IDLIB, KOMPAS.com – Senjata kimia digunakan secara luas dalam perang saudara di Suriah. Dalam serangan terbaru, 70 orang tewas di Idlib, wilayah yang berbatasan dengan Turki.
Informasi itu disampaikan Menteri Kehakiman Turki, Bekir Bozdag, sebagaimana dilaporkan media Inggris, Metro, Kamis (6/4/2017) ini.
Bozdag mengatakan, hasil otopsi sangat jelas menujukkan ada jejak senjata kimia pada para korban. Senjata beracun digunakan dalam serangan di kota Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib, Suriah barat laut.
Tiga puluh dua korban yang terpapar zat beracun dibawa Turki, namun tiga orang akhirnya tewas. Menurut Turki, serangan itu secara luas diyakini telah dilancarkan oleh militer loyalis Presiden Suriah Bashar al-Assad. Namun, Damaskus menolak mentah-mentah tudingan itu.
Bagaimana pun, Rusia, sekutu dekat Assad, mengatakan, kelompok pemerontak Suriah layak dipersalahkan dalam serangan yang terjadi di kota Khan Sheikhoun itu.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuding rezim pemerintah Assad telah pergi “melewati garis batas” karena menggunakan gas beracun dalam menyerang warga sipil.
Di antara para korban tewas, t erdapat 20 anak-anak. Terkait dengan perkembangan di Idlib, Trump mengatakan, sikapnya terhadap Suriah dan Assad telah berubah.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Kroasia, Vecernji List, Assad tetap berpegang pada sikapnya yang tegas bahwa "kami tidak punya pilihan lain kecuali (mencapai) kemenangan".
Assad mengatakan, "Jika kami tidak memenangkan perang ini, itu berarti bahwa Suriah akan hilang dari peta.”
Menurut Assad, pemerintahnya tidak memiliki punya pilihan lain dalam menghadapi perang saudar yang telah berkecamuk selama enam tahun ini, kecuali bertahan untuk mencapai kemenangan.
Perancis telah berusaha untuk mendorong Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengeluarkan resolusi yang bertujuan mengecam serangan dengan senjata kimia di Suriah.
Menlu Perancis, Jean-Marc Ayrault, Kamis (6/4/2017), mengatakan, Perancis akan berusaha untuk menjamu para sekutunya agar mendukung resolusi tersebut, meski ada tekanan Rusia.
Nikki Haley, Duta AS di PBB, memperingatkan, AS dan sekutu bisa dipaksa untuk bertindak menghadapi kekerasan dengan senjata kimia terhadap warga sipil di Suriah.
Informasi itu disampaikan Menteri Kehakiman Turki, Bekir Bozdag, sebagaimana dilaporkan media Inggris, Metro, Kamis (6/4/2017) ini.
Bozdag mengatakan, hasil otopsi sangat jelas menujukkan ada jejak senjata kimia pada para korban. Senjata beracun digunakan dalam serangan di kota Khan Sheikhoun, Provinsi Idlib, Suriah barat laut.
Tiga puluh dua korban yang terpapar zat beracun dibawa Turki, namun tiga orang akhirnya tewas. Menurut Turki, serangan itu secara luas diyakini telah dilancarkan oleh militer loyalis Presiden Suriah Bashar al-Assad. Namun, Damaskus menolak mentah-mentah tudingan itu.
Bagaimana pun, Rusia, sekutu dekat Assad, mengatakan, kelompok pemerontak Suriah layak dipersalahkan dalam serangan yang terjadi di kota Khan Sheikhoun itu.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuding rezim pemerintah Assad telah pergi “melewati garis batas” karena menggunakan gas beracun dalam menyerang warga sipil.
Di antara para korban tewas, t erdapat 20 anak-anak. Terkait dengan perkembangan di Idlib, Trump mengatakan, sikapnya terhadap Suriah dan Assad telah berubah.
Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Kroasia, Vecernji List, Assad tetap berpegang pada sikapnya yang tegas bahwa "kami tidak punya pilihan lain kecuali (mencapai) kemenangan".
Assad mengatakan, "Jika kami tidak memenangkan perang ini, itu berarti bahwa Suriah akan hilang dari peta.”
Menurut Assad, pemerintahnya tidak memiliki punya pilihan lain dalam menghadapi perang saudar yang telah berkecamuk selama enam tahun ini, kecuali bertahan untuk mencapai kemenangan.
Perancis telah berusaha untuk mendorong Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengeluarkan resolusi yang bertujuan mengecam serangan dengan senjata kimia di Suriah.
Menlu Perancis, Jean-Marc Ayrault, Kamis (6/4/2017), mengatakan, Perancis akan berusaha untuk menjamu para sekutunya agar mendukung resolusi tersebut, meski ada tekanan Rusia.
Nikki Haley, Duta AS di PBB, memperingatkan, AS dan sekutu bisa dipaksa untuk bertindak menghadapi kekerasan dengan senjata kimia terhadap warga sipil di Suriah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar