Senin, 29 Juli 2013

Pedagang Yang Memperoleh Cahaya

Para pedagang yang tidak lalai dalam mengingat Allah, mendirikan shalat (berjamaah di masjid) dan membayar zakat – mereka yang dipuji langsung oleh Allah dan mendapat cahaya!

Oleh: Muhaimin Iqbal

CAHAYA Allah itu digambarkan sebagai cahaya di atas cahaya, seperti minyak terbaik dari zaitun terbaik yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, minyak yang seolah bercahaya meskipun belum dinyalakan apinya. Jalan menuju cahaya Allah ini diberikan kepada siapa saja yang dikehendakiNya, di antaranya adalah kepada para pengusaha dan pedagang. Tetapi pengusaha atau pedagang seperti apa yang akan mendapatkan petunjuk kepada cahayaNya ini?

Kabar baik bagi para pengusaha dan pedagang muslim itu datangnya dari rangkaian ayat berikut:

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS: An-Nuur [24] :35)

“Bertasbih kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,” (QS: an-Nuur [24]:36)

“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sholat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” (QS: an-Nuur [24]:37)

“(Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS: an-Nuur [24]:38)

Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan asbabunnuzul dari QS: An-Nuur [24] :37-38 tersebut adalah ketika kaum muslimin sibuk berdagang di pasar, namun ketika mendengar suara Adzan mereka segera menutupi barang dagangannya untuk bisa sholat di masjid, Ibnu Umar pun berkata: “Pada merekalah turun ayat : Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah.” (HR. Ibnu Hatim dan Ibnu Jarir)

Para pedagang yang tidak lalai dalam mengingat Allah, mendirikan sholat (berjamaah di masjid) dan membayar zakat – mereka dipuji langsung oleh Allah melalui ayat-ayat tersebut diatas. Mereka juga menjadi salah satu contoh dari orang-orang yang Allah bimbing kepada cahaya-Nya, sebagaimana yang dijelaskan di dua ayat sebelumnya.

Lebih dari itu, pedagang yang berperilaku demikian juga akan mendapatkan balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan, ditambahkan pula karuniaNya dan diberi rezeki yang tanpa batas!

Di surat lain Surat Al-Jumu’ah ayat 9 dan 10 Allah juga menjanjikan keuntungan bagi para pedagang yang bersegera memenuhi panggilan Allah untuk sholat Jum’at meninggalkan jual belinya, dan banyak-banyak mengingat Allah ketika mereka melanjutkan perdagangannya setelah selesai shalat.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيراً لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS: al-Jumuah [62]: 9-10)

Bila pujian Allah, balasan yang lebih baik dari apa yang dikerjakan, tambahan karunianya, keberuntungan dan rezeki yang tanpa batas diberikan kepada para pengusaha dan pedagang yang tidak lalai dari mengingat Allah, mendirikan sholat dan membayar zakat – lantas apa balasan bagi yang melalaikan Allah ketika berusaha atau berdagang?

Jawabannya adalah kerugian! Rugi di dunia maupun di akhirat. Mereka bekerja keras sampai lupa shalat dan lupa mengingat Allah – padahal justru dengan cara ini mereka tidak akan mendapatkan lebih dari yang Allah tentukan, kerugian demi kerugianlah yang akan mereka derita.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS: al Munafiqun [63] :9)

Dari uraian di atas kita tahu seperti apa para pengusaha dan pedagang (juga profesi-profesi lainnya) yang akan beruntung, mendapatkan hasil lebih dari yang mereka upayakan, mendapat tambahan rahmat dan rezeki yang tanpa batas itu. Kita juga tahu siapa yang akan rugi.

Pertanyaannya adalah lantas bagaimana ini kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita dalam berusaha, berdagang ataupun menjalani profesi lainnya? Ada yang bisa kita lakukan sendiri, tetapi ada juga yang harus dilakukan bersama-sama secara berjamaah dalam lingkungan masyarakat kita.

Yang bisa dilakukan sendiri adalah misalnya memperbaiki respon diri kita ketika mendengar suara adzan dan kita lagi asyik bekerja, kita tidak lagi cuek tetapi bersegera memenuhi panggilanNya. Banyak-banyak mengingat Allah dalam pekerjaan keseharian kita, ketika kita mendesign produk, ketika membuat akad, ketika berjual beli, ketika membuat kebijakan publik dlsb, kita ingat bahwa Allah melihat apa-pun yang kita lakukan, besar atau kecil, yang dhohir maupun yang batin.

Yang harus dilakukan secara berjamaah dengan lingkungan misalnya adalah memperbaiki budaya kerja di perusahaan atau instansi. Ingat bahwa yang membuat usaha kita sukses bukanlah budaya kerja keras sedemikian rupa sampai karyawan-karyawan kita melalaikan sholatnya.

Yang membuat usaha kita sukses lebih dari yang bisa kita lakukan adalah bila perusahaan kita bisa menciptakan budaya kerja keras, namun seluruh aktivitas kerja bisa berhenti dan merespon panggilan sholat berjamaah tepat waktu. Yang membuat usaha selamat adalah karyawan-karyawan yang ingat Allah dan takut kepada hari akhir.

Bagaimana kalau suara adzan tidak terdengar dari tempat kerja kita? Bagaimana kalau lokasi masjid jauh sedemikian rupa sehingga pergi ke masjid menjadi terasa berat? Bagaimana kalau masjid-masjid hanya berada di basement atau sudut-sudut bangunan yang sempit sehingga orang harus berjubel antri untuk bisa sholat berjamaah?

Itulah masalah-masalah yang dihadapi umat sekarang karena peradaban kota tidak di tangan umat ini. Yang membuat pasar, yang memiliki gedung tinggi, yang membuat kota mandiri dlsb. bukan umat kita sehingga mereka hanya ala kadarnya saja memenuhi kebutuhan kita. Bahkan karena peradaban Islam lagi tidak dominan di jaman ini, bangunan-bangunan perkantoran, pasar dan komplek-komplek yang dibangun dan dimiliki orang Islam-pun belum didesign untuk menjadi kondusif bagi penghuninya untuk melaksanakan apa-apa yang disebut di ayat-ayat tersebut di atas.

Maka inilah fardhu kifayah kita untuk bisa mengembalikan peradaban Islam, dimana lingkungan aktivitas hidup umat ini bisa menjadi kembali kondusif untuk banyak-banyak mengingat Allah dan bersegera memenuhi panggilanNya. Inilah contoh yang diberikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika membuat pasar yang sedemikian rupa tidak terlalu jauh dari Masjid sehingga para pedagangnya bisa bersegera memenuhi panggilan Adzan dan mempertahankan ‘ruh’ atau suasana kejiwaan yang terbawa dari masjid ke pasar.

Diperlukan kerja jama’i dari umat ini untuk bisa membangun gedung-gedung pusat perniagaan, tempat tinggal, pusat pemerintahan, komplek perumahan dlsb. yang menghadirkan masjid sebagai pusat aktivitasnya. Apapun aktivitas penghuninya, begitu mendengar suara adzan mereka bisa langsung berduyun-duyun ke masjid untuk memenuhi panggilanNya.

Masyarakat seperti inilah yang akan beruntung itu, masyarakat yang memperoleh hasil lebih dari yang mereka bisa kerjakan, masyarakat yang mendapatkan rezeki yang tanpa batas, masyarakat yang memperoleh petunjuk kepada cahayaNya.

Maka bukan suatu kebetulan kalau do’a dalam perjalanan menuju masjid yang dicontohkan itu juga terkait dengan cahayaNya ini :

“Ya Allah, jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya di pandanganku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya dari atasku, cahaya dari bawahku, cahaya di hadapanku, cahaya di belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya itu”

Karena langkah untuk menghadirkan generasi pengusaha dan pedagang yang memperoleh cahaya itu adalah langkah yang panjang dan besar - tidak mungkin kita lakukan sendiri, maka waktunya umat ini untuk berjama’ah, melupakan segala perbedaan yang ada – kecuali bila perbedaan itu menyangkut aqidah.

Kemudian secara bersama-sama, kita mensinergikan ilmu dan segala sumber daya yang ada untuk dapat mengembalikan peradaban Islam yang utuh dalam software maupun hardware-nya, ilmu maupun amalnya, teori dan prakteknya. Dalam skala kecil, inilah yang ingin coba kita mulai hadirkan melalui Rumah Hikmah, Baitul Hikmah atau House of Wisdom yang sudah kita luncurkan diskusi perdananya pertengahan bulan ini.

InsyaAllah bulan Desember kita akan mengadakan diskusi dan rencana aksi (action plan) kedua, silahkan bila ada pembaca yang akan mengusulkan topik atau idenya – kalau bisa lengkap dengan calon pembicaranya yang dipandang mumpuni untuk maksud yang kita uraikan di atas. Waktu tepatnya akan dapat disesuaikan dengan nara sumber yang bersangkutan. Ditunggu, InsyaAllah!

Penulis adalah Direktur Gerai Dinar, kolumnis hidayatullah.com

Minggu, 28 Juli 2013

Raih Rizki dengan Perkuat Doa, Ibadah dan Ikhtiar

Carilah kekayaan dunia untuk kebahagiaan akhirat. Jangan terbalik, mencari kekayaan dunia dengan melupakan akhirat, yang pada akhirnya hanya akan mengundang laknat. Seperti Tsa’labah dan Qarun

RIZKI adalah bahasan yang sangat menarik. Selain karena menjadi kebutuhan hidup di dunia, rizki juga satu bentuk karunia Allah Subhanahu Wata’ala kepada manusia, baik yang beriman maupun yang kufur. Dan, karena itu, setiap jiwa telah dipastikan rizkinya sejak di dalam kandungan.

Namun demikian, tidak berarti rizki itu bisa hadir tanpa upaya. Harus ada upaya untuk mendapatkannya. Dan, yang paling penting dari upaya tersebut adalah caranya. Apakah sesuai dengan syariat Islam atau justru menghalalkan segala cara.
Dalam pandangan paham materialisme, rizki selalu diartikan sebagai kapital, berupa modal atau uang. Oleh karena itu, di era modernisme ini semua orang berlomba-lomba mengumpulkan harta (uang). Sampai-sampai, ada dari sebagian umat Islam yang rela menanggalkan kewajiban beribadah kepada-Nya demi apa yang mereka sebut sebagai rizki (baik dalam bentuk uang atau materi lain).

Betapa banyak kita menyaksikan, orang yang siang dan malamnya selalu sibuk bekerja, sehingga tidak sempat sholat berjama’ah, tidak sempat membaca al-Qur’an, dan tidak sempat silaturrahim. Bahkan tidak sempat memberi kasih sayang kepada keluarga serta putra dan putrinya.

Rizki yang sejatinya adalah anugerah untuk semakin taat beribadah bagi seorang Muslim telah bergeser menjadi penyebab lunturnya ketajaman iman. Dalam konteks inilah, kita semua patut waspada dan bertanya. Apa sebenarnya yang dimaksud dengan rizki itu. Dan, yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi rizki.

Apakah dengan serta merta meninggalkan kewajiban agama yang ternyata ‘dipandang’ sebagai penghambat waktu kerja, produktivitas dan efisiensi waktu dalam peraihan modal berupa uang. Atau justru sebaliknya, rizki itu diraih justru dengan meningkatkan kualitas ibadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah berfirman, “Wahai anak Adam, luangkanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan dan menutup (menyingkirkan) kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesempitan (kegelisahan) dan Aku tidak akan menyingkirkan kefakiranmu.”

Hadits tersebut selaras dengan apa yang Allah tegaskan dalam al-Qur’an.

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaha [20]: 124).

Artinya, rizki itu sejatinya adalah anugerah yang jika cara mendapatkannya benar, seesuai tuntunan syariat Islam, maka kebahagiaan akan menjadi akhir hidupnya. Sebaliknya, jika dalam mendapat rizki dilakukan dengan cara-cara curang, syubhat dan haram, maka baginya kesengsaraan. Bahkan kebutaan di hari kiamat.

Rabu, 24 Juli 2013

Hindari Musibah, Indonesia Butuh Pemimpin Berjiwa Dai

Hidayatullah.com– Agar bangsa Indonesia terhindar dari segala bentuk musibah kehidupan, diperlukan pemimpin yang dai.Demikian diungkapkan tokoh majelis taklim kharismatik, Ustadzah Hj Suryani Thahir saat memberikan tausiyah sebelum berbuka puasa di kediaman Ketua FPKS DPR RI Dr HM Hidayat Nur Wahid.

“Pertama, banyak yang tidak mensyukuri nikmat Allah. Kedua, banyak yang tidak menjalankan amanah. Ketiga, banyak yang maksiat kepada Allah. Karena itu, dibutuhkan pemimpin yang juga sekaligus dai untuk membawa bangsa Indonesia keluar dari musibah,” tandasnya dalam acara buka bersama dihadiri ratusan ibu anggota majelis taklim dan tokoh masyarakat Jakarta Selatan Senin (22/07/2013).

Menurut Suryani Thahir, beragam musibah kehidupan kini melanda bangsa Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah karena para pemimpinnya tidak memenuhi syarat dalam Islam.

Dalam kesempatan tersebut, Hidayat mengingatkan hadirin tentang perbedaan makna silaturahim dan silaturahmi.

Menurutnya, silaturahim berasal dari kata shilah dan rahiim yang bermakna “menyambung kasih sayang”. Sedang shilah dan rahmi bermakna “menyambungkan rasa sakit yang diderita ibu ketika melahirkan.”

“Sayangnya, kita lebih suka menggunakan istilah silaturahmi. Mungkin itu sebabnya kita tetap menyimpan kebencian dan kedengkian. Sebab yang kita sambungkan adalah rasa sakit,” tuturnya.*

Sabtu, 20 Juli 2013

Nabi Palsu ini Matinya di Tempat Tidur Dipenuhi Kotorannya Sendiri

HARTONO Ahmad Jaiz pernah bertanya kepada Dr. Hasan bin Mahmud Audah, mantan orang kepercayaan Khalifah Ahmadiyah ke-4 Thahir Ahmad, yang sudah kembali pada Islam. “Apakah benar, nabinya orang Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad Al-Kadzab yang lahir di India 15 Februari 1835 dan mati pada 26 Mei 1906, itu matinya di kakus (WC)?”

Kemudian Dr. Hasan bin Mahmud Audah pun menjawab, “Ha…, ha…, haa… itu tidak benar. Mirza Ghulam Ahmad Al-Kadzab tidak bisa ke WC. Dia meninggal di tempat tidur. Tetapi berminggu-minggu sebelum matinya dia berak dan kencing di situ. Jadi tempat tidurnya sangat kotor seperti WC. Karena sakitnya itu, sampai-sampai dalam sehari dia kencing seratus kali. Makanya, tanyakanlah kepada orang Ahmadiyah, maukah kamu mati seperti nabimu?”

Dr Hasan bin Mahmud Audah adalah mantan Muballigh Ahmadiyah dulunya dekat dengan Thahir Ahmad (Khalifah Ahmadiyah) yang mukim di London. Pertanyaan di atas diajukan Hartono Ahmad Jaiz seusai berlangsungnya Seminar Nasional tentang Kesesatan Ahmadiyah dan Bahayanya yang diselenggarakan LPPI di Masjid Istiqlal Jakarta, Ahad 11 Agustus 2002.

Selain masalah kematiannya yang menjijikkan, Mirza Ghulam Ahmad Al-Kadzab menurut Audah punya dua penyakit: jasmani dan akal. Sakit jasmaninya sudah jelas, berminggu-minggu menjelang matinya tak bisa beranjak dari tempat tidur, hingga kencing dan berak di tempat tidurnya.

Adapun sakit akalnya, Mirza Ghulam Ahmad Al-Kadzab mengaku menjadi Maryam, lalu karena Allah meniupkan ruh kepadanya, maka lahirlah Nabi Isa. Dan yang dimaksud dengan Nabi Isa itu tak lain adalah diri Mirza Ghulam Ahmad Al-Kadzab itu sendiri. “Apakah tidak sakit akal itu namanya,” ujar Dr Hasan Audah yang dulunya mempercayai Mirza Ghulam Ahmad Al-Kadzab, sehingga sempat membeli sertifikat kuburan surga di Rabwa. [MoslemSunnah]
Categories: KISAH ISLAMI

Senin, 15 Juli 2013

Arti Luas Rizki dan Barokah

ARTI RIZKI YANG LUAS DAN BERKAH

Tidak sepatutnya seorang Muslim melihat rizki sebatas pada uang atau kekayaan belaka. Ust. Yusuf Mansur dalam bukunya “Doa-Doa Kunci Rezeki” menuliskan bahwa yang dimaksud rizki itu bukan semata uang.

Rizki dalam bentuk lainnya bisa berupa sifat istiqomah (kekonsistenan) dalam kebenaran dan jujur dalam hidupnya. Misalnya, tidak mau mengambil hak orang lain dengan zalim. Secara kasat mata, orang yang seperti itu memang tidak mendapatkan uang atau keuntungan materi apapun. Namun demikian, sesungguhnya ia telah mendapat rizki yang tak ternilai harganya. Yakni sifat mulia yang dicintai Allah Ta’ala.

Hal itu tidak lain, karena Muslim yang seperti itu adalah Muslim yang mampu mempertahankan kebenaran yang diyakni dalam dirinya. Jadi, kemampuan berpegang teguh pada kebenaran dan kejujuran hakikatnya adalah rizki yang sangat besar dan tak ternilai harganya. Dibanding kaya harta namun menanggalkan nilai-nilai kebenaran dan kejujuran.

Rizki juga bisa berupa ketenangan dan kedamaian hidup. Yakni, berupa keluarga yang sakinah, anak yang saleh dan harta yang bermanfaat lagi berkah. Bisa juga berupa kemampuan bekerja dengan baik dan benar, memiliki jiwa optimisme, positif thinking, dan memiliki teman baik. Atau kemampuan untuk bisa berbagi dan peduli terhadap orang lain. Semua itu adalah bentuk rizki yang dahsyat.

Rizki juga bisa berbentuk kemampuan untuk bisa berdoa dengan khusu’, taat beribadah dan bertakwa. Atau juga berupaya mampu melakukan ibadah secara konsisten. Bahkan, yang paling spektakuler, kata Ustad Yusuf Mansur adalah kita diberi ‘akhir hidup yang baik’ (khusnul khotimah).

Semua itu adalah bentuk rizki Allah dalam arti yang sangat luas. Yang mustahil bisa dibayar dengan uang berapapun. Dan, juga sebagai manifestasi bimbingan, petunjuk, berkah dan rahmat-Nya yang diberikan kepada umat Islam.

Perkuat Do’a, Ibadah dan Upaya

Namun demikian, Islam sama sekali tidak pernah memarginalkan arti rizki dalam bentuk materi. Materi juga bagian penting dalam kehidupan umat Islam. Maka tidak sepatutnya seorang Muslim hidup miskin apalagi papa.

Di zaman Rasulullah kita mengenal Utsman bin Affan. Saudagar kaya raya yang sholeh dan dermawan. Begitu pula Abdurrahman bin Auf. Saudagar kaya raya yang sholeh dan dermawan. Bahkan jauh sebelum itu, ada Siti Khadijah, istri Nabi yang kaya raya, sholehah dan dermawan.

Artinya, kekayaan itu penting. Oleh karena itu sangat dibutuhkan dari sebagian Umat Islam yang berusaha menjadi orang kaya, yang dengan kekayaannya itu ia berhak atas karunia-Nya yang lebih besar di akhirat kelak, persis seperti Siti Khadijah, Abdurrahman bin Auf atau pun Utsman bin Affan.

Carilah kekayaan dunia untuk kebahagiaan akhirat. Jangan terbalik, mencari kekayaan dunia dengan melupakan akhirat, yang pada akhirnya hanya akan mengundang laknat. Seperti Tsa’labah dan Qarun.

Maka, perbanyaklah do’a karena Allah pasti mengabulkan do’a hamba-Nya (QS. 2: 186). Atau seperti dalam firman lainnya;

وَيَسْتَجِيبُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَيَزِيدُهُم مِّن فَضْلِهِ وَالْكَافِرُونَ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ

“Dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya.” (QS: Asy Syuura [42]: 26).

Berikutnya perbanyaklah ibadah. Seperti sholat Dhuha, sholat Tahajjud atau pun bersedekah kepada sesama. Karena Allah sangat menyukai hamba-hamba-Nya yang teguh dalam ibadah dan bermanfaat bagi banyak manusia.

Terakhir, sempurnakanlah dalam berupaya. Islam adalah agama yang dinamis dan progressif. Artinya, Islam tidak menyukai umatnya yang pasif dan berpangku tangan. Bergeraklah mencari rizki untuk kemuliaan diri, keluarga dan umat Islam. Sebagaimana dicontohkan oleh Abdurrahman bin Auf.

Ia rela hijrah demi iman ke Madinah. Setiba di Madinah ia rela memulai usahanya dari pasar. Hingga kemudian, berbekal skill dan kekonsistenan, ia tumbuh menjadi sahabat Nabi yang super kaya. Namun demikian, rizki dalam bentuk harta yang demikian melimpah itu, justru semakin membuat hatinya semakin tunduk, taat dan takwa kepada Allah Ta’ala.

Jadi, mari kita ikhtiar mencari rizki dengan semangat iman. Jika kita hidup dalam kekurangan harta, tapi memiliki kekuatan ilmu, kesabaran, keluarga yang iman dan taat beribadah, syukurilah. Itu adalah rizki yang dahsyat.

Jika semua itu kita miliki dan harta juga berlebih, maka syukurilah dengan bersegera menebarkan bagi yang membutuhkan. Tauladanilah Siti Khadijah, Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Agar kekayaan berupa materi itu semakin melapangkan jalan untuk menjadi hamba yang mendapat ridha Ilahi.*/Imam Nawawi
Rep:
Imam Nawawi
Editor: Cholis Akbar

Minggu, 14 Juli 2013

Syiah, Dokumen Prancis dan Penghianatan di Balik Runtuhnya Kekhilafahan Islam

Oleh: Artawijaya

BAGHDAD baru saja ditaklukkan oleh pasukan Tartar. Pusat pemerintahan Dinasti Abbasiyah dan situs-situs peradaban Islam diluluhlantakkan. Pasukan yang dipimpin oleh Hulagu Khan dari ras Mongolia itu berhasil menaklukkan salah satu kota yang menjadi simbol gemilangnya peradaban Islam pada 656 Hijriyah. Sejarah menceritakan, sungai di Baghdad yang jernih berubah pekat menghitam akibat ribuan, bahkan jutaan buku yang ditenggelamkan. Sebagian lagi terbakar oleh keganasan invasi pasukan kafir tersebut. Takluknya Baghdad menandai runtuhnya imperium Khilafah Abbasiyah yang dikenal sebagai salah satu pusat peradan Islam.

Mengenai keruntuhan Baghdad dan penyerangan pasukan Tartar, sejarawan Dr. Raghib As-Sirjani menceritakan kisah ini dalam bukunya "Qishah At-Tatar min Al-Bidayah ila 'Ain Jalut" (hlm. 129-170). Sedangkan sejarawan lainnya, Dr. Muhammad Ali Ash-Shalabi menceritakan dengan apik dalam bukunya "Al-Moghul Baina Al-Intisyar wa Al-Inkisyar" (hlm.310-312). Kedua sejarawan tersebut sangat mumpuni dalam bidangnya, karena disamping sebagai sejarawan (mu'arrikh), mereka juga ahli hadits (muhaddits), yang bisa memilah mana kisah-kisah palsu dan mana yang mu'tabar.

Kejatuhan Daulah Abbasiyah ke tangan pasukan Tartar tak lepas dari pengkhianatan tokoh Syiah Rafidhah bernama Alauddin Ibnu Alqami. Dalam keterangan lain, kejatuhan Baghdad karena adanya konspirasi antara pasukan Tartar dan kelompok Syiah Qaramithah yang mempunyai hasrat menjatuhkan pemerintahan Daulah Abbasiyah, kemudian menggantikannya dengan Daulah Fathimiyah.

Ia diangkat sebagai perdana menteri oleh Khalifah Al-Mu'tashim Billah. Namun Ibnu Alqani memendam hasrat untuk merampas kekhilafahan Abbasiyah agar jatuh ke tangan Dinasti Fathimiyah. Ibnu Alqani berkorespondensi dengan pimpinan bangsa Tartar dan mendukung pasukan kafir tersebut masuk dan menyerang kota Baghdad. Ibnu Katsir menceritakan, "Ibnu Alqani menulis surat kepada pasukan Tartar yang intinya mendukung mereka menguasai Baghdad dan siap melicinkan jalan bagi mereka (Tartar). Ia membeberkan kepada mereka kondisi terakhir Khilafah Abbasiyah, termasuk kelemahan pasukan Al-Mu'tashim. Itu semua tiada lain karena pada tahun tersebut ia ingin melihat Khalifah Abbasiyah, Al-Mu'tashim, tumbang, dan bid'ah aliran sesat Syiah Rafidhah berkembang pesat. Khalifah diambil oleh Dinasti Fathimiyah, para ulama dan mufti sunnah musnah." (Lihat: Al-Bidayah wa An-Nihayah, XIII/202)

Baghdad berhasil takluk. Khalifah Al-Mu'tashim Billah wafat terbunuh pada 14 Shafar 656 H/1258 M. Pembunuhan Al-Mu'tashim tak lepas dari pengkhianatan Ibnu Alqani dan Nashiruddin Ath-Thusi, yang menjalin hubungan dengan Hulagu Khan. Pengkhianatan itu mengakibatkan banyaknya ulama yang terbunuh, sekolah-sekolah dan masjid yang hancur, perpustakaan sebagai gudang ilmu luluhlantak, dan kekejaman lainnya yang luar biasa. Baghdad yang indah dan megah bersimbah darah. Kaum muslimin ketika itu berduka. Pusat peradaban Islam yang gemilang, tinggal kenangan.

Setelah berhasil menaklukkan Baghdad, pada 22 Shafar 657 Hijriyah pasukan Tartar yang dipimpin oleh Hulagu Khan kemudian bergerak menuju Syam, wilayah yang menjadi pusat kekuasaan Islam pada masa itu. Mereka melakukan invasi dengan menyeberangi sungai Furat dan mengepung pintu masuk Syam selama tujuh hari. Pengepungan berhasil, bangsa Tartar kemudian masuk menyerbu kota. Sejarawan Ali Muhammad Ash-Shalabi mengatakan, Aleppo (halb) adalah kota pertama yang menjadi tujuan penaklukan Hulagu dan pasukannya, yang ketika itu dipimpin oleh Al-Malik Al-Mu'zham Tauran Syah, wakil dari Malik An-Nashir. Sebelum memasuki Aleppo, sebagaimana kebiasaan Hulagu, ia memberi peringatan penguasa agar tunduk dan menyerah. Namun, peringatan Hulagu Khan ditanggapi oleh Al-Malik Al-Mu'zham Tauran Syah dengan mengatakan, "Tidak ada yang pantas bagi kalian dari kami, kecuali pedang...!"

Hulagu Khan kemudian mengirim panglimanya yang bernama Katabgha untuk menaklukkan kota Damaskus pada akhir bulan Rajab, tahun 658 Hijriyah. Penaklukan berlangsung tanpa perlawanan, hingga akhirnya Damaskus yang merupakan kota terbesar di Suriah selain Aleppo, berhasil tunduk pada kekuasaan Tartar.

Negeri Syam yang dikenal sebagai tanah yang berkah, saat itu terkotori dengan ulah pasukan Tartar. Kemenangan pasukan Tartar kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang Nashrani untuk mendekati Hulagu Khan. Mereka membujuknya agar Hulagu membiarkan umat Nashrani menyiarkan agamanya. Setelah mendapat persetujuan, umat Nashrani berkeliling kota mengangkat salib-salib mereka di atas kepala, sambil berteriak mengatakan, "Agama yang benar adalah agama Al-Masih..". Mereka mengarak salib-salib besar mereka keliling kota, kemudian memaksa para penduduk untuk berdiri menghormati salib tersebut. Tartar ketika itu mengangkat seorang pemimpin di Damaskus yang bernama Ibil Siyan, pemimpin yang dikenal sangat melindungi kaum Nashrani.

Kota Damaskus dan Aleppo berhasil ditaklukkan. Kota yang bersejarah dan menyimpan peradaban Islam itu harus menyerah pada kekuatan pasukan Tartar. Jika Baghdad berhasil ditaklukkan oleh bangsa Tartar karena pengkhianatan Syiah Rafidhah, maka diantara faktor yang melemahkan semangat jihad umat Islam di negeri Syam saat itu adalah pengkhianatan kelompok Syiah Nushairiyah. Melalui para pemimpinnya, mereka berusaha merapat pada Hulagu Khan, dengan iming-iming yang ditawarkan pada pimpinan pasukan Tartar itu berupa harta milik kaum Muslimin yang berhasil dilumpuhkan. Diantara pemimpin Syiah yang berkhianat terhadap umat Islam adalah Syaikh Al-Fahr Muhammad bin Yusuf bin Muhammad Al-Kanji. Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menceritakan hal ini dalam buku monumentalnya, Al-Bidayah wa An-Nihayah, dengan menulis, "Ia adalah tokoh Syiah yang telah membujuk bangsa Tartar dengan harta kaum Muslimin. Ia sosok berhati busuk, orientalistik, dan meminta bantuan mereka (Tartar) dengan harta kaum muslimin…"

Dr. Imad Ali Abdus Sami Husain dalam bukunya "Khianaat Asy-Syiah wa Atsaruha fi Hazaimi Al-Ummah Al-Islamiyah" menceritakan bahwa ketika pasukan Tartar masuk ke kota Aleppo pada 658 Hijriyah, merampas dan mencuri harta dan tanah kaum muslimin di kota itu, pimpinan Syiah yang bernama Zainuddin Al-Hafizhi justru mengagung-agungkan Hulagu Khan dan meminta kepada umat Islam untuk tunduk menyerah dan tidak mengobarkan api perlawanan terhadap pasukan penjajah tersebut.

Padahal Ketika itu, Raja An-Nashir yang berasal dari kalangan sunni sudah berkirim surat kepada Raja Al-Mughits di Kurk dan Al-Muzhaffar Qutuz di Mesir untuk mengirimkan bala bantuan kepada kaum muslimin di Aleppo. Namun sayang, kondisi mereka yang ketika itu juga dalam keadaan lemah, tidak mampu memenuhi permintaan Raja An-Nashir.

Sikap pemimpin Syiah Nushairiyah, Zainuddin Al-Hafizhi, memantik kemarahan Malik Az-Zhahir Ruknuddin Baybars Al-Bunduqdari. Ia begitu marah kepada pemimpin Syiah itu, kemudian memukulnya sambil mengatakan, "Kalianlah penyebab kehancuran kaum Muslimin!" Baybars adalah tokoh pejuang Muslim asal Kazakhstan yang kemudian berjihad melawan bangsa Tartar dan kaum Kristen, dan wafat di Damaskus. Namanya begitu dikenal sebagai pahlawan Islam yang cukup ditakuti dan disegani musuh. (Mausu'ah At-Tarikh Al-Islamiy: Al-Ashr Al-Muluki, Amman: Dar Usamah li An-Nasyr, 2003, hlm. 24-36)

Seorang ulama bernama Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim bin Abdul Salam bin Taimiyah Al-Harrani atau biasa disebut Syaikh Ibnu Taimiyah, yang berjuluk hujjatul Islam, termasuk orang yang berjuang melawan pasukan Tartar. Ia juga mengetahui bagaimana kelompok Syiah Nushairiyah berkhianat terhadap kaum muslimin. Karenanya, Ibnu Taimiyah yang tahu persis bagaimana sepak terjang kelompok Syiah ekstrem ini, menyatakan bahwa mereka adalah kaum kafir dan non muslim yang harus diperangi. Ketika orang-orang Tartar mengepung kota Damaskus, Ibnu Taimiyah dengan lantang mengatakan,"Jangan kalian serahkan benteng ini, meskipun tinggal satu batu bata saja, karena benteng ini adalah untuk kepentingan kaum muslimin. Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah menjaga benteng ini untuk kaum muslimin, sebagai perisai bagi penduduk Syam yang menjadi pusat iman dan sunnah, sampai Isa Ibnu Maryam Alaihissalam turun di sana."

Dalam buku Tarikh Al-Alawiyyin yang ditulis penganut Syiah Nushairiyah, Muhammad Amin Ghalib Ath-Thawil dijelaskan bahwa sikap kooperatif mereka dengan bangsa Tartar adalah bagian dari siasat untuk mengembalikan kekuasaan mereka, yang menurutnya telah dirampas oleh kaum Sunni.

Tarikh Al-Alawiyyin juga menjelaskan bagaimana kerjasama tokoh Syiah di Aleppo, Thamur Thusi, yang bekerjasama dengan Timur Lenk untuk menguasai kota tersebut. Timur Lenk membunuh kaum muslimin sunni dan membiarkan mereka yang menjadi pengikut Alawiyah. Timur Lenk adalah penganut Syiah Rafidhah yang wafat pada 808 Hijriyah. Anak keturunannya pun mengikuti jejak keyakinan Timur Lenk sebagai penganut ajaran Syiah. Karenanya, di setiap wilayah kekuasannya, Syiah banyak terlibat dalam pemerintahan, termasuk di negeri Persia (Iran). (Lihat:Tarikh Alawiyyin, hlm. 407)

Negeri Syam, termasuk wilayah Damaskus, berhasil kembali ke tangan kaum muslimin, setelah pasukan Syaifuddin Quthuz dan panglima Malik Azh-Zhahir Ruknuddin Baibars Al-Bunduqdari berhasil mengalahkan pasukan Tartar dalam Perang Ain Jalut, sebuah wilayah di Palestina.

Perang yang berlangsung pada 25 Ramadhan 659 H/September 1260 M itu berhasil memukul mundul pasukan Tartar dan membuat mereka lari tunggang langgang menyebar ke beberapa wilayah. Pasukan yang dipimpin oleh Syaifuddin Quthuz dan panglima Baibars, berhasil membunuh seorang pemimpin dari sekte Syiah Rafidhah di Damaskus, karena keberpihakan tokoh tersebut kepada pasukan Tartar dalam merampas dan menjarah harta kaum muslimin.

Dengan kemenangan di Perang Ain Jalut ini, Syaifuddin Quthuz yang berasal dari Kerajaan Mamalik Bahriyah (kerajaan wilayah maritim yang dibangun oleh para budak) kemudian menggabungkan negeri Syam dengan Mesir, sehingga kekuasaannya semakin luas.

Ada yang menarik dalam buku "Al-Maushu'ah Al-Muyassarah fi At-Tarikh Al-Islamiy". Tim Riset dan Studi Islam sebagai penyusun buku itu, membuat sub bab berjudul "Baybars dan Sekte Bathiniyah". Buku yang diberi kata pengantar oleh ahli sejarah dari Mesir, Dr. Raghib As-Sirjani ini menulis, "Baibars berhasil menundukkan Sekte Bathiniyah, cabang dari Sekte Ismailiyah di Syam. Orang-orang Eropa menyebut sekte ini Al-Hasyasyin. Sebelumnya mereka adalah ancaman bagi raja-raja Mesir, sejak masa pemerintahan Shalahuddin Al-Ayyubi." (Tim Riset dan Studi Islam Mesir, Ensiklopedi Sejarah Islam Jilid I (terj), Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, 2013, hlm.478)

Dari keterangan di atas, jelaslah bahwa pada masa lalu, Syiah Rafidhah, baik itu Sekte Ismailiyah, Nushairiyah, Qaramithah, dan Syiah ekstrem lainnya telah melakukan pengkhianatan terhadap umat Islam di Syam. Sejarah juga mencatat, mereka kemudian diperangi oleh para pemimpin Islam. Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi yang dikenal sebagai penakluk Baitul Maqdis, semasa berkuasa terus berusaha mengikis habis pengaruh Syiah Rafidhah, baik pengaruh dari buku-buku, maupun pengaruh dari para pemimpin mereka. Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi berusaha memerangi kelompok Syiah Rafidhah yang bercokol di Mesir, Yaman, dan Syam. (Lihat: Dr. Ali Muhamamd Ash-Shallabi, Shalahuddin Al-Ayyubi wa juhduhu fi Al-Qadha Ad-Daulah Al-Fathimiyah wa Tahrir Bait Al-Muqaddas, Mesir: Daar Ibnu Al-Jauzi, 2007, hlm. 257-258

Pengkhianatan Selanjutnya

Ketika Daulah Utsmaniyah berusaha menguasai Syam dan merebutnya dari penjajahan bangsa Eropa; Perancis dan Inggris, pengkhianatan kelompok Syiah Nushairiyah juga terus berlangsung. Jumlah mereka yang minoritas, selalu menyimpan ketakutan akan sikap diskriminasi kelompok Sunni yang menjadi warga mayoritas di Syam. Karenanya, Tokoh Syiah Nushairiyah Shaleh Al-Alawi bahkan menjalin hubungan dan menandatangani nota kesepahaman dengan tokoh sekular Yahudi Dunamah Turki, Mustafa Kamal Attaturk pada tahun 1920. Nota kesepahamaman ini tentu saja bertujuan membendung pengaruh imperium Utsmani di Syam, khususnya di wilayah Suriah yang juga menjadi musuh kaum sekularis seperti Attaturk. Karenanya, Attaturk dengan organisasinya Ittihad wa At-Taraqi (Partai Persatuan dan Kemajuan) berhasil menumbangkan Khilafah Utsmaniyah pada 1924.

Kelompok Syiah Nushairiyah tentu mempunyai kepentingan untuk menyelamatkan entitasnya jika Daulah Utsmaniyah tetap bercokol di Syam. Mereka khawatir, Daulah Utsmaniyah yang Sunni akan memposisikan mereka secara diskriminatif. Kekhawaturan inilah yang kemudian terus terpelihara sehingga mereka merasa perlu melakukan berbagai pengkhianatan terhadap umat Islam dengan berkolaborasi pada musuh-musuhnya. Padahal sesungguhnya sikap khianat mereka adalah ambisi untuk merebut kekuasaan sehingga terbentuk rezim Syiah. Belakangan terbukti, rezim Syiah Nushairiyah yang minoritas, justru melakukan berbagai aksi diskriminasi dan kekejaman terhadap kaum muslimin di Suriah.

Sebuah dokumen luar negeri Prancis, Nomor 3547 tertanggal 15 Juni 1936 melansir adanya surat dari tokoh-tokoh Alawiyah/Nushairiyah kepada pemerintah Perancis, yang di antaranya ditandatangani oleh Sulaiman Al-Asad, kakek dari Hafizh Asad.

Surat tersebut berisi permohonan agar Prancis tetap bersedia berada di wilayah Suriah, karena mereka khawatir, jika Prancis hengkang, keberadaan mereka terancam. Surat tersebut berbunyi:

"Presiden Prancis yang terhormat,


Sesungguhnya bangsa Alawiyah yang mempertahankan kemerdekaannya dari tahun ke tahun dengan penuh semangat dan pengorbanan banyak nyawa. Mereka adalah masyarakat yang berbeda dengan masyarakat Muslim (Sunni), dalam hal keyakinan beragama, adat istiadat, dan sejarahnya. Mereka tidak pernah tunduk pada penguasa dalam negeri.

Sekarang kami lihat bagaimana penduduk Damaskus memaksa warga Yahudi yang tinggal bersama mereka untuk tidak mengirim bahan pangan kepada saudara-saudara mereka kaum Yahudi yang tertimpa bencana di Palestina! Kaum Yahudi yang baik, yang datang ke negeri Arab yang Muslim dengan membawa peradaban dan perdamaian, serta menebarkan emas dan kesejahteraan di negeri Palestina, tanpa menyakiti seorang pun, tak pernah mengambil sesuatupun dengan paksa. Namun demikian, kaum muslimin menyerukan "Perang Suci" untuk melawan mereka, meskipun ada Inggris di Palestina dan Perancis di Suriah.

Kita menghargai kemuliaan bangsa yang membawa kalian membela rakyat Suriah dan keinginannya untuk merealisasikan kemerdekaannya. Akan tetapi Suriah masih jauh dari tujuan yang mulia. Ia masih tunduk pada ruh feodalisme agama terhadap kaum muslimin.

Kami sebagai rakyat Alawiyah yang diwakili oleh orang-orang yang bertandatangan di surat ini berharap, pemerintah Perancis bisa menjamin kebebasan dan kemerdekaannya, dan menyerahkan nasib dan masa depannya kepadanya (Alawiyah, pen). Kami yakin bahwa harapan kami pasti mendapaykan dukungan yang kuat dari mereka untuk rakyat Alawiyah, teman yang telah memberikan pelayanan besar untuk Prancis."

Demikian surat yang ditulis oleh tokoh-tokoh Syiah Nushairiyah, yang membujuk Prancis untuk tetap menjamin dan mendukung keberadaan mereka. Surat tersebut ditandatangani oleh Sulaiman Asad (kakek Hafizh Asad), Muhammad Sulaiman Ahmad, Mahmud Agha Hadid, Aziz Agha Hawwasy, Sulaiman Mursyid, dan Muhammad Beik Junaid. (Lihat:Syaikh Abu Mus'ab As-Suri, Rezim Nushairiyah: Sejarah, Aqidah dan Kekejaman Terhadap Ahlu Sunnah di Syiria (terj), Solo: Jazeera, 2013, hlm. 65-66)

Pada saat ini, keberadaan rezim Syiah Nushairiyah di Suriah mendapat dukungan yang kuat dari kelompok Syiah Itsna Asyariyah atau Syiah Imamiyah di Libanon dan Iran. Mereka mempunyai kesamaan ajaran, ideologi, bahkan cita-cita, untuk mewujudkan dendam mereka merebut kekuasaan dari kelompok Sunni. Mereka yang hidup minoritas di Suriah, kemudian berkolaborasi dengan bantuan Syiah di Libanon, melalui kelompok militer Hizbullah yang dipimpin oleh Hasan Nashrullah, untuk bertahan dan survive, serta mengamankan kekuasaan mereka yang direpresentasikan dalam kekuasaan Rezim Bashar Al-Asad. Dimanapun, kelompok minoritas akan selalu waspada, struggle, dan berjuang habis-habisan untuk mengamankan eksistensinya. Bahkan, dalam kasus Suriah saat ini, mereka berusaha mengamankan kekuasaan yang sudah sejak tahun 70-an mereka pegang. Mereka khawatir, jika umat Islam berkuasa, maka keberadaan mereka akan terusik. Padahal, mereka sesungguhnya adalah pengkhianat yang tak bisa hidup berdampingan dengan kaum muslimin, selama akidah mereka melecehkan para sahabat, dan mengganggap Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu Anhu sebagai tuhan atau menyatu dengan Tuhan.

Untuk mempertahankan keberadaanya, Syiah Nushairiyah sampai hari ini tak segan-segan untuk berkhianat, bahkan berkolaborasi dengan musuh-musuh Islam sekalipun. Sebagai kelompok minoritas di Suriah, mereka menerapkan prinsip, "Sebaik-baik pertahanan adalah menyerang!"

Penulis adalah editor Pustaka Al-Kautsar dan Dosen STID Mohammad Natsir Jakarta

Selasa, 09 Juli 2013

Manfaat Memberi yang Luar Biasa

Salah satu ajaran Islam yang mulia adalah adanya anjuran untuk gemar memberi kepada orang lain. Tuhan menjanjikan bahwa siapapun orangnya kalau dia banyak memberi maka sudah dapat dipastikan kelak dia akan banyak menerima kemuliaan dan keagungan dalam hidupnya. Memberi memang ajaib, selain mendatangkan kesenangan, juga akan mendekatkan sesuatu yang jauh, menyatukan segala yang tercerai berai dan segudang manfaat yang tak bisa dihitung lagi.

Bahkan dalam salah satu hadis dijelaskan jika tangan para pemberi jauh lebih baik daripada tangan para peminta. Tangan penebar kebaikan jauh lebih punya pengaruh di mata masyarakat dibandingkan dengan tangan tangan yang hanya mengharapkan datangnya keajaiban. Mari kita renungkan sejenak mengenai negara negara yang ada di dunia, dari beberapa negara yang ada coba tebak negara mana yang paling maju dan paling punya pengaruh di dunia? Kalau kita teliti maka nama amerika serikat akan bertahta di puncak kejayaan.

Dialah negara yang punya pengaruh paling besar di dunia dan sampai kini belum ada yang mampu menandingi tingkat kemajuan yang dimiliki oleh amerika serikat. Mengapa amerika bisa memimpin di depan dan tampil sebagai negara paling berpengaruh saat ini? Salah satu kunci dari keunggulan amerika adalah adanya penanaman kebiasaan memberi sejak usia dini.

Tengoklah saat bencana Tsunami yang menghancurkan Aceh, mereka dari segala tingkatan usia menunjukkan kepedulian yang patut diacungi jempol. Anak anak yang masih di bangku taman kanak kanak juga diminta untuk mengumpulkan barang dan uang yang disumbangkan ke Indonesia. Bahkan bangsa amerika juga berbondong bondong mengumpulkan bantuan sebagai bentuk kepedulian yang sangat luar biasa.

Bahkan kebiasaan mulia itu tidak hanya dilakukan untuk Indonesia, tapi dimanapun ada bencana maka disitu ada bantuan dari amerika. AS hampir selalu datang sebagai negara yang MEMBERI bantuan sebelum negara lain tergerak membantu. Kalau kini negara mereka maju, berpengaruh, dan tangguh, maka hal itu sangatlah pantas mereka sandang. Kebiasaan memberi telah terbukti mampu membuat siapapun menjadi bertambah kuat dan dijamin lebih baik dari sebelumnya. Kunci keunggulan memang ada dalam kebiasaan memberi, yang bisa dimulai dari langkah terkecil.

Contoh perbuatan kecil tapi kekuatannya sangat dahsyat adalah memberi senyum ke orang lain. Saat kita memberi senyum secara tulus maka yakinlah jika kita akan lebih bahagia daripada cemberut dan bermuka angker di hadapan orang lain

Senin, 08 Juli 2013

The Power of Giving : Manfaat Memberi Bagi Diri Sendiri

Memberi lebih baik daripada menerima memang benar adanya, sebab dengan memberi Anda mendapatkan lebih banyak manfaat. Hal yang perlu diingat adalah memberi tidak harus selalu berupa materi atau uang, tetapi perhatian, kasih sayang ataupun sekedar senyuman tulus juga termasuk pemberian. Tata cara memberi yang baik juga harus disertai dengan hati yang iklas, sehingga pada saat proses memberi itu, orang yang memberikan bantuan juga secara mental mereka bisa menjadi lebih sehat.

Berikut adalah manfaat memberi menurut para ahli kesehatan jiwa:

Memberi = mengurangi beban orang lain
Inspirator dunia Harvey Mckinnon dan Azim Jamal mengaku mendapatkan keseimbangan hidup dari hal-hal yang mereka tekuni, menjadi relawan sosial dan mengumpulkan dana untuk membantu masyarakat yang membutuhkan. Sebuah penelitian di Michigan menemukan adanya peningkatan harapan hidup dan sistem imun pada pekerja sukarela. Selain itu terjadi juga penurunan tingkat kolesterol buruk, angka kejadian nyeri di dada, stress, serta perbaikan kinerja jantung pada orang yang menjadi sukarelawan. Bahkan penelitian di Florida juga menyebutkan bahwa ODHA (pengidap AIDS) yang menjadi sukarelawan membantu orang lain, hidupnya bertahan lebih lama daripada ODHA yang tidak menjadi sukarelawan.


Memberi memperkaya diri
Memberi tidak akan membuat Anda miskin, justru akan memperbanyak harta. Ini merupakan logika yang diajarkan oleh ajaran agama tertentu, dan secara psikologis, hal tersebut benar adanya. Sebab, saat Anda berada dalam kondisi kaya (memiliki banyak harta, bahagia, dihargai dan berdaya) dan terdorong untuk memberi atau membantu orang lain Anda akan mengangkat harga diri (self esteem) orang tersebut. Padahal sebenarnya Anda pun sedang mengangkat self esteem Anda sendiri, artinya Anda menaikkan rasa percaya diri, keyakinan dan motivasi lebih yang akan menumbuhkan rasa optimisme pada diri mereka sendiri. orang itu secara mental akan meningkatkan daya juang dan kemampuannya untuk bekerja lebih giat dan rajin, dari sinilah kondisi harta yang ada akan semakin banyak dapat tercapai.

Memberi itu = sehat
Jika memberi dilakukan dengan ikhlas, maka Anda akan mendapatkan kebahagiaan. Pasalnya, ketika memberi apapun kepada orang lain, dan melihat orang lain itu merasa terbantu dan tertolong, Anda akan ikut bahagia. Saat itulah hormone endorphin berperan besar untuk mengenyahkan rasa sakit, membuat tubuh merasa nyaman, dan membentuk sistem daya tahan tubuh yang kuat dengan meningkatkan sel-sel dalam sistem kekebalan tubuh Anda.

Mulai sekarang biasakan diri Anda untuk memberi tanpa mengharap imbalan, niscaya kehidupan Anda menjadi lebih ringan dan bahagia. Jika sifat memberi sudah menjadi karakter, memberi apapun akan Anda lakukan secara ikhlas karena pahala atau balasan dari Tuhan sudah bukan menjadi tujuan utama. Namun, justru dari situlah balasan tersebut akan datang berlipat-lipat tanpa diduga. (pfa/photos:ist)

"Jadi, ketika Anda memberi sesuatu kepada orang lain dengan ikhlas, maka pada hakikatnya Anda sedang memberi kepada Anda sendiri" -Erbe Sentanu, Quantum Ikhlas.

Khusuk Shalat

Ada hadits yang menerangkan bahwa suatu hari malaikat jbril datang kepada Nabi SAW, ia berkata:
Wahai Muhammad, aku melihat seorang malaikat berada di singgasana langit, dimana disekitarnya ada 70.000 malaikat melayani. Setiap hembus nafasnya, Allah menjadikan 1 malaikat, dan sekarang aku melihat malaikat-malaikat itu berada di gunung Qof dengan keadaan sayapnya patah dan menangis. ketika melihat aku, dia berkata:
"Apakah engkau mau menolongku".
Kataku:
"Apa salahmu".
Ia menjawab:
"Ketika berada diatas singgasana pada malam mi'raj Nabi Muhammad SAW, aku tidak berdiri menyambutnya, lalu Allah menghukumku seperti ini dan menematkan aku sebagaimana kau lihat".
Jibril berkata:
Aku pun merendahkan diri kepada Allah dan memberikan pertolongan untuknya, maka Allah berfirman:
"Hai Jibril, katakanlah padanya agar membaca shalawat kepada Muhammad".
Maka malaikat itupun membaca shalawat kepadamu Muhammad, Allah pun mengampuninya dan menumbuhkan kedua sayapnya.

(Ketahuilah) ada riwayat:
"Pertama kali amal seseorang yang dilihat besok hari kiamat ialah shalatnya. Bila shalatnya sempurna, amal shalat diterima sekaligus seluruh amal yang lain".
Sabda Nabi SAW:
"Ibaratnya shalat 5 waktu seperti timbangan. Barangsiapa yang memenuhi shalatnya, dipenuhi pula timbangannya".

Kata Yazid Aroqosyi:
"Shalatnya Rasulullah SAW laksana sedang ditimbang".
Sabda Nabi SAW:
"Sesungguhnya ada 2 lelaki dari umatku mengerjakan shalat, ruku', sujud selalu sama. Namun sungguh keduanya memiliki perbedaan jarak yang amat jauh antara langit dan bumi dan beliau SAW mengisyarahkan (perbedaan itu) dari khusuknya".

Sabda Nabi SAW:
"Pada hari kiamat Allah tidak memandang hamba yang tidak menegakkan tulang punggungnya antara ruku' dan sujudnya".
Sabda Nabi SAW:
"Barangsiapa yang shalat tepat pada waktunya, menyempurnakan wudhu-nya, ruku'nya, sujudnya dan khusuknya, maka shalatnya diangkat ke langit dalam keadaan cemerlang. Shat itu berkata:
"Semoga Allah memeliharamu sebagaimana engkau memelihara aku".
Barangsiapa yang shalat tidak tepat waktu, tidak menyempurnakan wudhu'nya, ruku'nya, dan khusuknya, maka shalatnya diangkat ke langit dalam keadaan hitam. Shalat itu berkata:
"Semoga Allah menyia-nyiakanmu sebagaimana engkau menyia-nyiakan aku, sebagaimana Allah menghendaki usang sebagaimana usangnya yang dilipat dan dipukulkan ke wajahnya".
Sabda Nabi SAW:
"Jelek-jeleknya manusia adalah pencuri yang mencuri shalatnya (tidak khusuk)".

Kata Ibnu Mas'ud RA:
"Shalat ibaratnya timbangan, barangsiapa yang memenuhinya akan dipenuhi timbangannya. Dan barangsiapa yang mencurangi, maka dia akan mengetahui apa yang difirmankan Allah SWT:
"Celakalah bagi orang-orang yang curang. (QS.83 Muthoffifin:1)"
Sebagian ulama berkata:
"Perumpamaan orang sholat seperti pedagang. Dia tidak akan memperoleh laba kalau tidak ikhlas ketika mengeluarkan modal. Demikian juga sholat sunnah, tidak akan diterima sampai ia mengerjakan sholat fardhu".
Abu Bakar RA berkata:
"Ketika waktu sholat datang, sama dengan berdiri menghadapi api Tuhanmu yang kau nyalakan, kemudian padam".


Nabi SAW bersabda:
"Sesungguhnya sholat menjadikan ketenangan dan ketawadhu'an".
Sabda Nabi SAW:
"Barangsiapa sholatnya tidak mampu memcegah perbuatan keji dan munkar, maka Allah tidak akan menambahkan kecuali semakin jauh".
Dan sholatnya orang tidak khusuk tidak akan mampu mencegah perbuatan keji dan munkar. Nabi SAW bersabda:
"Banyak sekali orang beribadah tengah malam, namun tidak memperoleh apa-apa kecuali hanya kelelahan dan kepayahan".
Maksud sabda beliau SAW adalah yang lupa atau tidak khusuk.
Nabi SAW bersabda:
"Sholatnya seorang hamba tidak akan diterima kecuali apa yang diangan-angankan saja".


Ahli ma'rifat berkata:
"Syarat sholat ada 4:

Menunaikan dengan dasar ilmu.
Berdiri dengan malu.
Ditunaikan disertai sikap mengagungkan, dan
Keluar dari sholat membawa rasa takut.

Sebagian masyayikh berkata:
"Barangsiapa yang tidak menekadkan hatinya dengan sungguh-sungguh, sholatnya bisa rusak".
Nabi SAW bersabda:
"Dalam surga ada sungai yang disebut Al Afyah, disana ada para bidadari yang diciptakan Allah dari za'faron. Mereka bermain dengan mutiara dan ya'qut sambil bertasbih kepada Allah dengan 70.000 bahasa, dan suara mereka lebih merdu dari suara Nabi Daud AS. Dan mereka berkata:
"Kami diciptakan untuk orang-orang yang mengerjakan shalat dengan khusuk dan rendah hati".
Kemudian Allah SWT berfirman:
"AKU akan menenangkan dalam rumah-KU dan menjadikan mereka dari golongan yang mengunjungi-KU".


Diriwayatkan:
Sesungguhnya Allah memberikan wahyu kepada Nabi Musa AS. katakanlah kepada umatmu yang durhaka:
"Janganlah kalian mengingat AKU. Sesungguhnya AKU mengikuti bagaimana ingatanmu kepada-KU, maka dzikirlah kepada-KU sampai anggota badanmu bergetar. Ciptakan kekhusukan dan ketenangan dalam dzikirmu kepada-KU. Ketika engkau dzikir, letakkan lidahmu dibelakang hatimu, dan bila engkau berdiri menghadap-KU, maka berdirilah seperti berdirinya hamba yang hina dan berbisiklah dengan hati yang takut dan lisan yang benar".
Demikian ini buat orang maksiat yang selalu lalai dalam dzikirnya. Lalu bagaimana lagi kalau maksiat dan lalai bersatu!
Kata sebagian para sahabat:
"Manusia kelak dihari kiamat dikumpulkan sesuai keadaan mereka ketika shalat, maksudnya dari kekhusukan, rasa tenang, dan rasa nikmat dan nyaman".


Nabi SAW pernah melihat seorang lelaki shalat sambil mempermainkan jenggotnya, lantas Nabi SAW bersabda:
"Andaikan hati orang ini khusuk, khusuk pula anggota badannya".
Nabi SAW bersabda:
"Barangsiapa yang shalatnya tidak khusuk, shalatnya akan dikembalikan".
Ketahuilah bahwa Allah memuji orang-orang khusuk dan rendah hati dalam sholat. Firman-Nya:
"Shalat mereka yang khusuk. (QS.23;2)"
"Kepada mereka yang memelihara shalatnya. (QS.6;92)"
"Kepada mereka yang melanggengkan shalatnya. (QS.70;23)".


Dikatakan:
Sesungguhnya orang yang mengerjakan shalat itu banyak, namun hanya sedikit mereka yang khusuk. Orang haji itu banyak, namun hanya sedikit yang mabrur. Orang pandai itu banyak, tapi yang mau mempraktekkan hanya sedikit. Shalat itu tempatnya buat rendah diri, tawadhu', dan khusuk. Dan ini merupakan tanda-tanda shalatnya diterima. Sesungguhnya bolehnya syarat dan diterimanya syarat; maka syarat untuk menjadi boleh adalah mengerjakan kefardhuan dan syaratnya diterima adalah dengan khusuk".
Allah SWT berfirman:
"Sungguh beruntung orang-orang mukmin, yakni mereka yang khusuk dalam sholatnya. (QS.23 Al Mukminuun;1-2)".


Masalah taqwa, firmannya:
"Allah hanya menerima tobatnya orang-orang yang bertaqwa. (QS.5;27)".
Nabi SAW bersabda:
"Barangsiapa yang shalat 2 raka'at dengan menghadapkan hati dan badannya kepada Allah, maka keluarlah dosa-dosanya sebagaimana (bersihnya) hari dimana ia dilahirkan oleh ibunya".
Ketahuilah:
Sesungguhnya tidak akan membuat orang lalai dalam sholatnya kecuali hal-hal yang melintas dihati. Jadi tidak ada jalan lain kecuali harus menghindarinya. Dan cara menghindari misalnya, mengerjakan shalat di tempat gelap, tempat sunyi dari hal-hal yang mengganggu, misalnya suara atau sajadah yang batik. Juga jauhi pakaian-pakaian berhias yang bisa menyebabkan lalai dalam shalat ketika memandangnya.


Ada riwayat:
Ketika Nabi SAW memakai "Khomishoh" (jubah) hadiah dari Abu Jahm. Pakaian tersebut ada tanda yang menyolok, Nabi SAW memakainya ketika shalat, lalu melepaskan, beliau SAW bersabda:
"Kembalikan baju ini kepada Abu Jahm, warna pakaian ini sempat membuat aku lalai".
Nabi SAW memerintah mengganti tali sandalnya yang baru. Namun ketika shalat beliau SAW melihat tali yang baru itu. Kemudian beliau SAW memerintah lagi melepas tali yang baru dan mengembalikan tali yang lama.
Di jari Nabi SAW ada cincin emas sebelum memakai emas diharamkan bagi lelaki. Saat itu beliau SAW ada di mimbar, langsung melepasnya dan dilempar, lalu bersabda:
"Cincin ini telah menyibukkanku memandanginya, juga memandangi kalian".


Ada seorang lelaki shalat di perkebunan kurma yang tengah berbuah amat indah. Dia memandangi dan merasa takjub, sampai akhirnya tidak tahu sudah berapa raka'at ia shalat. Kisah ini ia ceritakan kepada Utsman RA, sambil berkata:
"Kebun ini aku sedekahkan, buatlah untuk kepentingan dijalan Allah".
Kemudian kebun tersebut dijual Utsman RA seharga 50.000 dinar.


Sebagian ulama salaf berkata:
"Ada 4 hal penyimpangan dalam shalat;

Menoleh.
Mengusap wajah.
Meratakan batu atau kerikil, dan
Engkau shalat dijalan, dimana orang berjalan didepanmu.

Sabda Nabi SAW:
"Sesungguhnya Allah 'Azza Wa Jalla memandang shalatnya orang, selama ia tidak menoleh".
Abu Bakar RA shalatnya tak ubahnya tonggak.
Sebagian ulama ruku'nya amat tenang sampai burung pipit hinggap padanya laksana barang tak bernyawa. Semua ini disebabkan muncul dari tabiat normal berhadapan dengan yang Di-Agungkan, apalagi terhadap Tuhan Raja Diraja!
Ada dalam Kitab Taurat:
Hai anak cucu Adam, kalian jangan merasa lemah berdiri dihadapan-KU shalat dengan menangis. AKU adalah Allah, Dzat yang dekat dengan hatimu, dan dalam kegelapan engkau bisa melihat Nur-KU".

Diriwayatkan:
Sesungguhnya Umar bin Khattab RA bicara diatas mimbar:
Ada lelaki yang sampai jambangnya beruban, namun tidak pernah menyempurnakan shalatnya dihadapan Allah"
Ada yang bertanya:
"Bagaimana bisa terjadi".
Umar RA menjawab:
"Ia tidak menyempurnakan secara khusuk, tawadhu dalam hal bersikap terhadap Allah SWT".


Abul Aliyah ditanya mengenai firman Allah:
"Mereka orang-orang yang melupakan sholatnya. (QS.Al Ma'un;5)"
Dia berkata:
"Maksudnya orang yang lupa shalatnya ialah tidak tahu sampai dimana raka'at shalatnya, genap atau ganjil".
Menurut Hasan RA:
"Maksud orang lupa dari shalatnya ialah lupa akan waktu shalat sampai waktunya habis".
Nabi SAW bersabda menyampaikan hadits Qudsi (firman-Nya):
"Hamba-KU tidak akan selamat dari siksa-KU, kecuali menunaikan kewajiban yang sudah AKU wajibkan buat mereka".

Seorang Muslim Pantang Sia-siakan Waktu

DALAM tradisi masyarakat Barat waktu adalah uang. Sementara bagi bangsa Arab, waktu adalah pedang. Semua itu menunjukkan secara pasti bahwa waktu sangat berharga. Siapa kehilangan waktu maka sungguh ia tak kan pernah mampu mendapatkannya kembali.

Maka sungguh aneh jika kemudian masih banyak di antara kita yang menyia-nyiakan waktu. Kalau kita melihat, misalnya seseorang yang setiap harinya membakar uang – meski sedikit -, tentu kita akan menganggapnya orang bodoh dan tidak layak memiliki harta.

Lantas, bagaimana tanggapan kita terhadap orang yang suka menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, tentu lebih bodoh dari orang yang membakar uangnya sendiri. Sebab, harta dapat diganti, sedangkan umur bila sudah berlalu, tak mungkin kembali lagi. Pepatah berkata, “Hari kemarin yang baru saja berlalu, tak ada orang yang dapat mengembalikannya”.

Oleh karena itu, kita mestinya segera sadar bahwa hidup ini selalu berpacu dengan waktu. Amat sayang jika ada waktu kita lalui tanpa bisa memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.

Dalam hal ini kita patut merenungi ungkapan yang disampaikan oleh seorang sahabat Nabi, Ibn Mas’ud Radhiyallahu anhu. “Aku tidak pernah menyesali sesuatu seperti aku menyesali hari yang mataharinya sudah terbenam, sedang umurku berkurang dan amalku tidak bertambah.”

Terkait dengan pemanfaatan waktu Rasulullah Shallallahu Alayhi Wasallam bersabda, “Ketika suatu kaum duduk dalam suatu majlis dan tidak ingat Allah, kelak mereka akan menyesal. Dan ketika seseorang berjalan pada suatu perjalanan tidak juga ingat kepada Allah, mereka pun kelak akan menyesal (merugi). Dan, ketika seseorang berbaring di kasurnya dan tidak berdzikir kepada Allah, ia pasti akan menyesal.” (HR. Ahmad).

Pemanfaatan Waktu Para Ulama


Kepada siapa kita akan mencontoh pemanfaatan waktu terbaik? Kepada siapa lagi jika tidak kepada para Nabi, sahabat, dan tentunya para ulama.

Mari sedikit luangkan waktu untuk melihat secara lebih dekat beberapa hasil karya tulis ulama terdahulu. Mereka mampu menulis kitab sedemikian banyak dengan bahasan yang sangat lengkap.

Jika diukur menggunakan rasio, jelas umur mereka tidak cukup untuk menulis buku sebanyak itu. Tetapi fakta telah berbicara bahwa pendeknya umur tak membuat mereka gagal melahirkan karya besar yang sebenarnya sangat membutuhkan umur panjang.

Imam Bukhari 16 tahun berjalan mengumpulkan hadits Nabi dengan tidak melewatkan penulisan satu haditspun kecuali diawali dengan sholat dua raka’at. Fakhruddin Al-Razi menulis tidak kurang dari 120 judul buku dalam berbagai macam bidang kajian ilmu. Demikian pula dengan Imam Ghazali, Ibn Khaldun dan ulama-ulama lainnya.

Sungguh benar-benar sangat mengagumkan. Padahal zaman itu belum ada alat percetakan dan komputer seperti sekarang. Lantas, mengapa mereka mampu? Tidak lain karena dorangan iman mereka yang selalu mendorong segenap daya dan upaya untuk memanfaatkan umur mereka detik demi detik dengan amal, karya dan bakti.

Bahkan beberapa sangat cermat dalam memilih makanan hanya karena persoalan waktu. Seperti diceritakan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya misalnya, Dawud Ath-Thusi lebih suka minum “fatit” (sop roti) daripada makan roti.

Ketika ditanya alasannya, beliau menjawab, “Perbedaan waktu untuk mengunyah roti dan minum sop roti itu cukup untuk membaca lima puluh ayat suci al-Qur’an”.

Subhanallah, betapa sangat luar biasanya para ulama terdahulu dalam memanfaatkan waktu. Dengan demikian, sudah sepatutnya, kita umat Islam akhir zaman mencontoh apa yang telah ditauladankan para ulama. Jadi, jangan banyak buang waktu dengan urusan sia-sia apalagi mengundang murka Allah Ta’ala.

Bagaimana dengan kita?


Kita sungguh sudah dikelilingi oleh berbagai macam fasilitas teknologi yang sangat mungkin bisa menambah berkah dan pahala dalam keseharian kita. Misalnya, ketika di dalam mobil, sangat baik jika kita mendengarkan murottal, ceramah atau paling tidak mendengarkan nasyd Islami. Atau terus berdzikir dalam hati.

Seandainya saja itu berhasil kita lakukan itu secara konsisten, misalnya mendengarkan ceramah satu jam setiap dalam perjalanan dengan mobil. Maka dalam setahun kita telah mendengar 200 ceramah. Artinya, kita telah berhasil memanfaatkan 200 jam dari umur kita untuk kebaikan.

Dengan begitu, iman dan ilmu kita akan terus bertambah pada waktu dan tempat dimana kebanyakan orang lain lalai memanfaatkannya.

Bahkan ketika kita sedang berinternet sekalipun, katakanlah membuka facebook, maka buatlah status yang bisa memotivasi diri dan orang lain lebih bersemangat dalam belajar, beribadah, berdakwah dan beramal. Jangan gunakan facebook hanya sekedar alat hiburan yang kadang kala justru merenggut waktu kita.

Tetapi, kita kan juga butuh hiburan? Ya, silakan berhibur, tetapi tetap yang tidak melalaikan. Syukur-syukur mengambil hiburan yang bisa menambah wawawan, kecerdasan dan keimanan. Taruhlah seperti berhibur ke masjid bersejarah, pondok pesantren, atau pun museum dan perpustakaan.

Prinsipnya sangat sederhana, silakan manfaatkan waktu kita untuk apa saja yang penting jangan sampai sia-sia apalagi mengundang murka Allah Ta’ala. Di dalam al-Qur’an Allah telah memberikan panduan agar waktu kita digunakan untuk menguatkan iman, memperbanyak amal sholeh, dan saling memotivasi dalam kebenaran dan kesabaran. Jika itu tidak kita lakukan, maka kerugian akan datang menimpa.*/Imam Nawawi

Maukah Anda, para Isteri Dunia menjadi Isteri Suaminya Di Surga? Inilah Syaratnya?

eramuslim.com Imam Turmudzi mengkisahkan hadits , dari Muadz bin Jabal ra. Ia berkata,”Janganlah wanita di dunia menyakiti suaminya karena bidadari di akhirat akan berkata,”Jangan sakiti dia, semoga Allah memusuhimu. Saat ini dia berada di sisimu, namun, sebentar lagi ia akan meninggalkanmu untuk bertemu dengan kami.’ (HR Turmudzi dan Ibnu Majah) Syaikh Albani nyatakan bahwa hadis ini shahih.

Isteri yang beriman dari seorang suami yang beriman di dunia adalah kelak menjadi isterinya juga di akhirat beserta isteri isterinya yang lain dari para bidadari.

.
13:23

“Yaitu Surga Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan pasangannya, dan anak cucunya…” (QS Ar Rad : 23)


36:56

“Mereka dan pasangan dan pasangannya berada dalam tempat yang teduh, bersandar di atas dipan dipan” (QS Yasin : 56)


43:70

“ Masuklah kamu ke dalam Surga, kamu dan pasanganmu akan digembirakan” (QS Az Zukhruf 70).

Jika sang isteri saat di dunia adalah seorang beriman dan salehah, dialah yang akan menjadi isterinya juga saat di surga. Ini adalah salah satu nikmat dan anugerah yang Allah berikan kepada pasangan suami isteri. Selain itu, ia juga akan mendapatkan anugerah tambahan isteri yang berupa para bidadari yang akan diberikan oleh Allah kepadanya ketika di Surga, sebagaimana telah dinyatakan dalam Al Quran dan hadis hadis Rasulullah SAW.

Sedangkan, bagi seorang wanita beriman kalau bersuamikan seorang beriman dan saleh, dialah pasangan sang suami dalam iman sehingga persatuan mereka di dunia akan membawanya kepada persatuan mereka di Surga Allah yang kekal.

Selamat kepada wanita yang dapat bersama suaminya yang mukmin dan saleh, serta bisa mengikutinya dalam iman, taat, serta amal saleh. Allah –lah Yang Mahatahu apa yang telah dijanjikanNya kepada mereka dan menyiapkan fasilitasnya, sebagai imbalan dengan apa yang telah mereka lakukan.

-Maheer Ash Shufiy-

Minggu, 07 Juli 2013

Sebelum Berpuasa, Bekali Ilmu Tentang Ramadhan-Mu (7)

Oleh : Fatuddin Jafar, MA

eramuslim.comHal-Hal Yang Perlu Diketahui Tentang Ramadhan

Sebelum menjalankan ibadah Ramadhan, ada beberapa hal yang perlu dipahami. Di antaranya :

Shaum Ramadhan adalah rukun Islam yang keempat. Hukumnya adalah fardhu (wajib) yang datang langsung dari Tuhan Pencipta, Allah Ta’ala.
Allah mensyari’atkan shaum dan berbagai ibadah Ramadhan sebagai salah satu program yang harus dilewati setiap Muslim dan Mukmin dalam pembentukan karakter taqwa meraka. (Q.S. Al-Baqoroh : 183).


Ancaman keras bagi orang-orang beriman yang tidak melaksanakan ibadah Ramadhan, khususnya ibadah shaum seperti yang dijelaskan Rasul Saw : Ikatan dan basis agama Islam itu ada tiga. Siapa yang meniggalkan salah satu darinya, maka ia telah kafir; halal darahnya : Syahadat Laa ilaaha illallah, sholat fardhu (5 X sehari) dan shaum Ramadhan. (HR. Abu Ya’la dan Dailami). Dalam hadits lain Rasul Saw. bersabda : Siapa berbuka satu hari dalam bulan Ramadhan tanpa ada ruhkshah (faktor yang membolehkan berbuka / dispensasi) dari Allah, maka tidak akan tergantikan kendati ia melaksanakan shaum sepanjang masa. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan Turmuzi).
Ramadhan memiliki aturan yang perlu ditaati, agar proses dan pelaksanaan ibadahnya, khususnya shaum Ramadhan dapat berjalan dengan baik dan maksimal. Paling tidak ada sembilan hal yang perlu diketahui sebelum kita melaksanakan ibadah shaum Ramadhan :

Macam-Macam Shaum

Shaum terbagi menjadi dua macam :

A. Shaum fardhu (wajib).

B. Shaum Tathowwu’ (puasa sunnah).

Adapun shaum wajib terbagi tiga :

Pertama, shaum Ramadhan, yakni shaum yang dilaksanakan selama bulan Ramadhan (29 / 30 hari) seperti yang dijelaskan Allah dalam Al-qur’an surat Al-Baqoroh : 183.

Kedua, Shaum Kafarat (Puasa Denda), yakni shaum yang wajib dilakukan sebagai denda dari pelanggaran hukum seperti pelanggaran dalam ibadah haji, membunuh tidak sengaja, melanggar sumpah dan sebagainya.

Ketiga adalah shaum Nadzar, yaitu jika seseorang bernadzar dengan shaum bagi perkara yang dinadzarkannya seperti jika ia sembuh dari penyakit, jika bisnisnya goal dan sebagainya maka ia bernadzar untuk shaum. Shaum seperti itu disebut dengan shaum nadzar dan wajib hukumnya.

Adapun shaum tathowwu’ (Puasa Sunnah) adalah :

1. Shaum 6 hari di bulan Syawal. Dalam hadits Rasul Saw. dijelaskan : Siapa yang shaum Ramadhan kemudian dia teruskan dengan 6 hari di bulan Syawal, seakan ia shaum sepanjang masa (tahun). (HR. Al-Jama’ah kecuali Bukhari dan Nasa’i)

2. Shaum hari Arofah bagi yang tidak menunaikan ibadah haji. Dalam hadiits dijelaskan : Shaum hari Arofah (9 Zulhijjah) menghapuskan dosa dua tahun, setahun sebelum dan setahun sesudahnya. (HR. Al Jama’ah kecuali Bukhari dan Nasa’i).

3. Shaum hari ‘Asyura (10 bulan Muharrom). Dalam hadits Rasul Saw. dijelaskan : Shaum pada hari ‘Arofah (9 Zulhijjah) menghapus dosa dua tahun; yang lalu dan yang akan datang. Dan shaum hari ‘Asyuro (10 Muharram) menghapuskan dosa setahun yang lalu. (HR. Riwayat Al-Jama’ah kecuali Bukhari dan Turmizi). Terkait shaum ‘Asyura, Rasul Saw. menyarankan agar ditambah sehari sebelum atau sesudahnya agar tidak sama dengan Yahudi, karena mereka juga puasa pada hari ‘Asyura.

4. Shaum diperbanyak di bulan Sya’ban. Dari ‘Aisyah radhiyalllu ‘anha dia berkata : Aku tidak melihat Rasul Saw. menyempurnakan shaumnya kecuali di bulan Ramadhan saja, dan aku tidak melihat banyak berpuasa di bulan selain Ramadhan kecuali di bulan Sya’ban. (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Shaum Ayyamul bidh (tgl 13, 14 & 15 setiap bulan Hijriyah). Dari Abu Zar radhiyallahu ‘anhu beliau berkata : Kami diperintah Rasul Saw untuk shaum dalam sebulan tiga hari; 13, 14 dan 15. Lalu Rasul berkata : Yang demikian itu sama dengan shaum sepanjang masa. (HR. Nasa’i)

6. Shaum hari Senin dan Kamis. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Rasul Saw paling banyak shaum pada hari Senin dan Kamis. Lalu Beliau ditanya kenapa. Beliau menjawab : Sesungguhnya semua amal diangkat (ke langit) setiap hari Senin dan Kamis. Maka Allah akan mengampunkan setiap Muslim atau setiap Mukmin kecuali dua orang yang sedang berbantah, maka Allah berkata : Tangguhkan keduanya. (HR. Ahmad).

7. Shaum Nabi Daud; shaum satu hari dan berbuka hari berikutnya dan begitu seterusnya. Dari Abdullah Bin Umar dia berkata : Berkata Rasul Saw. : Shaum yang paling dicintai Allah adalah shaum Daud, dan shalat (malam) yang paling dicintai Allah adalah shalat Daud; dia tidur setengahnya, berdiri shalat sepertiganya dan kemudian tidur lagi seperenamnya, dia juga shaum satu hari dan berbuka satu hari. (HR. Muslim)

8. Shaum tathowwu’ (sunnah) dibolehkan berbuka, khususnya jika ada penyebabnya seperti diundang makan. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu dia berkata : Saya menyiapkan makanan untuk Rasul Saw. maka Beliau datang dengan beberapa Sahabatnya. Ketika makanan dihidangkan salah seorang di antara mereka berkata : Sesungguhnya saya sedang shaum. Lalu Rasul berkata : Saudaramu telah mengundangmu dan telah bersusah payah untukmu. Kemudian Beliau bersabda : Berbukalah dan shaumlah di hari lain sebagai gantinya jika kamu mau. (HR. Baihaqi).

(Bersambung…)

Persiapkanlah Puasa Ramadhanmu dengan mentadaburi Al Qur’an…

Artikel ini didukung oleh ‘Gerakan Wakaf Pesantren Mu’jizat Quran dan Sunnah’ Dapatkan Mushaf Qurannya dan raihlah amal wakafnya’ . Bagi yang ingin berpartisipasi dalam amal soleh ini silahkan klik : Resensi Buku : Jelang Ramadhon , Mari Miliki Al Quran Tadabur , Raihlah Amal Wakafnya, Gratis Kitab + CD Membaca Quran Hingga Faseh + CD

Kamis, 04 Juli 2013

Suasana Cuaca di Surga

Di Surga tidak ada terik matahari yang menyengat dan salju yang sangat dingin. Cuacanya cerah menerangi penghuninya, dengan suasana yang sangat menghanyutkan perasaan dan tiada bandingannya, tidak mungkin untuk dapat diungkapkan dengan kata kata, kecuali kalau kita sudah mengalaminya.

Di dunia, dalam satu tahun, hari demi hari berganti, dengan cuaca dan udara yang silih berganti, ada saatnya kita merasakan nyaman dan segar dengan cuaca dan suhu udara yang pas terasa di kulit. Biasanya itu terjadi pada pagi hari. Sedangkan di Surga cuacanya senantiasa sesuai dengan fisik dan jiwa manusia, dengan ukuran yang pas, sebagaimana yang telah dijanjikan Allah berkaitan dengan kesenangan kesenangan di Surga.
Allah SWT berfirman,


76:11
76:12
76:13
76:14

Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka keceriaan dan kegembiraan. Dan dia memberi balasan kepada mereka karena kesabarannya berupa surga dan pakaian sutera. Di sana mereka duduk bersandar di atas dipan, di sana mereka tidak melihat (merasakan teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang berlebihan. Dan naungan (pepohonan)nya dekat di atas mereka dan dimudahkan semudah mudahnya untuk memetik buahnya (QS Al Insan 11-14)

Menurut Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya, ayat “ La yaraunaa fiha syamsan wala zamharina,” berarti mereka tidak merasakan panas yang terik atau dingin yang menyengat. Menurut kebanyakan mufasir, suasana di Surga seperti saat menjelang fajar atau saat matahari akan terbenam. Pendapat ini sangat jelas, Allah SWT menyebutkan, “ La yarauna fiha syamsan wala zamharina,” juga firman Allah “Wadaniyatan alaihim zhilaluha.” Naungan di sini memiliki tingkat ketebalan yang mengandung udara sehingga menjadikan iklim di Surga menjadi sangat menyenangkan. Wallahu alam.

Abu Abdillah Turmudzi dalam Nawadirul Ushul menyebutkan sebuah hadis dari Abban dari Hasan dan Abu Qilabah bahwa seseorang berkata kepada Rasulullah SAW,” Wahai Rasulullah, apakah di surga ada malam?” Rasulullah SAW menjwab,”Apa yang telah kamu siapkan untuk itu?” Orang itu menjawab,”Aku mendengar Allah berfirman, “ Dan di dalamnya bagi mereka ada rezeki pagi dan petang (Maryam 62), aku (Perawi Hadist) berkata, “ Malam itu waktu antara pagi dan petang.” Rasulullah SAW bersabda,” Di Surga tidak ada malam. Di sana ada sinar dan cahaya. Pagi mengantarkan mereka pada keadaan santai dan santai mengantarkan mereka pada pagi. Lalu, akan datang pada mereka saat saat untuk salat. Pada saat itulah mereka menunaikan salat. Para malaikat pun mengucapkan salam kepada mereka. (HR Ibnul Mubarak, dalam Zawa-id Az Zuhd)

-Mahir Ash Syufiy-

Rabu, 03 Juli 2013

Sebab Sebab Turunnya Rezeki

Eramuslim.com
Akhir-akhir ini banyak orang yang mengeluhkan masalah penghasilan atau rizki, entah karena merasa kurang banyak atau karena kurang berkah. Begitu pula berbagai problem kehidupan, mengatur pengeluaran dan kebutuhan serta bermacam-macam tuntutannya. Sehingga masalah penghasilan ini menjadi sesuatu yang menyibukkan, bahkan membuat bingung dan stress sebagian orang. Maka tak jarang di antara mereka ada yang mengambil jalan pintas dengan menempuh segala cara yang penting keinginan tercapai. Akibatnya bermunculanlah koruptor, pencuri, pencopet, perampok, pelaku suap dan sogok, penipuan bahkan pembunuhan, pemutusan silaturrahim dan meninggal kan ibadah kepada Allah untuk mendapatkan uang atau alasan kebutuhan hidup.
Mereka lupa bahwa Allah telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya sebab-sebab yang dapat mendatangkan rizki dengan penjelasan yang amat gamblang. Dia menjanjikan keluasan rizki kepada siapa saja yang menempuhnya serta menggunakan cara-cara itu, Allah juga memberikan jaminan bahwa mereka pasti akan sukses serta mendapatkan rizki dengan tanpa disangka-sangka.

Diantara sebab-sebab yang melapangkan rizki adalah sebagai berikut:

- Takwa Kepada Allah
Takwa merupakan salah satu sebab yang dapat mendatangkan rizki dan menjadikannya terus bertambah. Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezki dari arah yang tidada disangka-sangkanya.” (At Thalaq 2-3)

Setiap orang yang bertakwa, menetapi segala yang diridhai Allah dalam segala kondisi maka Allah akan memberikan keteguhan di dunia dan di akhirat. Dan salah satu dari sekian banyak pahala yang dia peroleh adalah Allah akan menjadikan baginya jalan keluar dalam setiap permasalahan dan problematika hidup, dan Allah akan memberikan kepadanya rizki secara tidak terduga.

Imam Ibnu Katsir berkata tentang firman Allah di atas, “Yaitu barang siapa yang bertakwa kepada Allah dalam segala yang diperintahkan dan menjauhi apa saja yang Dia larang maka Allah akan memberikan jalan keluar dalam setiap urusannya, dan Dia akan memberikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari jalan yang tidak pernah terlintas sama sekali sebelumnya.”

Allah swt juga berfirman, artinya,
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. 7:96)

- Istighfar dan Taubat

Termasuk sebab yang mendatang kan rizki adalah istighfar dan taubat, sebagaimana firman Allah yang mengisahkan tentang Nabi Nuh Alaihissalam ,
“Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Rabbmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun” niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. 71:10-12)

Al-Qurthubi mengatakan, “Di dalam ayat ini, dan juga dalam surat Hud (ayat 52,red) terdapat petunjuk bahwa istighfar merupakan penyebab turunnya rizki dan hujan.”

Ada seseorang yang mengadukan kekeringan kepada al-Hasan al-Bashri, maka beliau berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”, lalu ada orang lain yang mengadukan kefakirannya, dan beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Ada lagi yang mengatakan, “Mohonlah kepada Allah agar memberikan kepadaku anak!” Maka beliau menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian ada yang mengeluhkan kebunnya yang kering kerontang, beliau pun juga menjawab, “Beristighfarlah kepada Allah.”

Maka orang-orang pun bertanya, “Banyak orang berdatangan mengadukan berbagai persoalan, namun anda memerintahkan mereka semua agar beristighfar.” Beliau lalu menjawab, “Aku mengatakan itu bukan dari diriku, sesungguhnya Allah swt telah berfirman di dalam surat Nuh,(seperti tersebut diatas, red)

Istighfar yang dimaksudkan adalah istighfar dengan hati dan lisan lalu berhenti dari segala dosa, karena orang yang beristighfar dengan lisannnya saja sementara dosa-dosa masih terus dia kerjakan dan hati masih senantiasa menyukainya maka ini merupakan istighfar yang dusta. Istighfar yang demikian tidak memberikan faidah dan manfaat sebagaimana yang diharapkan.

- Tawakkal Kepada Allah

Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. 65:3)

Nabi saw telah bersabda, artinya,

“Seandainya kalian mau bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya maka pasti Allah akan memberikan rizki kepadamu sebagaimana burung yang diberi rizki, pagi-pagi dia dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Ahmad, at-Tirmidzi dan dishahihkan al-Albani)

Tawakkal kepada Allah merupakan bentuk memperlihatkan kelemahan diri dan sikap bersandar kepada-Nya saja, lalu mengetahui dengan yakin bahwa hanya Allah yang memberikan pengaruh di dalam kehidupan. Segala yang ada di alam berupa makhluk, rizki, pemberian, madharat dan manfaat, kefakiran dan kekayaan, sakit dan sehat, kematian dan kehidupan dan selainnya adalah dari Allah semata.

Maka hakikat tawakkal adalah sebagaimana yang di sampaikan oleh al-Imam Ibnu Rajab, yaitu menyandarkan hati dengan sebenarnya kepada Allah Azza wa Jalla di dalam mencari kebaikan (mashlahat) dan menghindari madharat (bahaya) dalam seluruh urusan dunia dan akhirat, menyerahkan seluruh urusan hanya kepada Allah serta merealisasikan keyakinan bahwa tidak ada yang dapat memberi dan menahan, tidak ada yang mendatangkan madharat dan manfaat selain Dia.

- Silaturrahim
Ada banyak hadits yang menjelaskan bahwa silaturrahim merupakan salah satu sebab terbukanya pintu rizki, di antaranya adalah sebagai berikut:

-Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, artinya,
“Dari Abu Hurairah ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah menyambung silaturrahim.” (HR Al Bukhari)

-Sabda Nabi saw, artinya,
“Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu , Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Ketahuilah orang yang ada hubungan nasab denganmu yang engkau harus menyambung hubungan kekerabatan dengannya. Karena sesungguhnya silaturrahim menumbuhkan kecintaan dalam keluarga, memperbanyak harta dan memperpanjang umur.” (HR. Ahmad dishahihkan al-Albani)

Yang dimaksudkan dengan kerabat (arham) adalah siapa saja yang ada hubungan nasab antara kita dengan mereka, baik itu ada hubungan waris atau tidak, mahram atau bukan mahram.

- Infaq fi Sabilillah

Allah swt berfirman, artinya,
“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. 34:39)

Ibnu Katsir berkata, “Yaitu apapun yang kau infakkan di dalam hal yang diperintahkan kepadamu atau yang diperbolehkan, maka Dia (Allah) akan memberikan ganti kepadamu di dunia dan memberikan pahala dan balasan di akhirat kelak.”

Juga firman Allah yang lain,artinya,

“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. 2:267-268)

Dalam sebuah hadits qudsi Rasulullah saw bersabda, Allah swt berfirman, “Wahai Anak Adam, berinfaklah maka Aku akan berinfak kepadamu.” (HR Muslim)

- Menyambung Haji dengan Umrah

Berdasarkan pada hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dari Ibnu Mas”ud Radhiallaahu anhu dia berkata, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, artinya,

“Ikutilah haji dengan umrah karena sesungguhnya keduanya akan menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pande besi menghilangkan karat dari besi, emas atau perak, dan haji yang mabrur tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR. at-Tirmidzi dan an- Nasai, dishahihkan al-Albani)

Maksudnya adalah, jika kita berhaji maka ikuti haji tersebut dengan umrah, dan jika kita melakukan umrah maka ikuti atau sambung umrah tersebut dengan melakukan ibadah haji.

- Berbuat Baik kepada Orang Lemah

Nabi saw telah menjelaskan bahwa Allah akan memberikan rizki dan pertolongan kepada hamba-Nya dengan sebab ihsan (berbuat baik) kepada orang-orang lemah, beliau bersabda, artinya,

“Tidaklah kalian semua diberi pertolongan dan diberikan rizki melainkan karena orang-orang lemah diantara kalian.” (HR. al-Bukhari)

Dhu”afa” (orang-orang lemah) klasifikasinya bermacam-macam, ada fuqara, yatim, miskin, orang sakit, orang asing, wanita yang terlantar, hamba sahaya dan lain sebagainya.

- Serius di dalam Beribadah

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu, dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, “Allah Subhannahu wa Ta”ala berfirman, artinya,

“Wahai Anak Adam Bersungguh-sungguhlah engkau beribadah kepada Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kecukupan dan Aku menanggung kefakiranmu. Jika engkau tidak melakukan itu maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kesibukan dan Aku tidak menanggung kefakiranmu.”

Tekun beribadah bukan berarti siang malam duduk di dalam masjid serta tidak bekerja, namun yang dimaksudkan adalah menghadirkan hati dan raga dalam beribadah, tunduk dan khusyu” hanya kepada Allah, merasa sedang menghadap Pencipta dan Penguasanya, yakin sepenuhnya bahwa dirinya sedang bermunajat, mengadu kepada Dzat Yang menguasai Langit dan Bumi.

Dan masih banyak lagi pintu-pintu rizki yang lain, seperti hijrah, jihad, bersyukur, menikah, bersandar kepada Allah, meninggalkan kemaksiatan, istiqamah serta melakukan ketaatan, yang tidak dapat di sampaikan secara lebih rinci dalam lembar yang terbatas ini. Mudah-mudahan Allah memberi kan taufik dan bimbingan kepada kita semua. Amin.

Al-Sofwah( Sumber: Kutaib “Al Asbab al Jalibah lir Rizqi”, al-qism al-ilmi Darul Wathan. )/Bambang Ant
171

Silaturrahmi Meluaskan Rezeki dan Memperpanjang Umur

eramuslim.com Manfaat lain dari membina hubungan antar sesama—atau dalam bahasa Islamnya adalah silaturrahim—adalah bahwa ia bisa membuat rezeki seseorang menjadi bertambah luas dan memperpanjang usia. Hal ini disitir dari hadits Nabi Saw yang berbunyi:

”Siapa yang ingin rezekinya diperluas dan umurnya panjang maka hendaknya ia bersilaturrahmi.”
(HR. Bukhari)

Apakah maksud dari sabda Nabi Saw ini?! Mungkin banyak orang di antara kita yang menyanggah bukankah rezeki dan umur sudah Allah SWT tetapkan bahkan sebelum kita dilahirkan?!

Maka dalam menyikapi hadits shahih dari Rasulullah Saw kita harus memiliki pandangan yang bijak, sebab boleh jadi apa yang disampaikan Rasulullah Saw ini adalah makna tersirat bukan yang tersurat.

Beberapa makna yang dapat saya pahami dari hadits ini antara lain adalah:
1. Allah SWT akan memanjangkan umur sebab silaturrahmi. Karena kita rajin menjalin dan membina hubungan baik dengan sesama, maka kita akan dicintai dan disenangi orang. Meski kita sudah wafat berkalang tanah sekalipun, namun nama kita masih disebut dan dikenang orang. Coba Anda perhatikan tokoh-tokoh besar yang jasanya masih disebut orang hingga sekarang. Karena kebaikan hubungan yang pernah mereka bangun, dan jasa mereka terhadap orang lain, meski sudah wafat pun ia tetap dikenang orang dan itu menjadi doa kebaikan untuknya.

2. Silaturrahmi dapat memanjangkan umur juga bisa dipahami bahwa Allah SWT memberi keberkahan pada seseorang. Katakanlah untuk menjadi seorang dokter spesialis seseorang harus menimba ilmu bertahun-tahun. Saat ia praktik pun ia boleh memasang tarif sekehendak hatinya. Namun bila ada seseorang yang rajin menjalin hubungan baik dan suka bersilaturrahmi kepada dokter spesialis ini, tentu sang dokter akan enggan menerima bayaran dari orang baik tersebut. Ini boleh jadi yang disebut sebagai menambah rezeki. Dan disamping itu, orang baik yang suka bersilaturrahmi kepada dokter ini boleh bertanya apa saja kepada dokter tentang ilmu yang dokter kuasai tanpa harus kuliah kedokteran yang memakan waktu bertahun-tahun. Pria itu bisa dapat informasi tentang ilmu medis dalam waktu singkat tanpa harus buang-buang umur. Bukankah ini yang namanya panjang umur?! Apalagi, sang dokter pastilah akan dengan senang hati menjawab semua pertanyaan orang baik ini yang senantiasa menjaga hubungan silaturrahmi.

3. Saya baru-baru ini terkesima membaca sebuah artikel guratan Hendro Prasetyo di internet yang menyingkap hikmah dari sebuah kebiasaan silaturrahmi. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa antara tahun 1965–1974 ada dua orang ahli epidemi penyakit yang melakukan riset pada gaya hidup dan kesehatan penduduk Alameda County, California yang berjumlah 4.725 orang.

Hasil menarik dari riset itu adalah bahwa mereka menemukan bahwa angka kematian tiga kali lebih tinggi pada orang yang eksklusif (tertutup) dibandingkan orang-orang yang rajin bersilaturrahmi dan menjalin hubungan.

Pada artikel tersebut juga disampaikan bahwa ada sebuah riset yang pernah dilakukan pada penduduk Seattle ditahun 1997. Riset tersebut menyimpulkan bahwa biaya kesehatan lebih rendah didapati pada keluarga yang suka bersilaturrahmi dengan orang lain, dan konon keluarga yang seperti ini jauh lebih sehat dibandingkan keluarga-keluarga lain.

MacArthur Foundation di AS mengeluarkan kesimpulan sejalan yang menyatakan bahwa manusia lanjut usia (manula) bisa bertahan hidup lebih lama itu karena disebabkan mereka kerap bersilaturrahmi dengan keluarga dan kerabat serta rajin hadir dalam pertemuan-pertemuan.

Subhanallah…, begitu dahsyatnya manfaat silaturrahmi yang diajarkan oleh Rasulullah Saw hingga ilmu pengetahuan modern telah membuktikan kebenaran bahwa ia dapat memperpanjang umur!!!

Lalu bagaimana silaturrahmi bisa menambahkan rezeki?! Rezeki bisa mudah dicari selagi kita punya hubungan baik dengan sesama. Karena suka berbuat baik terhadap orang lain, maka mereka pun akan berbuat baik kepada kita. Inilah yang seterusnya akan berkembang menjadi trust, kepercayaan, amanah. Bagaimana seseorang akan mempercayakan hartanya kepada kita untuk diurus dan dikelola, kalau kita tidak mempunyai hubungan baik kepadanya?

Seorang sosiolog Harvard bernama Mark Granovetter melakukan riset pada cara bagaimana orang mendapatkan pekerjaan. Riset ini dilakukan pada tahun 1970-an. Ia menemukan bahwa mayoritas orang mendapat pekerjaan berdasarkan koneksi pribadi. Karena koneksi atau hubungan silaturrahmi itulah seseorang mendapatkan pekerjaan.

Silaturrahmi yang mendatangkan rezeki barangkali terjawab dalam beberapa pengalaman ini;
Suatu hari ayah berpesan pada saya agar selalu datang setiap pagi ke rumah orang tua sebelum berangkat mencari nafkah. Beliau meminta ini sebab berkaca kepada seorang ibu janda yang sukses dalam mendidik anak-anaknya.

Saat ditanya oleh ayah saya, ibu itu selalu berpesan kepada ketiga anaknya untuk mencium tangannya terlebih dahulu sebelum mereka semua memulai aktifitas hari-hari mereka. Ketika anak-anaknya pergi meninggalkan rumah, ibu itu mengantarkan mereka dengan iringan doa hingga Allah beri keberkahan dan kebaikan yang banyak untuk anak-anaknya.

Seorang sahabat bernama Hisyam Said. Seperti kebanyakan pengusaha, maju-mundur bisnis adalah hal biasa. Namun belakangan ini bisnis fast food yang ia jalani begitu cepat berkembang. Puluhan outlet bernama Paparon Pizza sudah mengisi sudut-sudut kota di tanah air. Hisyam menyadari bahwa bisnis yang ia jalani amat erat bergantung dengan keridhaan ummi atau ibunya. Meski kantor pusat pizza tersebut berada di Warung Jati, Jakarta Selatan, namun ia malah memilih berkantor di kawasan Kramat, Jakarta Pusat. Di sana setiap pagi dan sore, Hisyam bisa mengunjungi umminya yang sudah berusia 80 tahun lebih dan menghiburnya di masa-masa tua usianya.

“Ridhallahi fi ridhal waalidaini, wa sukhtullahi fii sukhtil walidaini.” Keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah juga berlaku sedemikian.

Demikianlah keberkahan Allah yang diturunkan bagi hamba-hambaNya yang kerap menyambungkan tali silaturahmi. ***
Bobby Herwibowo, Lc.
49

Senin, 01 Juli 2013

Peran Islam dalam Kehidupan Berbangsa

Pada catatan ini kita berbicara dua topic yang berbeda, yang pertama: Islam sebagai agama (peran agama Islam dalam kehidupan dan apa yang diajarkan Islam keseluruh dunia). Kedua: Islam dan agama lain, sumbangan Islam terhadap kemanusiaan masa kini. catatan ini secara khusus membahas peran Islam dalam kehidupan manusia.

Menurut Emile Durkheim(1858-1917), ahli sosiologi dari Perancis, memperkenalkan masyarakat organis. Durkheim percaya bahwa norma-norman akan terancam oleh pembagian kerja yang berlebihan. Dalam pandangan nya, masyarakat praindustri disebut masyarakat mekanis, individu-individu menjalankan perannya masing-masing: sebagai ayah, suami, pemburu, pendeta dan yang lainnya. Semua peran atau fungsi itu diteruskan dari generasi kegenerasi dengan perubahan sekecil mungkin. Sebaliknya masyarakat modern adalah masyarakat organis, produk pembagian kerja dan diferensiasi yang dihasilkan oleh proses industry. Masyarakat organis bersifat inovatif dan kompleks. Agama, dalam pandangan Emildurkheim, meliputi semua kehidupan dalam masyarakat pertama, tetapi tempatnya menjadi lebih terbatas dalam masyarakat kedua. (david e. apter, 1988:377)

Dalam rangka membuktikan peran agama Islam dalam kehidupan sosial, kita memerlukan beberapa komponen yang menurut saya penting:

a) Hubungan Tauhid Dengan Ilmu Pengetahuan.

Dari segi kebudayaan, agama merupakan universal cultural; artinya terdapat disetiap daerah kebudayaan dimana saja masyarakat dan kebudayaan itu berada, Allah berfirman:

dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepada anaknya: hai anakku, jangan kamu mempersekutukan Allah; sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.

Perintah mengesahkan tuhan mengandung arti bahwa manusia hanya boleh tunduk kepada tuhan. Ia tidak boleh tunduk kepada selain-Nya karena ia adalah puncak ciptaan-Nya(nurcholis majid, 1998:18).

Allah berfirman:

Allahlah yang menunjukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan izin-nya, dan supaya kamu dapat mencari sebagian karunia-Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur (QS. al-jatsiyah:12)

dan Allah berfirman :

… maha suci tuhan yang telah menundukkan semua ini bagi kami, padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya (QS. al-zukhruf :13).

Konsekuensi dari tauhid adalah bahwa manusia harus menguasai alam dan haram tunduk kepada alam. Menguasai alam berarti menguasai hukum alam; dan dari hukum alam ini, ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan.

b) Paradigma Ilmu-Ilmu Islami

Allah berfirman:

“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air , lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) dan dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kamu yang memikirkan. ”

Mengenal dan beriman kepada Allah dapat dilakukan melalui tanda –tanda yang diberikan-nya, melalui diri kita sendiri, jagat raya, wahyu, ataupun benda-benda lainnya.

Manusia yang hendak menyingkap rahasia Allah melalui tanda-tanda-nya berupa jagat raya, menggunakan perangkat berupa ilmu-ilmu fisik, seperti ilmu fisika, kimia, sosiologi, ekonomi dan sebagainya. Dengan demikian, jalur manapun yang digunakan manusa dalam rangka menyingkap tabir kekuasaan-nya, akan melahirkan manusia yang semakin dekat dengan tuhan, paradigma ini sekaligus merupakan jawaban terhadap dikotomi ilmu agama dan ilmu non agama. pada dasarnya ilmu agama dan ilmu non agama hanya dapat dibedakan untuk kepentingan analisis, bukan untuk dipisahkan apalagi dipertentangkan.

c) Ilmu Eksakta Ditangan Umat Islam.

Ilmu eksakta yang dimaksud disini adalah ilmu-ilmu yang membahas masalah-masalah yang bersifat empiris dan bersifat”pasti.” Dalam beberapa literatur dijelaskan mengenai sumbangan umat Islam terhadap matematika, anstronomi, kimia , optic

1. Matematika
Diantara tokoh yang paling masyhur dalam bidang matematika adalah Khawarizmi. Dialah yang menulis buku ilmu hitung dan aljabar . Juga Umar al-Khayam dan al-Thusi adalah ulama yang terkenal dalam bidang ilmu matematika. Angka nol adalah ciptaan umat Islam . Pada tahun 873 m. Angka nol telah dipakai di dunia Islam.

2. Astronomi
Di dunia Islam yang terkenal ilmunya dalam bidang astronomi adalah Umar Khayam dan al-Farazi. Mereka menulis buku-buku tentang astronomi yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin untuk kemudian diajarkan di Eropa.

3. Kimia
Ulama muslim yang terkenal dalam bidang kimia adalah Jabir bin Hayyan dan Zakaria al-Arazi yang dikenal di Eropa dengan sebutan Gaber dan Rhazes. Pada zaman kejayaan Yunani, kimia banyak dibangun berdasarka spekulasi. Sedangkan pada zaman kejayaan Islam, kimia dikembangkan atas dasar percobaan dan eksprimen.

4. Optik
Ulama yang terkenal dalam bidang optik adalah Ibnu Haitsam, yang berpendapat bahwa benda dapat dilihat karena benda mengirim cahaya ke mata, dan pernyataan ini dibenarkan oleh pengetahuan modern.

d) Sains Dunia Islam Masa Kini.

Sains di dunia Islam sekarang ini sangat menyedihkan. Nurcholis Madjid (1998:9) menyatakan bahwa dunia Islam merupakan kawasan bumi yang paling terbelakang diantara penganut-penganut agama besar. Umat Islam sangat terbelakang dalam bidang sains dan ketinggalan oleh Eropa Utara, Amerika Utara, Australia, dan Selandia Baru yang memeluk Protestan; oleh Eropa Selatan dan Amerika Selatan yang menganut Khatolik Romawi; oleh Eropa Timur yang menganut khatolik Ortodoks; oleh Israel yang menganut agama Yahudi; oleh India yang mayoritas memeluk agama Hindu; oleh Cina, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura yang menganut agama Budha-Konfusianis; oleh Jepang yang menganut agama Budha-Taois;dan oleh Thailand yang menganut agama Budhis. ”jadi, ”tegas Nurcholis Madjid, ” tidak ada satupun agama besar dimuka bumi ini yang lebih rendah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya daripada Islam. ”Tugas kita sekarang adalah menangkap kembali ajaran Islam yang otentik dan dinamis sehingga mendorong akselerasi kebangkitan penguasaan ilmu-ilmu eksakta sehingga umat Islam terhindar dari kemunduran, sebagaimana slogan Bung Karno: ”kita harus mampu menangkap api Islam dan meninggalkan abunya. ”