Beberapa waktu belakangan ini kita disibukkan dengan pemberitaan Kalimat penghinaan terhadap lambang negara Pancasila oleh Artis Dangdut Zaskia Gotik. Nampaknya artis ini tidak memahami apa yang diucapkannya itu telah melukai hati bangsa ini, karena bentuk penghinaanya sudah bersifat masif (dimuka publik). Walau ia berdalih hanya bagian dari lawakan dan becandaan dan tidak ada maksud tertentu dari ucapannya tersebut. Tetapi sebagian orang menganganggap itu adalah kesalahan fatal yang tidak bisa dimaafkan dengan ucapan maaf saja. Perlu penjelasan dan pemberian efek jera bagi siapa saja yang melecehkan lambang negara, karena untuk menunjukkan tingkat kecintaan kita kepada bangsa dan negara yang sudah dibangung dengan penuh pengorbanan ini. Lalu apa alasan pentingnya kita memahami sejarah dirumuskannya ideologi pancasila ini sehingga ia tidak akan lagi dijadikan bahan tertawaan sebagian orang yang kurang ilmu dan pengetahuan. Sejarah memberitakan bahwa Pancasila dirumuskan oleh para cendikiawan muslim paling berpengaruh yang didalamnya banyak mengadopsi ajaran dan hukum islam. Jadi jika ada yang sengaja atau tidak menghina Pancasila, maka secara tidak langsung ia juga sudah menghina umat islam. Berikut ini ulasaannya.
Jika kita menoleh lagi pada sejarah perumusan Pancasila, didalamnya ada banyak tokoh-tokoh islam yang berperan dan memberikan konsep dasar keislaman, terutama pada sila pertama Pancasila. Dalam Piagam Jakarta, proses perumusan sila pertama ini memakan waktu yang amat panjang dan sengit karena kala itu bukan hanya tokoh islam yang ikut serta didalamnya ada juga tokoh kristiani-sekuler dan budha dan hindu yang mana mereka juga memiliki kepentingan atas sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa" tersebut.
Awalnya bunyi sila pertama ini adalah; "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya." Bung Hatta selaku perumus akhirnya memutuskan menggantinya menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa", karena pertimbangan dan banyaknya penolakan/tekanan atas bunyi sila pertama oleh kaum sekuler, maka Akhirnya Bung Hatta merumuskannya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Awalnya perubahan kalimat sila pertama ini mendapat perlawanan oleh KH. Wachid Hasjim dan tokoh NU, H. Agus Salim, karena hilangnya kalimat kewajiban menjalankan syariat islam didalamnya akan merugikan umat muslim, namun Akhirnya Bung Hatta menjelaskan bahwa jika ditelusuri isi dan makna dari kandungan kata tersebut adalah mengacu kalimat Tauhid yaitu Ketuhanan yang merujuk kepada Tuhan yang satu yaitu Allah swt (Tuhannya umat islam). Dan akhirnya demi tercapainya kesepakatan Adapun para tokoh islam yang menjadi tonggak dirumuskan Pancasila ini adalah KH. Wachid Hasjim dan tokoh NU, H. Agus Salim, KI Bagus Hadikusuna (Tokoh Muhammadiyah), M. Natsir dan sebagainya menerima hasil perumusan tersebut. Karena sesungguhnya konsep dasar negara kita ini dibuat oleh tokoh islam dan ulama besar paling berpengaruh kala itu. Mereka adalah para pahlawan yang sudah bekerja keras menanamkan ideologi berlandaskan islam ke dalam dasar negara kita Pancasila. Panitia sembilan ini sendiri dianggotai oleh Haji Soekarno, Haji Achmad Soebardjo, Haji Abdul Kahar Muzakkir, Alex Andries Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Haji Mohammad Hatta, Haji Abudul Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, dan HajiMohammad Yamin.
Walau memang ketika akhirnya perumusan sila pertama berubah menjadi berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa", semua tokoh islam merasa kecewa dengan keputusan tersebut, karena walau definisi kalimat itu merujuk pada Kalimat Tauhid, namun secara keseluruhan masyarakat Indonesia kala itu bukanlah mayoritas masyarakat terpelajar yang bisa mengetahui secara eksplisit makna kalimat itu, sehingga bisa menjadi rancu dalam penerapannya. Meski akhirnya para ulama islam menerima perubahan sila pertama itu, namun dalam pelaksanaan dan isinya banyak melandaskan pelaksanaan pada semangat gotong royong, saling mengasihi dan persatuan yang isinya banyak diambil dari ajaran islam). Diharapkan, meski bunyi sila pertama itu tidak bernafaskan islam, setidaknya isi dan kandungannya adalah semua ajaran islam. Itulah usaha yang dilakukan para tokoh islam kala itu dengan tetap berusaha menanamkan ajaran islam dalam lambang negara kita Pancasila.
Wajar sekali bila kita teliti ternyata KH.Agus Salim dan KH.Wachid Hasyim berusaha sekuat, tenaga di tengah perdebatan hebat dengan kelompok sekuler, memasukkan nilai-nilai Islam dalam Pancasila. Setelah gagal menjadikan Islam sebagai dasar negara, maka jalan satu-satunya bagi Agus Salim dan Wachid Hasyim adalah mengemas Pancasila dengan kemasan yang bermuatan nilai-nilai Islam.
Kenyataannya memang, hanya Islam yang bisa menafsir Pancasila dengan baik. Sila satu misalnya yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Untuk mengetahui Tuhan yang mana dalam sila satu tersebut, dapat dirujuk pada pembukaan UUD '45 yang berbunyi "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.....". Maka Tuhan yang dimaksud dalam sila satu tersebut adalah Allah swt.
Begitu pula sila-sila selanjutnya, jika diteliti terdapat kalimat/kata yang berasal dari konsep Islam. Contoh "adil dan beradab" (sila ke-2), kata adab adalah konsep Islam. Dalam agama-agama lain tidak mempunyai konsep adab. Kemudian di sila ke-3, persatuan bisa dianalogikan dengan Ukhuah Islamiah (tali persaudaraan) yang mengutamakan nilai kebersamaan dalam kesatuan. Contoh lain sila ke-4 terdapat kata musyawarah. Bila diamati sila ke-4 ini tampak bertolak belakang dengan demokrasi. Sebab jelas-jelas sila tersebut menyebut musyawarah (dalam Islam disebut syuro) bukan demokrasi.
Tentang makna Ketuhanan Yang Maha Esa identik dengan Tauhid, juga ditegaskan oleh tokoh NU KH Achmad Siddiq. Dalam satu makalahnya yang berjudul “Hubungan Agama dan Pancasila” yang dimuat dalam buku Peranan Agama dalam Pemantapan Ideologi Pancasila, terbitan Badan Litbang Agama, Jakarta 1984/1985, Rais Aam NU, KH Achmad Siddiq, menyatakan:
“Kata “Yang Maha Esa” pada sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) merupakan imbangan tujuh kata yang dihapus dari sila pertama menurut rumusan semula. Pergantian ini dapat diterima dengan pengertian bahwa kata “Yang Maha Esa” merupakan penegasan dari sila Ketuhanan, sehingga rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” itu mencerminkan pengertian tauhid (monoteisme murni) menurut akidah Islamiyah (surat al-Ikhlas). Kalau para pemeluk agama lain dapat menerimanya, maka kita bersyukur dan berdoa.” (Dikutip dari buku Kajian Agama dan Masyarakat, 15 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Agama 1975-1990, disunting oleh Sudjangi (Jakarta: Balitbang Departemen Agama, 1991-1992).
Kata “Allah” juga muncul di alinea ketiga Pembukaan UUD 1945: “Atas berkat rahmat Allah….”. Sulit dibayangkan, bahwa konsepsi Allah di situ bukan konsep Allah seperti yang dijelaskan dalam al-Quran. Karena itu, tidak salah sama sekali jika para cendekiawan dan politisi Muslim berani menyatakan, bahwa sila pertama Pancasila bermakna Tauhid sebagaimana dalam konsepsi Islam. Rumusan dan penafsiran sila pertama Pancasila jelas tidak bisa dipisahkan dari konteks sejarah munculnya rumusan tersebut.
Kuatnya pengaruh Islamic worldview dalam penyusunan Pembukaan UUD 1945 – termasuk Pancasila – juga terlihat jelas dalam sila kedua: "Kemanusiaan yang adil dan beradab." Manusia Indonesia harus bersikap adil dan beradab. Adil dan adab merupakan dua kosa kata pokok dalam Islam yang memiliki makna penting. Salah satu makna adab adalah pengakuan terhadap Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan Muhammad saw sebagai Nabi, utusan Allah. Menserikatkan Allah dengan makhluk – dalam pandangan Muslim – bukanlah tindakan yang beradab.
Maka dengan demikian jelaslah bahwa apa yang dilakukan Zaskia Gotik ini sangat memalukan dan menghina umat muslim pada umumnya. Perjuangan yang sudah dilakukan para tokoh islam dalam merumuskan ideologi Pancasila ini dijadikan olok-olok seseorang karena ketidaktahuannya tentang Pancasila. Karena apa yang ia lakukan tanpa sadar ia sudah menghina seluruh umat Islam, karena seluruh isi kandungan dalam Pancasila adalah hasil penerapan ajaran islam. Maka dair itu sang artis harus menerima ganjarna atas perbuatannya.
Jika kita menoleh lagi pada sejarah perumusan Pancasila, didalamnya ada banyak tokoh-tokoh islam yang berperan dan memberikan konsep dasar keislaman, terutama pada sila pertama Pancasila. Dalam Piagam Jakarta, proses perumusan sila pertama ini memakan waktu yang amat panjang dan sengit karena kala itu bukan hanya tokoh islam yang ikut serta didalamnya ada juga tokoh kristiani-sekuler dan budha dan hindu yang mana mereka juga memiliki kepentingan atas sila pertama yang berbunyi "Ketuhanan yang Maha Esa" tersebut.
Awalnya bunyi sila pertama ini adalah; "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya." Bung Hatta selaku perumus akhirnya memutuskan menggantinya menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa", karena pertimbangan dan banyaknya penolakan/tekanan atas bunyi sila pertama oleh kaum sekuler, maka Akhirnya Bung Hatta merumuskannya menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Awalnya perubahan kalimat sila pertama ini mendapat perlawanan oleh KH. Wachid Hasjim dan tokoh NU, H. Agus Salim, karena hilangnya kalimat kewajiban menjalankan syariat islam didalamnya akan merugikan umat muslim, namun Akhirnya Bung Hatta menjelaskan bahwa jika ditelusuri isi dan makna dari kandungan kata tersebut adalah mengacu kalimat Tauhid yaitu Ketuhanan yang merujuk kepada Tuhan yang satu yaitu Allah swt (Tuhannya umat islam). Dan akhirnya demi tercapainya kesepakatan Adapun para tokoh islam yang menjadi tonggak dirumuskan Pancasila ini adalah KH. Wachid Hasjim dan tokoh NU, H. Agus Salim, KI Bagus Hadikusuna (Tokoh Muhammadiyah), M. Natsir dan sebagainya menerima hasil perumusan tersebut. Karena sesungguhnya konsep dasar negara kita ini dibuat oleh tokoh islam dan ulama besar paling berpengaruh kala itu. Mereka adalah para pahlawan yang sudah bekerja keras menanamkan ideologi berlandaskan islam ke dalam dasar negara kita Pancasila. Panitia sembilan ini sendiri dianggotai oleh Haji Soekarno, Haji Achmad Soebardjo, Haji Abdul Kahar Muzakkir, Alex Andries Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Haji Mohammad Hatta, Haji Abudul Wahid Hasyim, Haji Agus Salim, dan HajiMohammad Yamin.
Walau memang ketika akhirnya perumusan sila pertama berubah menjadi berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa", semua tokoh islam merasa kecewa dengan keputusan tersebut, karena walau definisi kalimat itu merujuk pada Kalimat Tauhid, namun secara keseluruhan masyarakat Indonesia kala itu bukanlah mayoritas masyarakat terpelajar yang bisa mengetahui secara eksplisit makna kalimat itu, sehingga bisa menjadi rancu dalam penerapannya. Meski akhirnya para ulama islam menerima perubahan sila pertama itu, namun dalam pelaksanaan dan isinya banyak melandaskan pelaksanaan pada semangat gotong royong, saling mengasihi dan persatuan yang isinya banyak diambil dari ajaran islam). Diharapkan, meski bunyi sila pertama itu tidak bernafaskan islam, setidaknya isi dan kandungannya adalah semua ajaran islam. Itulah usaha yang dilakukan para tokoh islam kala itu dengan tetap berusaha menanamkan ajaran islam dalam lambang negara kita Pancasila.
Wajar sekali bila kita teliti ternyata KH.Agus Salim dan KH.Wachid Hasyim berusaha sekuat, tenaga di tengah perdebatan hebat dengan kelompok sekuler, memasukkan nilai-nilai Islam dalam Pancasila. Setelah gagal menjadikan Islam sebagai dasar negara, maka jalan satu-satunya bagi Agus Salim dan Wachid Hasyim adalah mengemas Pancasila dengan kemasan yang bermuatan nilai-nilai Islam.
Kenyataannya memang, hanya Islam yang bisa menafsir Pancasila dengan baik. Sila satu misalnya yang berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Untuk mengetahui Tuhan yang mana dalam sila satu tersebut, dapat dirujuk pada pembukaan UUD '45 yang berbunyi "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.....". Maka Tuhan yang dimaksud dalam sila satu tersebut adalah Allah swt.
Begitu pula sila-sila selanjutnya, jika diteliti terdapat kalimat/kata yang berasal dari konsep Islam. Contoh "adil dan beradab" (sila ke-2), kata adab adalah konsep Islam. Dalam agama-agama lain tidak mempunyai konsep adab. Kemudian di sila ke-3, persatuan bisa dianalogikan dengan Ukhuah Islamiah (tali persaudaraan) yang mengutamakan nilai kebersamaan dalam kesatuan. Contoh lain sila ke-4 terdapat kata musyawarah. Bila diamati sila ke-4 ini tampak bertolak belakang dengan demokrasi. Sebab jelas-jelas sila tersebut menyebut musyawarah (dalam Islam disebut syuro) bukan demokrasi.
Tentang makna Ketuhanan Yang Maha Esa identik dengan Tauhid, juga ditegaskan oleh tokoh NU KH Achmad Siddiq. Dalam satu makalahnya yang berjudul “Hubungan Agama dan Pancasila” yang dimuat dalam buku Peranan Agama dalam Pemantapan Ideologi Pancasila, terbitan Badan Litbang Agama, Jakarta 1984/1985, Rais Aam NU, KH Achmad Siddiq, menyatakan:
“Kata “Yang Maha Esa” pada sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) merupakan imbangan tujuh kata yang dihapus dari sila pertama menurut rumusan semula. Pergantian ini dapat diterima dengan pengertian bahwa kata “Yang Maha Esa” merupakan penegasan dari sila Ketuhanan, sehingga rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” itu mencerminkan pengertian tauhid (monoteisme murni) menurut akidah Islamiyah (surat al-Ikhlas). Kalau para pemeluk agama lain dapat menerimanya, maka kita bersyukur dan berdoa.” (Dikutip dari buku Kajian Agama dan Masyarakat, 15 Tahun Badan Penelitian dan Pengembangan Agama 1975-1990, disunting oleh Sudjangi (Jakarta: Balitbang Departemen Agama, 1991-1992).
Kata “Allah” juga muncul di alinea ketiga Pembukaan UUD 1945: “Atas berkat rahmat Allah….”. Sulit dibayangkan, bahwa konsepsi Allah di situ bukan konsep Allah seperti yang dijelaskan dalam al-Quran. Karena itu, tidak salah sama sekali jika para cendekiawan dan politisi Muslim berani menyatakan, bahwa sila pertama Pancasila bermakna Tauhid sebagaimana dalam konsepsi Islam. Rumusan dan penafsiran sila pertama Pancasila jelas tidak bisa dipisahkan dari konteks sejarah munculnya rumusan tersebut.
Kuatnya pengaruh Islamic worldview dalam penyusunan Pembukaan UUD 1945 – termasuk Pancasila – juga terlihat jelas dalam sila kedua: "Kemanusiaan yang adil dan beradab." Manusia Indonesia harus bersikap adil dan beradab. Adil dan adab merupakan dua kosa kata pokok dalam Islam yang memiliki makna penting. Salah satu makna adab adalah pengakuan terhadap Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan Muhammad saw sebagai Nabi, utusan Allah. Menserikatkan Allah dengan makhluk – dalam pandangan Muslim – bukanlah tindakan yang beradab.
Maka dengan demikian jelaslah bahwa apa yang dilakukan Zaskia Gotik ini sangat memalukan dan menghina umat muslim pada umumnya. Perjuangan yang sudah dilakukan para tokoh islam dalam merumuskan ideologi Pancasila ini dijadikan olok-olok seseorang karena ketidaktahuannya tentang Pancasila. Karena apa yang ia lakukan tanpa sadar ia sudah menghina seluruh umat Islam, karena seluruh isi kandungan dalam Pancasila adalah hasil penerapan ajaran islam. Maka dair itu sang artis harus menerima ganjarna atas perbuatannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar