Hidayatullah.com. SUNGGUH tidak ada kecerdasan yang lebih tinggi, amal yang sangat mulia, dan pahala paling agung dari diri seorang Muslim setelah ia beriman dan berjihad kecuali senantiasa memuliakan orangtuanya dan merawatnya hingga akhir hayat.
Secara gamblang Allah menyebutkan dalam firman-Nya bahwa kedudukan orangtua sangat mulia. Bahkan karena begitu mulianya, Allah langsung memandu umat Islam jangan sampai salah dalam bergaul untuk memuliakan orangtua, lebih-lebih di usia mereka yang sudah lanjut. Berkata “ah” saja kepada orangtua, Allah sangat melarangnya.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al- Isra’ [17]: 23).
Dalam tafsir Ibn Katsir disebutkan bahwa kata qadhaa dalam ayat ini berarti perintah. Sementara itu mujahid berkata artinya adalah berwasiat.
Berarti ayat ini sangat penting dan utama untuk diperhatikan dan diamalkan oleh seluruh umat Islam agar benar-benar bersemangat dalam memuliakan orangtua. Apalagi, perintah ini Allah tegaskan setelah perintah untuk ikhlas beribadah dengan tidak mempersekutukan-Nya.
Dengan kata lain, siapapun dari umat Islam yang tidak memuliakan orangtuanya berarti dia tidak berhak atas kemuliaan. Sebaliknya, kehinaan demi kehinaan akan selalu menghampiri perjalan hidupnya di dunia maupun akhirat.
Sebuah Hadits menyebutkan, “Sungguh hina, sungguh hina, kemudian sungguh hina, orang yang mendapatkan salah seorang atau kedua orangtuanya lanjut usia di sisinya (semasa hidupnya), namun ia (orangtuanya) tidak memasukkannya ke Surga.” (HR: Ahmad).
Panti jompo? No way!
Sungguh kerugian besar bila ada seorang Muslim yang menjumpai orangtuanya lanjut usia tetapi tidak merawatnya dengan tangannya sendiri, lebih mementingkan dirinya sendiri, mengkhawatirkan masa depannya sendiri, dan malah justru menitipkannya ke panti jompo, na’udzubillahi min dzalik.
Padahal, dirinya tumbuh dewasa dan pintar karena pengorbanan tanpa pamrih dari orangtua. Dengan perantara orangtualah kita ini lahir di dunia, kemudian tumbuh menjadi manusia dewasa, berpengetahuan, berpenghasilan bahkan menjadi orang terpandang. Istilahnya, tanpa pengorbanan orangtua, tak akan ada anak jadi dewasa.
Oleh karena itu, di ayat yang lain Allah memerintahkan umat Islam untuk bersyukur kepada kedua orangtua setelah bersyukur kepada-Nya.
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman [31]: 14).
Jadi, memuliakan orangtua dan merawatnya adalah perkara utama. Bahkan setara dengan jihad (perang) di jalan Allah Ta’ala.
Suatu ketika, seorang sahabat bernama Jahimah pernah datang kepada Nabi dan berkata, “Ya Rasulullah aku ingin ikut perang dan aku datang kepadamu untuk meminta saran”. Rasulullah pun bertanya, “Apakah kamu masih mempunyai ibu?” “Ya, masih,” jawabnya. Maka beliau bersabda, “Kalau begitu, temanilah ia, karena surga itu terletak di kedua kakinya.” (HR. Ahmad).
Dengan kata lain, seorang Muslim yang tidak menghormati orangtuanya, tidak memuliakannya, apalagi tidak mau merawatnya, jelas hidupnya akan jauh dari keberkahan. Dan, di akhirat ia tidak berhak atas surga Allah Subhanahu Wata’ala.
Keteladanan Uwais Al-Qarni
Ada seorang pemuda dengan penampilan cukup tampan, bermata biru, rambutnya merah, pakaiannya hanya dua helai yang sudah kusut. Satu untuk penutup badan, satunya untuk selendang. Ia tak dikenal banyak orang dan sangat miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya, tiada orang yang menghiraukannya.
Subhanallah, dia tidak dikenal oleh penduduk bumi, tetapi sangat terkenal penduduk langit. Jika berdoa pasti dikabulkan.
Dikisahkan sepulang dari perang, Rasulullah menanyakan kepada Aisyah ra berkenaan dengan orang yang datang mencarinya. Rasulullah menjelaskan bahwa dia adalah penghuni langit.
Mendengar perkataan baginda Rasul, Aisyah ra dan para sahabat tertegun. Aisyah ra berkata, memang benar ada seorang pria yang datang mencari baginda Nabi, namun ia segera pulang kembali ke Yaman, dikarenakan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkannya terlalu lama. Rasulullah bersabda, “Jika kalian ingin bertemu dengan dia, perhatikanlah, ia memiliki tanda putih ditengah-tengah telapak tangannya. Dan suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi.” Bahkan pada hari kiamat kelak ketika semua ahli ibadah dipanggil untuk memasuki surga, dia justru dipanggil agar berhenti terlebih dahulu dan diperintahkan memberi syafa’at, ternyata Allah memberikan dia izin untuk memberi syafa’at. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Seorang pemuda sholeh yang sangat mencintai Rasulnya serta taat dan berbakti kepada ibunya, sehingga Allah memberikan beberapa keistimewaan atas dirinya.
Jika ada manusia yang tidak pernah bertemu Rasulullah shallahu alayhi wasallam, namun beliau yang mulia mewasiatkan kepada sahabatnya, tepatnya kepada Umar bin Khaththab dan Ali radhiyallahu anhuma untuk mencari dan meminta doanya, orang tersebut adalah Uwais Al-Qarni.
Uwais bin Amir Al-Qarni berasal dari Qaran, sebuah desa terpencil. Dilahirkan oleh keluarga yang taat beribadah, tak pernah mengenyam pendidikan kecuali dari kedua orangtuanya yang sangat ditaatinya dan dimuliakan. Karena akhlaknya memuliakan orangtua itulah ia menjadi terkenal penduduk langit. Dan gara-gara itulah Amirul Mukminin Umar ibnu Khatab dan Ali bin Abi Thalib berjalan untuk mencarinya dan menemuinya hanya untuk minta nasehat dan doa. Karena jika dia berdoa pasti dikabulkan. Subhanallah.
Kisah Uwais ini menunjukkan bahwa memuliakan orangtua adalah perkara mulia yang sangat dicintai Allah subhanahu wata’ala.
Tunggu apalagi, mari kita muliakan kedua orangtua kita, niscaya surga akan berhias menanti dan menyambut kehadiran kita semua, amin.*/Imam Nawawi
Rep: Imam Nawawi
Red: Cholis Akbar
Secara gamblang Allah menyebutkan dalam firman-Nya bahwa kedudukan orangtua sangat mulia. Bahkan karena begitu mulianya, Allah langsung memandu umat Islam jangan sampai salah dalam bergaul untuk memuliakan orangtua, lebih-lebih di usia mereka yang sudah lanjut. Berkata “ah” saja kepada orangtua, Allah sangat melarangnya.
وَقَضَى رَبُّكَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاَهُمَا فَلاَ تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلاَ تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيماً
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al- Isra’ [17]: 23).
Dalam tafsir Ibn Katsir disebutkan bahwa kata qadhaa dalam ayat ini berarti perintah. Sementara itu mujahid berkata artinya adalah berwasiat.
Berarti ayat ini sangat penting dan utama untuk diperhatikan dan diamalkan oleh seluruh umat Islam agar benar-benar bersemangat dalam memuliakan orangtua. Apalagi, perintah ini Allah tegaskan setelah perintah untuk ikhlas beribadah dengan tidak mempersekutukan-Nya.
Dengan kata lain, siapapun dari umat Islam yang tidak memuliakan orangtuanya berarti dia tidak berhak atas kemuliaan. Sebaliknya, kehinaan demi kehinaan akan selalu menghampiri perjalan hidupnya di dunia maupun akhirat.
Sebuah Hadits menyebutkan, “Sungguh hina, sungguh hina, kemudian sungguh hina, orang yang mendapatkan salah seorang atau kedua orangtuanya lanjut usia di sisinya (semasa hidupnya), namun ia (orangtuanya) tidak memasukkannya ke Surga.” (HR: Ahmad).
Panti jompo? No way!
Sungguh kerugian besar bila ada seorang Muslim yang menjumpai orangtuanya lanjut usia tetapi tidak merawatnya dengan tangannya sendiri, lebih mementingkan dirinya sendiri, mengkhawatirkan masa depannya sendiri, dan malah justru menitipkannya ke panti jompo, na’udzubillahi min dzalik.
Padahal, dirinya tumbuh dewasa dan pintar karena pengorbanan tanpa pamrih dari orangtua. Dengan perantara orangtualah kita ini lahir di dunia, kemudian tumbuh menjadi manusia dewasa, berpengetahuan, berpenghasilan bahkan menjadi orang terpandang. Istilahnya, tanpa pengorbanan orangtua, tak akan ada anak jadi dewasa.
Oleh karena itu, di ayat yang lain Allah memerintahkan umat Islam untuk bersyukur kepada kedua orangtua setelah bersyukur kepada-Nya.
وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman [31]: 14).
Jadi, memuliakan orangtua dan merawatnya adalah perkara utama. Bahkan setara dengan jihad (perang) di jalan Allah Ta’ala.
Suatu ketika, seorang sahabat bernama Jahimah pernah datang kepada Nabi dan berkata, “Ya Rasulullah aku ingin ikut perang dan aku datang kepadamu untuk meminta saran”. Rasulullah pun bertanya, “Apakah kamu masih mempunyai ibu?” “Ya, masih,” jawabnya. Maka beliau bersabda, “Kalau begitu, temanilah ia, karena surga itu terletak di kedua kakinya.” (HR. Ahmad).
Dengan kata lain, seorang Muslim yang tidak menghormati orangtuanya, tidak memuliakannya, apalagi tidak mau merawatnya, jelas hidupnya akan jauh dari keberkahan. Dan, di akhirat ia tidak berhak atas surga Allah Subhanahu Wata’ala.
Keteladanan Uwais Al-Qarni
Ada seorang pemuda dengan penampilan cukup tampan, bermata biru, rambutnya merah, pakaiannya hanya dua helai yang sudah kusut. Satu untuk penutup badan, satunya untuk selendang. Ia tak dikenal banyak orang dan sangat miskin, banyak orang suka menertawakan, mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai macam umpatan dan penghinaan lainnya, tiada orang yang menghiraukannya.
Subhanallah, dia tidak dikenal oleh penduduk bumi, tetapi sangat terkenal penduduk langit. Jika berdoa pasti dikabulkan.
Dikisahkan sepulang dari perang, Rasulullah menanyakan kepada Aisyah ra berkenaan dengan orang yang datang mencarinya. Rasulullah menjelaskan bahwa dia adalah penghuni langit.
Mendengar perkataan baginda Rasul, Aisyah ra dan para sahabat tertegun. Aisyah ra berkata, memang benar ada seorang pria yang datang mencari baginda Nabi, namun ia segera pulang kembali ke Yaman, dikarenakan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkannya terlalu lama. Rasulullah bersabda, “Jika kalian ingin bertemu dengan dia, perhatikanlah, ia memiliki tanda putih ditengah-tengah telapak tangannya. Dan suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do’a dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi.” Bahkan pada hari kiamat kelak ketika semua ahli ibadah dipanggil untuk memasuki surga, dia justru dipanggil agar berhenti terlebih dahulu dan diperintahkan memberi syafa’at, ternyata Allah memberikan dia izin untuk memberi syafa’at. Dia adalah “Uwais al-Qarni”. Seorang pemuda sholeh yang sangat mencintai Rasulnya serta taat dan berbakti kepada ibunya, sehingga Allah memberikan beberapa keistimewaan atas dirinya.
Jika ada manusia yang tidak pernah bertemu Rasulullah shallahu alayhi wasallam, namun beliau yang mulia mewasiatkan kepada sahabatnya, tepatnya kepada Umar bin Khaththab dan Ali radhiyallahu anhuma untuk mencari dan meminta doanya, orang tersebut adalah Uwais Al-Qarni.
Uwais bin Amir Al-Qarni berasal dari Qaran, sebuah desa terpencil. Dilahirkan oleh keluarga yang taat beribadah, tak pernah mengenyam pendidikan kecuali dari kedua orangtuanya yang sangat ditaatinya dan dimuliakan. Karena akhlaknya memuliakan orangtua itulah ia menjadi terkenal penduduk langit. Dan gara-gara itulah Amirul Mukminin Umar ibnu Khatab dan Ali bin Abi Thalib berjalan untuk mencarinya dan menemuinya hanya untuk minta nasehat dan doa. Karena jika dia berdoa pasti dikabulkan. Subhanallah.
Kisah Uwais ini menunjukkan bahwa memuliakan orangtua adalah perkara mulia yang sangat dicintai Allah subhanahu wata’ala.
Tunggu apalagi, mari kita muliakan kedua orangtua kita, niscaya surga akan berhias menanti dan menyambut kehadiran kita semua, amin.*/Imam Nawawi
Rep: Imam Nawawi
Red: Cholis Akbar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar