Hadits Nabi saw tentang kondisi manusia; "Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya, tentang masa mudanya, digunakan untuk apa, tentang hartanya, dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu." (HR. Tirmidzi).

Kamis, 27 Oktober 2011

Akhir Hayat Ekonomi Ribawi

Oleh: Jusman Dalle

SISTEM ekonomi global yang dikonstruk oleh praktek ribawi akan segera berakhir. Hayatnya tak lama lagi. Kapitalisme yang menjadi patron ekonomi global, dan diagung-agungkan karena diyakini mampu menyejahterakan umat manusia, kini tinggal mitologi. Sektor perekonomian beberapa negara di Eropa seperti Yunani, Italia, dan Prancis terguncang dan terancam collaps. Sambut menyambut negara-negara di benua biru tersebut gulung tikar. Amerika dan bahkan Asia, juga ikut menanggung efek domino dari krisis tersebut.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan ekonomi negara, misalnya memangkas dana jaminan sosial, menaikkan pajak, dan berbagai kebijakan yang mendeterminasi hak-hak rakyat. Rakyat pun muak melihat pemerintah lepas tangan sehingga berakibat pada terjadinya disparitas ekonomi.

Mereka mengekspresikan kekesalan dengan aksi demonstrasi. Sebagaimana survey yang dilansir oleh Gfk Roper Public Affairs and Corporate Communications, tak kurang dari sepertiga rakyat Amerika Serikat (AS) yaitu 37%, mendukung aksi protes yang telah menyebar dari New York ke kota-kota lain di AS tersebut.

Akhir Kapitalisme

Wall street, pusat New York Stock Exchange yang menjadi sentrum kepentingan finansial di AS dan selama ini menjadi ikon serta parameter ekonomi global, dikecam. Bahkan kompleks Wall Street yang menjadi jantung bisnis dan perputaran uang di AS, terus diprotes aktifis anti kapitalisme. Gerakan tersebut menamakan diri "Occupy Wall Street", gerakan menduduki Wall Street. Gerakan tersebut telah menggurita di lebih dari 83 negara di berbagai belahan dunia.

Aksi protes warga AS dan masyarakat dunia terhadap rebound di Wall Street yang terjadi di saat meningkatnya jumlah PHK, dilandasi keyakinan bahwa pemerintah telah dikendalikan oleh bank dan korporasi raksasa yang serakah. Mereka melakukan aksi profit taking (mengambil untung) dengan mengabaikan kepentingan sebagian besar warga negaranya.

Ketamakan kaum kapitalis dengan menihilkan moral value dalam menjalankan bisnis, menyebabkan bangunan ekonomi hanya besar dalam angka-angka statistik namun rapuh fundamennya. Keadaan semakin parah karena cara-cara yang ditempuh dalam meraup keuntungan dilakukan dengan sistem ribawi.

Mengutip dari Agustianto Mingka (2011) bahwa jantung dari sistem ekonomi kapitalisme adalah riba Riba menjadi akar penyebab segala macam krisis. Kegiatan spekulasi dalam bentuk margin trading dan short selleing di pasar modal adalah riba, karena tanpa dilandasari oleh underlying transaction yang riel. Pun dengan traksaksi derivatif di bursa berjangka dan bursa komoditi, spekuasi valas dengan motif untuk spekulasi, bukan untuk transaksi, kesemuanya adalah riba.

Padahal Allah SWT telah memperingatkan umat manusia agar menjauhi praktek ribawi. Di dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 275, Allah SWT berfirman: “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..”

Pada ayat tersebut terdapat dua frase yang menurut penulis sangat menarik dalam mengingatkan kepada manusia agar menjauhi riba, yaitu “gila” dan “kerasukan setan”. Bahwa orang yang memakan riba akan kelimpungan, tak mampu tegak dan seperti orang gila. Jika kita komparasikan dengan kehidupan secara global, maka kelimpungannya ekonomi Barat saat ini sesungguhnya karena praktek riba yang berefek domino.

Itulah mengapa pada ayat selanjutnya (2: 276) Allah SWT menegaskan bahwa “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa”. Para mufassir menafsirkan bahwa memusnahkan riba bisa berarti dengan memusnahkan harta atau meniadakan berkahnya, sehingga banyaknya harta tidak lagi bermanfaat bagi pemiliknya.

Jika kita kembali ke sistem ekonomi kapitalisme yang dianut sebagian besar negara di dunia saat ini dengan menyuburkan bahkan melembagakan praktek riba, misalnya perdagangan derivatif di sektor finansial yang tidak seimbang dengan pergerakan sktor ril, maka secara sederhana sebenarnya jelas bahwa salah satu solusi mengatasi krisis tersebut adalah dengan menghidupkan sektor ril.

Sebagaimana Rasulullah Saw memberi perhatian utama pada pasar-pasar tradisional, tempat dimana rakyat dari semua lapisan terlibat transaksi. Bahkan praktek niaga Rasulullah Saw adalah menghidupkan sektor ril, berdagang dari pasar ke pasar diantara bebebrapa kota di Jazirah Arab.

Reposisi Ekonomi Indonesia

Indonesia merupakan negara yang selama ini oleh para pengamat dan ekonom dunia selalu dipuji karena bisa survive dan tahan dari terpaan krisis ekonomi global, utamanya krisis yang terjadi akibat surbprime mortgage di AS pada tahun 2008 silam. Kita ketahui bahwa krisis yang terjadi saat ini sebagaimana terjadi pada tahun 2008, bersumber dari sektor pasar finansial.

Meminjam analisis Anggito Abimanyu, bahwa transmisi krisis global menyebabkan pasar finansial bergejolak karena ketidakpastian. Akhirnya terjadi kemacetan aliran modal yang menggangu perdagangan dan secara sistemik berefek pada pertumbuhan ekonomi karena terganggunga berbagai proyek pembangunan.

Secra niormatif, di dalam Masterplan Percepatan dan Peluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), program utama pemerintah adalah bertujuan mendorong daulat perekonomian nasional dengan menyasar sektor ril seperti pertanian, industri, pertambangan, energy, kawasan strategis, kelautan, telematika, dan pariwisata. Namun konsep ini belum diimplementasikan sepenuhnya, terbukti dengan masih banyaknya produk impor yang menguasai pasar dengan dalih menjaga stock nasional.

Sabuk pengaman ekonomi Indonesia selama ini adalah mereka para pengusaha yang menggerakkan sektor ril, pengusaha yang identik dengan usaha kecil, usaha rumahan. Oleh karenanya, dibutuhkan regulasi yang berarti keberfihakan pemeritah dalam memproteksi produk-produk dari sektor ril dan mendorong akselerasi pertumbuhan dunia usaha yang belum teroptimalisasi. Misalnya stop impor berbagai komoditas yang sebenarnya bisa disediakan oleh pengusaha lokal seperti hasil pertanian yang saban hari terus membanjir.

Pemerintah harus sadar bahwa sktor ril lah yang menyelamatkan ekonomi nasional. Data tahun 2009 menunjukkan jika sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) memberikan kontribusi sebesar 53 persen produk domestik bruto Indonesia. Terdapat 51,26 juta unit UMKM, atau sekitar 99 persen dari seluruh unit usaha yang menyerap tenaga kerja sekitar 90 juta jiwa atau 97,04 persen dari total tenaga kerja Indonesia.

Ketidak berfihakan pemerintah pada rakyat kecil, pada sektor ril karena berbagai kepentingan pengusaha hitam yang berselingkuh dengan birokrat pemburu rente, akan sangat rentan menyebabkan hancurnya daulat ekonomi nasional. Seperti dikatakan oleh Fadel Muhammad, jika satu per satu usaha mikro, kecil, dan menengah mati karena tidak mampu bersaing dalam pasar bebas, bencana ekonomi akan terjadi dan biaya pemulihannya akan sangat mahal. Sebelum semua kekhawatiran tersebut terjadi, kita berharap pemerintahan Kabinet SBY yang katanya “kabinet akseleratif” segera bertindak cepat.*

Penulis adalah Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Humas Forum Silaturahim Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Regional Sulawesi Selatan. Follow Twitter : @Jusmandalle

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

MENJUAL AGAMA PADA PENGUASA DISIFATI ANJING DALAM AL QURAN

Pemimpin/Ulama adalah cermin dari umat atau rakyat yang dipimpinnya. Definisi Ulama (wikipedia) adalah pemuka agama atau pemimpin agama ...

Popular Post