusi Indonesia ada pada bahasa, budaya, dan gen, yang terus berlanjut hingga saat ini di Madagaskar," demikian isi laporan tim ilmuwan.

Bagaimana para perempuan ini sampai di Madagaskar, hingga kini masih jadi misteri besar. Tapi, ada tiga teori soal ini.

Pertama, meski tak ada bukti, mereka dibawa oleh kapal dagang. Teori kedua, Madagaskar sejak dulu memang dijadikan koloni dagang atau tempat pelarian orang yang kehilangan tanah dan juga kuasa karena ekspansi Kerajaan Sriwijaya.

Hipotesis ketiga dan paling berani, para perempuan itu kebetulan ada dalam kapal yang tanpa sengaja mengarungi samudera. Simulasi arus laut dan pola cuaca di musim hujan mendukung teori ini.

Memang, fakta membuktikan, reruntuhan kapal pengebom dari Sumatera dan Jawa saat Perang Dunia II terbawa arus ke Madagaskar. Bahkan, dalam sebuah kasus, termasuk seorang korban selamat dalam sekoci yang berlabuh di Madagaskar.

Vivanews

Sabtu, 07 Januari 2012

Ciri Pribadi Taqwa

Allah SWT menurunkan Al-quran sebagai Mu’jizat yang luar biasa untuk kekasihnya: Nabi Muhammad SAW, melalui perantara Malaikat Jibril dalam kurun waktu lebih kurang selama 23 Tahun. Al-Quran terdiri dari 114 surat, 6666 ayat (berdasarkan perhitungan mayoritas ulama, karena ada perbedaan versi [antara perhitungan ulama Syiria, Madinah ataupun Bashrah]tentang jumlah ayat dalam Al-Quran yang terdiri dari 30 juz ini), di awali dari Ummu al-Kitab (Al-Fatihah) dan di tutup dengan surat An-Naas. Al-Baqarah sebagai surat kedua, di awal ayat dengan jelas Allah SWT memberikan definisi bahwa Inilah Kitab (Al-Quran), kita di perintahkan untuk tidak memiliki rasa ragu atau tidak percaya kepada isi dan kandungan al-Quran, Kenapa? Karena Al-quran tidak di turunkan melainkan sebagai petunjuk untuk orang-orang yang bertakwa.


Kata Petunjuk kalau dalam bahasa arabnya adalah diambil dari lafadz hudan, dimana kata hudan ini, masih seakar kata dengan kata hadiah, bermakna; Al-Quran adalah kitab suci yang diberikan dengan penuh cinta dan rasa kasih sayang, hal ini masih sejalan dengan konsep hadiah, apabila seseorang memberikan suatu hadiah untuk kawan dekat, saudara, atau kekasih tercinta, pasti dia akan mengemas secantik mungkin, di balut dengan kertas dan berbagai aksesoris lainnya, dan disaat memberikan hadiah tersebut tanpa adanya suatu unsur paksaan, melainkan diberikan dengan penuh rasa suka cita, hati damai dan tanpa mengharap imbalan apapun, begitulah sejatinya Allah menurunkan Al-Quran kepada kita sebagai petunjuk (baca:hadiah) untuk orang-orang yang bertaqwa.

Definisi taqwa yang sering di jelaskan oleh para ulama adalah Imtisal al-awaamir Wajtinabu al-Nawahi (melaksanakan apa yang diperintahkan Allah, dan menjauhi segala larangan-Nya). Seperti yang diungkapkan oleh Imam Hasan Al-Bashri bahwa taqwa adalah takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah, serta menunaikan apa yang diwajibkan-Nya. Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengartikan taqwa dapat di raih oleh orang-orang yang mampu menjadikan tabir penjaga antara dirinya dan neraka. Pandangan ini secara tidak langsung menyatakan bahwa orang yang bertaqwa tahu hal-hal apa sajakah yang menyebabkan Allah murka dan menghukumnya kelak di neraka.

Konsep taqwa kalau dalam surat Ath-Thalaq, selama ini hanya dijelaskan seputar imbalan akan diberikan jalan keluar (solusi) dalam segala problematika kehidupan, serta akan didatangkannya rezeki dari jalan yang tidak kita sangka, padahal pada ayat selanjutnya masih ada 3 point yang dengan tegas di jelaskan, bahwa orang-orang yang bertaqwa selain akan mendapatkan 2 point di atas, Allah SWT juga akan menjadikan segala urusan kehidupannya menjadi lebih mudah dalam melaluinya, akan dihapuskan segala kekhilafan(perbuatan buruknya), dan meraka akan selalu di lipat gandakan pahalanya dalam setiap amaliyah sholih yang dilakukannya. Begitu mulianya orang-orang yang bertaqwa dalam pandangan sang penguasa alam raya ini.

Rasulullah SAW suatu ketika pernah menasehati Sayyidina Ali Ibnu Abi Thalib, wahai Ali: Shalatlah apabila telah tiba waktunya karena itu akan menunjukkan engkau sebagai pribadi yang bertaqwa. Nasehat ini kalau dalam surat An-Nisa sudah di jelaskan bahwa Sesungguhnya Shalat ada pada diri orang-orang yang beriman, dan telah di tetapkan waktunya. Maka wajar kalau baginda Rasulullah SAW dalam beberapa riwayat di katakan, suatu masa beliau sedang berasyik-masyuk, bersenda gurau dengan para istrinya, tetapi apabila tiba waktu shalat (adzan), Kaannahu Lam Ya’rifna Walam Na’rifhu: seakan-akan rasul tidak mengenal kami (para istri), dan kami pun tidak mengenalnya (rasul), beliau langsung menuju masjid untuk memenuhi panggilan-Nya, dan para istrinya pun langsung ikut berjamaah. Demikian dijaganya arti shalat jamaah oleh rasul dan keluarganya.

Besok di akhirat, ada 3 golongan manusia yang berbeda di dalam menjaga shalat jamaah waktu di dunia:

1. Wujuuhuhum Ka al-Kawakib (Wajah seperti bintang)

Kelompok ini adalah mereka yang apabila mendengar adzan (panggilan shalat), mereka tidak melanjutkan aktivitasnya melainkan segera mengambil air wudlu’ untuk melaksanakan shalat.

2. Wujuuhuhum Ka al-Qamar (Wajah seperti bulan)

Golongan ini bisa dicapai kepada mereka yang selalu dalam keadaan suci, walaupun belum ada panggilan shalat(adzan).

3. Wujuuhuhum Ka al-Syams (Wajah seperti Matahari)

Golongan eksekutif yang dapat merasakan kenikmatan ini, karena mereka selalu dalam keadaan suci, dan sudah duduk I’tikaf di dalam masjid walaupun adzan belum berkumandang.

Inilah beberapa tauladan yang dapat mengangkat martabat kita sebagai pribadi yang bertaqwa, yang mampu menjaga dan memelihara suatu hadiah (baca: pesan moral dalam Al-Quran) dari Tuhan-Nya, sehingga menjadi pribadi yang berakhlak mulia. Sudah sejauh manakah kita dalam mengaplikasikan hadiah indah dari Allah ta’ala???

Sholli ‘Ala Muhammad Wa Aalihi

PG.2.7 Selangor

Amir el-Madary