Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sebuah contoh sesajen sederhana pada upacara hari pertama mengayun bayi dalam masyarakat Suku Sunda Dayeuhluhur Sesajen atau sajen adalah sejenis persembahan kepada dewa atau arwah nenek moyang pada upacara adat di kalangan penganut kepercayaan kuno di Indonesia,[1] seperti pada Suku Sunda, Suku Jawa, Suku Bali dan suku lainnya.[butuh rujukan]
BENDA SAJEN
Benda sesajen berbeda dengan benda untuk persembahan, kurban atau tumbal, di mana sesajen hanya dibuat untuk kepentingan upacara adat skala kecil dengan tujuan yang berupa rutinitas adat dan memiliki "tujuan baik".[butuh rujukan]
Benda sesajen biasanya hanya sederhana berupa rangkaian bunga dan daun yang berbau wangi seperti melati dan irisan daun pandan, kemudian buah-buahan dan makanan jajanan pasar, yang kemudian diiringi pembakaran kemenyan sebagai pengantar kepada nenek moyang.[butuh rujukan]
Sesajen Menurut Pendapat Suku atau Agama
Sesajen berarti sajian atau hidangan. Sesajen memiliki nilai sakral di sebagian besar masyarakat kita pada umumnya acara sakral ini dilakukan untuk mengharap berkah di tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat atau di berikan kepada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan ghaib semacam keris trisula dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat duniawi. Sedangkan waktu penyajiannya di tentukan pada hari-hari tertentu. Seperti malam jum’at kliwon selasa legi dan sebagainya. Adapun bentuk sesajiannya bervariasi tergantung permintaan atau sesuai bisikan ghaib yang di terima oleh orang pintar paranormal dukun dan sebagainya. Banyak kaum muslimin berkeyakinan bahwa acara tersebut merupakan hal biasa bahkan dianggap sebagai bagian daripada kegiatan keagamaan.
Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji lalu pada suatu pada saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak memberikan sesaji akan kualat. Anehnya perbuatan yang sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan Dinamisme ini masih marak dilakukan oleh orang-orang pada jaman modernisasi yang serba canggih ini. Hal ini membuktikan pada kita bahwa sebenarnya manusianya secara naluri/ fitrah meyakini adanya penguasa yang maha besar yang pantas dijadikan tempat meminta mengadu mengeluh berlindung berharap dan lain-lain. Fitrah inilah yg mendorong manusia terus mencari Penguasa yg maha besar ? Pada akhirnya ada yg menemukan batu besar pohon-pohon rindang kubur-kubur benda-benda kuno dan lain-lain lalu di agungkanlah benda-benda tersebut.
Pengagungan itu antara lain diekspresikandalam bentuk sesajen yg tak terlepas dari unsur-¬unsur berikut: menghinakan diri rasa takut berharap tawakal do’a dan lainnya. Unsur-unsur inilah yg biasa disebut dalam islam sebagai ibadah. Islam datang membimbing manusia agar tetap berjalan diatas fitrah yang lurus dengan diturunkannya syari’at yang agung ini. Allah Ta’ala menerangkan tentang fitrah yang lurus tersebut dalam Al Qur’an Rasul-rasul mereka berkata apakah ada keragu-raguan terhadap Allah pencipta langit dan bumi ?. Allah juga berfirman : "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Berkenaan dengan ayat-ayat diatas nabi pun bersabda : “Setiap anak dilahirkan diatas fitrah maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi Nasrani atau penyembah api. .Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Qudsi : Aku menciptakan hamba¬-hamba-Ku diatas agama yang lurus lalu syetan menyesatkan mereka.
Dalam hal tersebut diatas telah diterangkan bahwa dalam agama kami (ISLAM), dan khususnya suku kami Dayak Pantai yang sebagian besar memiliki kebudayaan melayu yang kental dengan Islam, sangat jarang di jumpai penerapan sesajen sepewrti yang dilakukan oleh kebudayaan dan suku lain. Khususnya dalam keluarga kami pelaksanaan sesajen seperti in sama halnya denga menyekutukan Allah, karena meyakini sesuatu selain Allah. Dan penyajian berbagai jenis macam makanan, buah – buahan ini juga dalam keluarga saya menganggap bahwa itu adalah hal yang berlebihan atau dalam istilah mubajir, karena menghambur-hamburkan sesuatu dengan berlebihan sementara hal semacam itu (sesajen) itu msih bisa diguinakan atau di konsumsi oleh orang yang lebih membutuhkan daripada memberikan ke sesuatu yang tidak jelas keberadaannya.
Namun, dalam suatu suku atau kebudayaan umumnya tidak semua orang memiliki cara pandang yang sama, dalam suku atau daerah saya masih ada juga yang melakukan kegiatan atau ritual sesajen, diantaranya sesajen untuk penghuni sungai (Buaya, Naga, Ular Dll.), dan darat seperti makhluk halus yang umumnya berupa keranjang makanan yang di simpan pada pohon besar, rumah tua dan tempat – temlainya yang di anggap ada penghuninya. Tapi, dalam hal ini saya tidak dapat mejelaskan secara detail tentang prosesnya, karena umumnya yang melakukan hal terebut hanyalah orang yang bersangkutan dan tidak di publikasikan atau tidak boleh ada yang mengetahuinya selainm dia dan keluarga yang dipercayai oleh orang tersebut.
Jadi, dalam pandangan Suku, Agama khususnya kelurga saya, kegiatan seperti ini tidak dilaksanakan karena dengan alasan tersebut diatas.
Sebuah contoh sesajen sederhana pada upacara hari pertama mengayun bayi dalam masyarakat Suku Sunda Dayeuhluhur Sesajen atau sajen adalah sejenis persembahan kepada dewa atau arwah nenek moyang pada upacara adat di kalangan penganut kepercayaan kuno di Indonesia,[1] seperti pada Suku Sunda, Suku Jawa, Suku Bali dan suku lainnya.[butuh rujukan]
BENDA SAJEN
Benda sesajen berbeda dengan benda untuk persembahan, kurban atau tumbal, di mana sesajen hanya dibuat untuk kepentingan upacara adat skala kecil dengan tujuan yang berupa rutinitas adat dan memiliki "tujuan baik".[butuh rujukan]
Benda sesajen biasanya hanya sederhana berupa rangkaian bunga dan daun yang berbau wangi seperti melati dan irisan daun pandan, kemudian buah-buahan dan makanan jajanan pasar, yang kemudian diiringi pembakaran kemenyan sebagai pengantar kepada nenek moyang.[butuh rujukan]
Sesajen Menurut Pendapat Suku atau Agama
Sesajen berarti sajian atau hidangan. Sesajen memiliki nilai sakral di sebagian besar masyarakat kita pada umumnya acara sakral ini dilakukan untuk mengharap berkah di tempat-tempat tertentu yang diyakini keramat atau di berikan kepada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan ghaib semacam keris trisula dan sebagainya untuk tujuan yang bersifat duniawi. Sedangkan waktu penyajiannya di tentukan pada hari-hari tertentu. Seperti malam jum’at kliwon selasa legi dan sebagainya. Adapun bentuk sesajiannya bervariasi tergantung permintaan atau sesuai bisikan ghaib yang di terima oleh orang pintar paranormal dukun dan sebagainya. Banyak kaum muslimin berkeyakinan bahwa acara tersebut merupakan hal biasa bahkan dianggap sebagai bagian daripada kegiatan keagamaan.
Sehingga diyakini pula apabila suatu tempat atau benda keramat yang biasa diberi sesaji lalu pada suatu pada saat tidak diberi sesaji maka orang yang tidak memberikan sesaji akan kualat. Anehnya perbuatan yang sebenarnya pengaruh dari ajaran Animisme dan Dinamisme ini masih marak dilakukan oleh orang-orang pada jaman modernisasi yang serba canggih ini. Hal ini membuktikan pada kita bahwa sebenarnya manusianya secara naluri/ fitrah meyakini adanya penguasa yang maha besar yang pantas dijadikan tempat meminta mengadu mengeluh berlindung berharap dan lain-lain. Fitrah inilah yg mendorong manusia terus mencari Penguasa yg maha besar ? Pada akhirnya ada yg menemukan batu besar pohon-pohon rindang kubur-kubur benda-benda kuno dan lain-lain lalu di agungkanlah benda-benda tersebut.
Pengagungan itu antara lain diekspresikandalam bentuk sesajen yg tak terlepas dari unsur-¬unsur berikut: menghinakan diri rasa takut berharap tawakal do’a dan lainnya. Unsur-unsur inilah yg biasa disebut dalam islam sebagai ibadah. Islam datang membimbing manusia agar tetap berjalan diatas fitrah yang lurus dengan diturunkannya syari’at yang agung ini. Allah Ta’ala menerangkan tentang fitrah yang lurus tersebut dalam Al Qur’an Rasul-rasul mereka berkata apakah ada keragu-raguan terhadap Allah pencipta langit dan bumi ?. Allah juga berfirman : "Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada Agama tetaplah atas fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Berkenaan dengan ayat-ayat diatas nabi pun bersabda : “Setiap anak dilahirkan diatas fitrah maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi Nasrani atau penyembah api. .Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Qudsi : Aku menciptakan hamba¬-hamba-Ku diatas agama yang lurus lalu syetan menyesatkan mereka.
Dalam hal tersebut diatas telah diterangkan bahwa dalam agama kami (ISLAM), dan khususnya suku kami Dayak Pantai yang sebagian besar memiliki kebudayaan melayu yang kental dengan Islam, sangat jarang di jumpai penerapan sesajen sepewrti yang dilakukan oleh kebudayaan dan suku lain. Khususnya dalam keluarga kami pelaksanaan sesajen seperti in sama halnya denga menyekutukan Allah, karena meyakini sesuatu selain Allah. Dan penyajian berbagai jenis macam makanan, buah – buahan ini juga dalam keluarga saya menganggap bahwa itu adalah hal yang berlebihan atau dalam istilah mubajir, karena menghambur-hamburkan sesuatu dengan berlebihan sementara hal semacam itu (sesajen) itu msih bisa diguinakan atau di konsumsi oleh orang yang lebih membutuhkan daripada memberikan ke sesuatu yang tidak jelas keberadaannya.
Namun, dalam suatu suku atau kebudayaan umumnya tidak semua orang memiliki cara pandang yang sama, dalam suku atau daerah saya masih ada juga yang melakukan kegiatan atau ritual sesajen, diantaranya sesajen untuk penghuni sungai (Buaya, Naga, Ular Dll.), dan darat seperti makhluk halus yang umumnya berupa keranjang makanan yang di simpan pada pohon besar, rumah tua dan tempat – temlainya yang di anggap ada penghuninya. Tapi, dalam hal ini saya tidak dapat mejelaskan secara detail tentang prosesnya, karena umumnya yang melakukan hal terebut hanyalah orang yang bersangkutan dan tidak di publikasikan atau tidak boleh ada yang mengetahuinya selainm dia dan keluarga yang dipercayai oleh orang tersebut.
Jadi, dalam pandangan Suku, Agama khususnya kelurga saya, kegiatan seperti ini tidak dilaksanakan karena dengan alasan tersebut diatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar