Di negerinya penduduk mengenal dia sebagai orang yang selalu shalat lima waktu berjamaah tepat waktu di masjid, berkawan dengan dengan orang-orang saleh, ramah pada setiap orang, dan senang membantu baik saudara dekat, saudara jauh maupun orang lain yang bukan saudara.
Suatu hari, datanglah seorang ulama bernama Syaikh Mukhtar bersilaturahmi ke rumahnya. Setelah membicarakan berbagai hal termasuk masalah keagamaan, Tuan Tajir meminta dido’akan oleh Syaikh Mukhtar agar dirinya terhindar dari musibah seperti perampokan yang baru saja dialami rekan bisnisnya. Sebelum Syaikh Mukhtar berpamitan, Tuan Tajir tidak lupa memberikan uang sebesar 5 dirham kepada Syaikh Mukhtar sebagai zakat dari pendapatannya hasil penjualan salah satu rumahnya seharga 350 dinar.
Pada kesempatan silaturahmi tersebut, Syaikh Mukhtar mengungkapkan maksud dan tujuan kedatangannya. Beliau mengharapkan Tuan Tajir berkenan membeli satu-satunya rumah yang dimilikinya seharga 50 dinar. Syaikh Mukhtar menjelaskan, uang hasil penjualan rumahnya akan dia gunakan untuk membiayai sekolah anaknya, mendukung usaha-usaha dakwahnya, dan modal untuk berbisnis agar dia bisa meningkatkan taraf kehidupannya yang memang masih kurang dari cukup.
Sambil memohon maaf, dengan halus dan hati-hati Tuan Tajir mengatakan tidak bisa membantu Syaikh Mukhtar. Alasan pertama, dia tidak ada rencana untuk membeli rumah, dan kedua, dia berencana akan membantu saudara kandungnya untuk mengembangkan usahanya.
Beberapa bulan kemudian, penduduk negeri itu dikagetkan dengan berita Tuan Tajir menderita sakit yang cukup parah dan harus menjalani pengobatan di rumah sakit yang menelan biaya sebesar 50 dinar. Tak berapa lama setelah itu, penduduk kembali dikagetkan dengan berita Tuan Tajir Muda mengalami kecelakaan di jalan, terjatuh dari unta yang dikendarainya dan harus menjalani perawatan di rumah sakit. Beberapa bulan kemudian, Tuan Tajir mengalami musibah lagi. Beberapa barang dagangannya di salah satu tempat usahanya raib. Kerugian ditaksir sekitar 50 dinar. Tuan Tajir tidak tahu bagamaina bisa raib. Kemungkinan besar pelakunya adalah pegawainya sendiri.
Kisah di atas adalah kisah nyata dengan sedikit perubahan, yakni pada setting waktu, tempat dan nama-nama orang. Kisah di atas mengandung hikmah bahwa jika orang enggan memanfaatkan peluang untuk bersedekah, maka orang tersebut berpeluang mendapatkan musibah yang nilai kerugiannya lebih besar daripada nilai sedekah yang dapat dia keluarkan.
Dalam kisah Tuan Tajir di atas, dia baru saja mendapat uang 350 dinar dari hasil penjualan rumahnya. Pada saat itu ia mendapat peluang mengeluarkan sedekah 50 dinar kepada Syaikh Mukhtar. Namun karena peluang itu tidak dia manfaatkan, Tuan Tajir akhirnya malah kehilangan hartanya lebih daripada 50 dinar.
Dalam banyak hadits Rasulullah sering menyuruh kita membentengi diri dengan bersedekah agar terhindar dari musibah.
“Bentengilah diri kalian dari siksa api neraka meskipun dengan separuh buah kurma.” (Riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim)
“Sedekah dapat menolak 70 macam bencana, dan yang paling ringan adalah penyakit kusta dan sopak (vitiligo).” (Riwayat Imam Thabrani)
“Bersegeralah bersedekah, sebab bala bencana tidak pernah bisa mendahului sedekah." (Riwayat Imam Baihaqi).
Selain bermanfaat sebagai benteng dari musibah, sedekah tentu juga bermakna memperbanyak “investasi” pahala untuk akhirat.
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha pernah menuturkan bahwa dahulu ada sahabat yang menyembelih kambing lalu membagi-bagikannya kepada orang lain, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya:“Apa yang masih tertinggal dari kambing itu?” ‘Aisyah berkata: “Tidak tertinggal darinya kecuali tulang bahunya.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semuanya tertinggal (di akhirat menjadi pahala sedekah), kecuali tulang bahunya.” (Riwayat Imam At-Tirmidzi).
Semoga Allah menghindarkan kita dari sifat kikir dan menjadikan kita kaum yang suka bersedekah, agar Dia tidak membiarkan kita musnah oleh bencana lalu Dia membangkitkan kaum yang lain.
هَاأَنتُمْ هَؤُلَاء تُدْعَوْنَ لِتُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنكُم مَّن يَبْخَلُ وَمَن يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَن نَّفْسِهِ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنتُمُ الْفُقَرَاء وَإِن تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْماً غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُمْ
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak; dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.” (QS. Muhammad [47]:38).
Sebagian Keutamaan Sedekah
1. Membuka pintu rezeki. Rasulullah SAW pernah bersabda “Turunkanlah (datangkanlah) rezekimu (dari Allah) dengan mengeluarkan sedekah.” (Riwayat Imam Al-Baihaqi). Dalam salah satu hadits Qudsi, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Hai anak Adam, berinfaklah (nafkahkanlah hartamu), niscaya Aku memberikan nafkah kepadamu.” (Riwayat Imam Muslim)
2. Mengobati orang sakit. Rasulullah SAW bersabda, “Bentengilah hartamu dengan zakat, obati orang-orang sakit (dari kalanganmu) dengan bersedekah dan persiapkan doa untuk menghadapi datangnya bencana.” (Riwayat Imam Ath-Thabrani)
3. Meredakan kemarahan Allah dan mengurangi kesakitan saat sakaratul maut. Dalam buku Fiqh as-Sunnah karangan Sayyid Sabiq, disebutkan Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sedekah meredakan kemarahan Allah dan menangkal (mengurangi) kepedihan saat maut.”
4. Naungan di hari kiamat. Rasulullah SAW bersabda “Naungan bagi seorang mukmin pada hari kiamat adalah sedekahnya.” (Riwayat Imam Ahmad).*
Penulis Abdullah al-Mustofa. Peneliti pada Islamic Studies Forum for Indonesia (ISFI) di Kuala Lumpur, Malaysia)
Red: Cholis Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar