Nilai Mata Uang Venezuela Makin Terpuruk, Krisis makin parah
Ekonomi dunia saat ini sedang lesu, lemah dan tidak bergairah sebagaimana beberapa dekade sebelumnya, ada banyak kekacauan dan kisruh politik yang mempengaruhi. Kondisi ambruk ekonomi kini sedang dialami Venezuela, sebuah bagian negara amerika latin, yang sebelumnya menjadi penghasil minyak terbesar di dunia, nasibnya kini sedang di ujung tanduk.
Protes keras semakin meningkat di Venezuela seiring ekonomi terus berada di luar kendali. Masyarakat Venezuela pun menderita kekurangan makanan dan obat-obatan. Mata uang Venezuela Bolivar kini semakin kehilangan nilainya.
Pada awal 2017, dibutuhkan sekitar 3.000 bolivar untuk membeli satu dolar Amerika Serikat. Pada Rabu 28 Juni 2017 kini membutuhkan hampir 8.000 untuk beli satu dolar AS. Hal itu berdasarkan dolartoday.com yang melacak nilai tukar tidak resmi yang digunakan oleh masyarakat Venezuela.
"Saya akan menggambarkannya sebagai hasil sebuah pemerintahan yang mencetak uang seperti confetti. Pemerintah hanya menggunakan kebijakan yang salah untuk tetap berkuasa," ujar Raul Gallegos, Analis Control Risks, perusahaan konsultan internasional seperti dikutip dari laman CNN Money, Jumat (30/6/2017).
Menurut Dana Moneter Internasional, korupsi dan salah urus oleh pemerintah telah memicu hiperinflasi. Bahkan harga sudah meningkat 720 persen. Runtuhnya ekonomi dan mata uang telah menyebabkan kekurangan pangan, obat-obatan dan produk lainnya seperti tisu toilet.
Kini Venezuela diliputi kerusuhan, dan masyarakat meminta Presiden Nicolas Maduro untuk mundur serta mengadakan pemilihan demokratis. Sejak akhir Maret, 74 orang telah terbunuh dan lebih dari 1.400 orang terluka dalam demonstrasi.
Pada Selasa kemarin, krisis meningkat ketika perwira polisi Venezuela dan tim lainnya mencuri sebuah helikopter pemerintah kemudian menerbangkannya ke Mahkamah Agung, menembaki dan mengeluarkan granat. Petugas polisi menuntut agar Maduro mengundurkan diri.
Anggota parlemen yang menentang Maduro juga bentrok dengan petugas keamanan dalam sebuah perselisihan yang menuntut pemungutan suara yang akan datang.
Sebelumnya Venezuela pernah menjadi negara terkaya di Amerika Selatan, dan memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Akan tetapi sejak 1999, pemerintah hanya fokus menjual minyak ke negara lain dan mengabaikan pengelolaan sumber daya alam dan infrastruktur lainnya.
Sekarang Venezuela kehabisan uang. Bank sentral hanya memiliki cadangan US$ 10 miliar sebagai bantalan mengatasi krisis. Pada 2011, Venezuela memiliki cadangan US$ 30 miliar. (sumber: liputan 6.com)
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya' apakah kelak indonesia akan bernasib sama dengan negara venezuela lainnya? Mengingat Indonesia memiliki ciri ekonomi yang sama yaitu ekonomi yang tidak kunjung berkembang. Keadaan ekonomi global yang terus berlangsung memburuk beberapa tahun belakangan ini, apakah juga akan membawa Indonesia masuk ke dalam pusaran krisis global yang sifatnya melemahkan dan menghentikan berbagai sendi perekonomian dunia.
Ekonomi dunia saat ini sedang lesu, lemah dan tidak bergairah sebagaimana beberapa dekade sebelumnya, ada banyak kekacauan dan kisruh politik yang mempengaruhi. Kondisi ambruk ekonomi kini sedang dialami Venezuela, sebuah bagian negara amerika latin, yang sebelumnya menjadi penghasil minyak terbesar di dunia, nasibnya kini sedang di ujung tanduk.
Protes keras semakin meningkat di Venezuela seiring ekonomi terus berada di luar kendali. Masyarakat Venezuela pun menderita kekurangan makanan dan obat-obatan. Mata uang Venezuela Bolivar kini semakin kehilangan nilainya.
Pada awal 2017, dibutuhkan sekitar 3.000 bolivar untuk membeli satu dolar Amerika Serikat. Pada Rabu 28 Juni 2017 kini membutuhkan hampir 8.000 untuk beli satu dolar AS. Hal itu berdasarkan dolartoday.com yang melacak nilai tukar tidak resmi yang digunakan oleh masyarakat Venezuela.
"Saya akan menggambarkannya sebagai hasil sebuah pemerintahan yang mencetak uang seperti confetti. Pemerintah hanya menggunakan kebijakan yang salah untuk tetap berkuasa," ujar Raul Gallegos, Analis Control Risks, perusahaan konsultan internasional seperti dikutip dari laman CNN Money, Jumat (30/6/2017).
Menurut Dana Moneter Internasional, korupsi dan salah urus oleh pemerintah telah memicu hiperinflasi. Bahkan harga sudah meningkat 720 persen. Runtuhnya ekonomi dan mata uang telah menyebabkan kekurangan pangan, obat-obatan dan produk lainnya seperti tisu toilet.
Kini Venezuela diliputi kerusuhan, dan masyarakat meminta Presiden Nicolas Maduro untuk mundur serta mengadakan pemilihan demokratis. Sejak akhir Maret, 74 orang telah terbunuh dan lebih dari 1.400 orang terluka dalam demonstrasi.
Pada Selasa kemarin, krisis meningkat ketika perwira polisi Venezuela dan tim lainnya mencuri sebuah helikopter pemerintah kemudian menerbangkannya ke Mahkamah Agung, menembaki dan mengeluarkan granat. Petugas polisi menuntut agar Maduro mengundurkan diri.
Anggota parlemen yang menentang Maduro juga bentrok dengan petugas keamanan dalam sebuah perselisihan yang menuntut pemungutan suara yang akan datang.
Sebelumnya Venezuela pernah menjadi negara terkaya di Amerika Selatan, dan memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Akan tetapi sejak 1999, pemerintah hanya fokus menjual minyak ke negara lain dan mengabaikan pengelolaan sumber daya alam dan infrastruktur lainnya.
Sekarang Venezuela kehabisan uang. Bank sentral hanya memiliki cadangan US$ 10 miliar sebagai bantalan mengatasi krisis. Pada 2011, Venezuela memiliki cadangan US$ 30 miliar. (sumber: liputan 6.com)
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya' apakah kelak indonesia akan bernasib sama dengan negara venezuela lainnya? Mengingat Indonesia memiliki ciri ekonomi yang sama yaitu ekonomi yang tidak kunjung berkembang. Keadaan ekonomi global yang terus berlangsung memburuk beberapa tahun belakangan ini, apakah juga akan membawa Indonesia masuk ke dalam pusaran krisis global yang sifatnya melemahkan dan menghentikan berbagai sendi perekonomian dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar