Hadits Nabi saw tentang kondisi manusia; "Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya, tentang masa mudanya, digunakan untuk apa, tentang hartanya, dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu." (HR. Tirmidzi).

Minggu, 13 Februari 2011

Kontroversi Teletubbies di Berbagai Belahan Dunia


Masihkah anak anda Mengindolakan Teletubbies?

BACA JUGA:

PROPAGANDA DIBALIK FILM "LORD OF THE RINGS"

Walaupun kelihatan sepintas lucu, namun dibalik film tersebut tersembunyi pesan pesan Kampanye Homoseks, sehingga telah menimbulkan reaksi diberbagai dunia. Sebagian besar negara Eropa, negara Islam, Malaysia dan bahkan Singapore telah melakukan banned atas penayangan film, cuma justru lucunya tidak ada satupun organisasi Islam di Indonesia / MUI melakukan hal itu. Apakah karena terlalu sibuk??

Namun sampai saat ini walaupun penayangan di TV sudah tidak adalagi (karena sudah habis serialnya) namun kelihatannya “Teletubbies” sudah menjadi Trade Mark terbukti dengan penggunaan maskot & attributnya dalam berbagai produk anak-anak (baju, kue Ul-Tah, Kaos dll) masih sering kita jumpai.


Kampanye Homoseks Teletubbies

Seorang Pendeta terkemuka di Amerika menguraikan misi homoseks di balik tayangan lucu Teletubbies. Kontroversi meluas. Singapura melarang penayangannya. Indonesia? Di Indonesia, tontonan tsb hampir saban hari diputar di Indosiar dan digandrungi anak-anak.

Television in the tummy of the babies (disingkat Teletubbies, televisi di perut para bocah) adalah film yang menampilkan empat tokoh boneka gendut (tubby) dan lucu bernama Tinky-Winky (berwarna ungu), Dipsy (hijau), Laa-Laa (kuning), dan Po (merah). Di kepala empat sekawan itu ada antena, yang menandakan bahwa televisi memang sudah menjadi bagian tak terpisahkan bagi anak-anak. Rumahnya berupa lapangan golf yang hijau dan sejuk, disebut Teletubbyland. Di situ ada kincir angin, televisi, kelinci, pancuran air, yang selalu disinari matahari berwajah bayi imut-imut.

Film rekaan Anne Woods dan Andrew Davenport yang pertama kali muncul di Inggris tahun 1995 itu tak sekadar nongol di televisi. Pernik-perniknya juga membanjir di toko mainan, toko buku, mal, pasar, sampai perempatan lampu merah. Bentuknya bisa komik, kartu, boneka, VCD, gantungan kunci, stiker, sikat gigi, tempat nasi, handuk, pigura, dan berbagai asesoris peralatan sekolah. Bahkan kini telah terbit majalah Teletubbies. Pendeknya, sang idola itu bisa menyapa anak-anak di mana saja, kapan saja. Tak mengherankan bila anak-anak begitu akrab.

Cuma, ada satu hal yang agaknya sulit dikenali anak-anak pada umumnya, yakni jenis kelaminnya. Sebab, kostumnya sama, aktivitasnya pun tak berbeda. Robbi Mighfari dan Balivia Andi Permata, murid-murid sebuah TK di Surabaya, mempunyai jawaban berbeda ketika ditanya mana dari anggota Teletubbies yang perempuan. Robbi menjawab Po. “Sebab Po kan warnanya merah,” alasannya. Tapi menurut Balivia justru Tinky-Winki-lah, si ungu, yang perempuan.

Eki, salah seorang murid kls IV sebuah SD di Jkt mengatakan : "Yang paling membingungkan adalah sosok Tinky-Winky, anggota Teletubbies yang paling besar. Dia itu laki-laki, tapi kadang tingkahnya kayak cewek. Suka mbawa tas dan bunga. Kayak orang banci."

Di Barat identitas Teletubbies memang sempat menjadi perdebatan heboh. Bermula dari pendapat Pendeta Jerry Falwell dalam sebuah tulisan di National Liberty Journal (Februari 1999) yang menilai Teletubbies membawa misi homoseksualitas lewat tokoh Tinky-Winky. Alasannya? “Tinky-Winky berwarna ungu warna kebanggaan kaum gay dan mempunyai antena segitiga terbalik di kepalanya simbol kebanggaan gay,” kata Falwell.

Majalah Time edisi 12 Oktober 1998 juga menyatakan hal yang sama. Di situ dilaporkan bahwa Tinky Winky yang membawa tas/dompet merah merupakan ikon kaum gay di Inggris. Identitas tokoh-tokoh Teletubbies memang tidak jelas. Perbedaan gender hanya digambarkan secara samar dengan suara dan pilihan warna: ungu dan hijau muda untuk laki-laki, merah dan kuning untuk perempuan. Dan di mata Falwell, ini dianggap sebagai pembenaran terhadap aktivitas homoseksual dan biseksual.

Kalangan rohaniwan Kristen menilai, indoktrinasi dini terhadap anak batita (di bawah tiga tahun) lewat Teletubbies akan menyebabkan anak tak bisa membedakan mana laki-laki mana perempuan. Lebih berbahaya lagi kalau anak sudah dicekoki nilai: boleh saja laki-laki sekali-sekali menjadi perempuan, dan sebaliknya. “Diluncurkannya Teletubbies adalah khusus untuk berkomunikasi dengan balita guna memasukkan nilai homoseksualitas. Dengan cerita berbahasa bayi, digambarkan bahwa perilaku homo dan biseks adalah wajar,” masih kata Falwell.

Menurut psikolog pendidikan Elzim Khosyiyati, ketidakjelasan identitas ini berbahaya bagi perkembangan psikis anak-anak. “Itu sama dengan mengaburkan esensi dari nilai pendidikan anak yang harus jelas dan tegas,” ujar Elzim yang juga aktivis Lembaga Pendidikan Islam Dwi Matra, Surabaya.

Hal senada ditulis Berit Kjos di situs Edutainment. Menurutnya, secara tidak disadari, anak-anak dibentuk Teletubbies untuk bisa menerima kelainan-kelainan perilaku seksual seperti biseksual, homoseksual, dan lesbian sebagai sesuatu yang wajar. Juga, anak-anak dibentuk untuk menjadikan televisi sebagai dunia mereka. Pendapat Kjos ini sama dengan pandangan umum kaum ibu di Inggris yang menilai Teletubbies mensosialisasikan televisi kepada anak-anak dalam usia terlalu dini.

Tuduhan bahwa Teletubbies membawa misi gay segera ditentang keras oleh Ragdoll Productions dan koleganya, produser film ini. Juru bicara untuk Itsy Bitsy Entertainment Co., pemegang lisensi Teletubbies di AS, berdalih bahwa dompet Tinky Winky adalah tas ajaib. “Sebenarnya yang dibawa tak menunjukkan dia gay. Ini adalah pertunjukan anak-anak, cerita,” kata Steve Rice seperti dikutip Associated Press (1999).

Yang paling keras menentang Falwell tentu saja kalangan gay. Dalam sebuah wawancara diCBS, Joan Garry yang mewakili Aliansi Gay dan Lesbian, dengan nada cemooh menganggap Falwell sebagai penuduh yang pandir. Sedangkan Michael Colton di harian New York Observer menganggap tuduhan itu sebagai hal yang terlampau aneh dan mengerikan. Stan Yann dalam The Voice malah balik menuduh Falwell sebagai pendeta gemuk seperti Teletubby (tubby= gemuk) yang bodoh.

Namun pendapat Falwell tidak salah bila kita cermat melihat adegan film Teletubbies. Tingkah laku si Ungu memang seperti seorang gay. Dia suka bunga, membawa dompet warna merah, gerak tariannya dan nada nyanyiannya. Sebuah kebiasaan orang perempuan. Padahal keterangan resmi yang dikeluarkan sebuah produsen acara teve anak-anak PBS kids, jenis kelamin Tinky Winky adalah male (laki-laki).

Tinky Winky juga tak segan-segan berebut rok dengan Po. Saat rebutan itu terjadi, ‘dewa’-nya Teletubbies matahari bermuka bayi lucu lalu mengatur agar yang berebut rok itu memakainya secara bergantian. Dewa bayi itu seolah menjadi ‘tuhan’ yang menganjurkan perilaku seks menyimpang.

Kalangan orang tua juga mesti waspada dengan adegan ‘berpelukan’ yang selalu dilakukan empat sekawan itu di akhir acara. Menurut Elzim, pelukan di antara anggota keluarga wajar, dan baik baik. Namun efek adegan berpelukan Teletubbies sangat didasari kebudayaan Barat. Ibu dua anak ini sekarang kerap menjumpai kecenderungan anak-anak di sekolah yang gandrung Teletubbies sering melakukan pelukan kepada kawan perempuan maupun lelaki, baik berlawanan jenis maupun tidak. “Di satu sisi memang bisa mengakrabkan, tapi di sisi lain bila perilaku ini terus-menerus dilakukan bisa fatal akibatnya. Anak-anak akan terbiasa melakukan pelukan dan ciuman dengan siapa saja tanpa pandang bulu.”

Dampak lebih jauh, bila yang gandrung adalah anak laki-laki, akan berbahaya. “Anak laki-laki yang suka boneka Teletubbies akan terpengaruh seperti jiwa anak perempuan, bahkan bisa saja kemudian hari memperlakukan dirinya seperti perempuan atau waria,” jelas Elzim.

Tidak hanya ajaran gay. Cara bicara tokoh Teletubbies yang cedal pun banyak diprotes kalangan ibu-ibu di Inggris. Misalnya pelafalan kata ‘Halo’ menjadi ‘Ee-o’. Menurut Elzim Khosyiyati, bahasa cadel semacam itu tidak baik bagi proses pembelajaran kemampuan verbal anak. “Kita seharusnya mengajarkan pesan verbal secara tegas dan jelas kepada anak,” ujarnya.

Meski penuh kontroversi, Teletubbies terus melaju tinggi. Ia telah mendatangkan keuntungan 80-an juta poundsterling bagi Ragdoll Productions dan BBC Worldwide, produsernya. Kini 45 negara di dunia menyiarkan serial anak-anak yang ternyata mengusung misi kaum Nabi Luth ini, dan menjadi terpopuler di dunia.

Bagi negeri yang peduli terhadap anak-anak, Teletubbies dilarang. Di Singapura, serial Tinky-Winky dan kawan-kawan ini tidak ditayangkan karena dianggap berpengaruh buruk terhadap perkembangan jiwa anak. Bagaimana di Indonesia yang mayoritas beragama Islam?

Teletubbies Digugat, Menyebarkan Tradisi Gay?

Lucu amat mereka yaaa, imut-imut gemas dan empuk. Itu yang kita bayangkan ketika melihat 4 sosok selebritis baru kesukaan anak batita. Setiap ke pasar, pasti anak merengek minta dibelikan boneka salah satu dari 4 tokoh tsb. Entah yang Ungu (Tinky Winky, paling besar), Hijau muda (Dipsy), Kuning (La Laa) maupun Merah (Po, paling kecil). Saya hafal karakter-karakter mereka sampai kepada model antena di kepala masing-masing adalah karena diprotes anak-anak. Tinky Winky antenanya adalah segitiga terbalik, Dipsy lurus seperti tongkat mencuat ke atas, La Laa melingkar seperti pegas dan Po antenanya seperti bulatan cincin. Beberapa produsen boneka ‘aspal’ (asli palsu) meniru dengan tidak tepat, sehingga ketika saya membelikan anak saya, saya diprotes: ” Nggak cocok Ummi…., antena Po bukan seperti tongkat, tapi Dipsy yang begitu.” Apalah artinya mainan.

Kemudian berlanjut dengan membeli VCD nya. Lucu-lucu blo’on, khas anak baru belajar bicara. Dengan satu catatan: suara yang dipakai adalah suara dewasa yang berlogat celat, sehingga kesan saya: koq seperti orang cacat mental? Tetapi sekali lagi: Apalah artinya mainan. Apalagi memang sarat fantasi ruang angkasa dengan gambaran rumah yang seperti pesawat ruang angkasa dan segala pernak pernik khayalan termasuk matahari dengan wajah bayi di tengah-tengahnya.

Jalan ceritanya pun amat-amat sederhana: mengenalkan berbagi mainan, mengenalkan bermain bersama, mengenalkan bahwa setiap orang punya barang kesukaan (my favorite things)…. Begitu sederhana sampai bungsu saya yang belum dua tahun sudah bisa menirukan kata-kata mereka yang khas : “A-oo” sambil menutup mulut. Itu adalah ritual Teletubbies jika ada sesuatu yang salah atau sesuatu yang kurang.Tanpa sadar gaya mereka memang mudah sekali melekat pada batita dan tidak mustahil akan selamanya. Sekali lagi: Apalah arti mainan?

Tapi ternyata artinya lebih dari sekedar mainan. Beberapa waktu yang lalu beredar di internet polemik tentang Teletubbies.

Ada seorang pastor menggugat sosok Tinky Winky yang seperti banci: suara berat tapi suka sekali pada dompet. Menurut salah seorang pengamat media anak, penggambaran sosok laki-laki (suara yang berat) dengan memakai dompet merah seperti itu, khas dompet kaum ibu di Inggris raya, bahkan seperti tas tangan Ratu Elizabeth pada acara-acara sosial, sangat feminin. Pada awalnya pastor tsb-pun digugat balik oleh para pendukung Teletubbies dengan berdalih bahwa dompet Tinky Winky adalah “magic bag” alias dompet ajaib, jadi buat apasih diributkan? Itu kata mereka (it’s nothing important), sekali lagi: Namanya juga mainan khayal apapun boleh. Tetapi apakah benar begitu saja?

Ternyata semakin banyak yang terungkap dalam polemik yang kemudian juga melibatkan berbagai pengamat media anak di daratan Eropa dan Amerika. Info lain yang masuk semakin mengejutkan:
1)Warna Tinky Winky adalah warna kesayangan kaum gay
2)Antena Tinky Winky (Segitiga kebalik) adalah simbol Gay/Maho atau Lesbian
3)Antena Dipsy adalah simbol (maaf) kelamin laki-laki.
4) Antena Lala bersimbol (maaf) adalah cewek dan cowok yang sedang kim***.
4)Antena Po simbol perempuan

Bahkan dari jalan cerita salah satu filmnya, jelas menunjukkan sebuah niat untuk memperkenalkan tingkah laku para homosex, yaitu Tinky Winky berebut rok dengan La Laa dan diperbolehkan oleh si Matahari (yang di dalam Teletubbies Land dianggap sebagai simbol pengganti semua otoritas dunia manusia, yaitu otoritas orangtua, guru dll termasuk Tuhan!). Jadi ada satu lagi yang diajarkan di sini: re-definisi atas simbol-simbol otoritas!

Selama ini kaum homosex sedang bergelut untuk minta pengakuan dunia bahwa homosexual adalah sebuah kecenderungan sejak lahir (dalam bahasa Islam disebut fitrah, sebagaimana ketertarikan laki-laki terhadap perempuan). Mereka menggugat agar punya gereja sendiri dan bisa menikah resmi dengan pasangannya, mereka juga menggugat agar masyarakat menerima mereka sebagaimana menerima para cacat mental atau orang buta. Innocent!Tanpa dosa!

Sejauh ini sudah ada gereja-gereja dan pendeta-pendeta yang cukup ‘gila’ untuk mengakui mereka kemudian mau menikahkan pasangan gay atau lesbian, tetapi tetap saja Kepausan di Roma menolak dan mengkucilkan pendeta dan gereja yang menyimpang. Otoritas agama seperti itu amat di tentang oleh kaum gay dan dianggap melanggar ‘hak asasi mereka’. Kemudian inilah yang kita lihat, sebuah usaha untuk mulai mengubah tata nilai manusia dengan mendidik batita dengan bahasa batita.

Agaknya mereka berharap bahwa dengan mengajarkan batita “kesamaan dan persamaan” bagi mereka dan segala tingkah laku menyimpangnya, maka 20 tahunan lagi mereka akan diakui sebagai sebuah komunitas yang sah, sebagaimana sekarang orang Amerika menganggap sah adanya komunitas negro atau hispanik di Amerika Serikat.Globalisasi telah membuat Teletubbies ini bukan hanya nge-top di negeri asalnya Inggris (pertama kali diluncurkan sebagai program Unesco di stasiun TV PBS dan kemudian BBC), tapi juga segera merambah ke seluruh dunia. Keberhasilan mereka terletak pada bahasa komunikasi yang mereka gunakan.

Para aktornya telah susah payah diajarkan bagaimana bertingkah laku, berbicara dan bergerak seperti Batita (toddler). Mengingat betapa sedikitnya film-film yang mendidik yang benar-benar bisa bicara dengan batita, saya akui teknik mereka dalam berkomunikasi dengan batita amat canggih. Meskipun kita, sebagai orang dewasa akan merasa ganjil dengan gaya Teletubbies (seperti kesan yang saya dapatkan yaitu seperti orang cacat mental), tetapi bagi batita mereka betul-betul mewakili dunianya. Penuh warna, main kejar-kejaran, banyak bunga dan binatang tak berbahaya, lapangan luas dan matahari yang bersinar cerah.

Absennya sosok penting bagi batita ternyata merupakan sebuah kesengajaan demi melancarkan misi kaum gay. Sosok yang hilang adalah sosok orangtua. Biasanya, bagi batita sosok ‘mama’ atau ‘papa’ amat lekat dengan dunia mereka. Dalam Teletubbies Land, sosok itu ditiadakan (baik mama maupun papa) karena sosok-sosok inilah yang mulai menanamkan nilai-nilai tradisi dan ideologi kepada anak termasuk agama dan nilai sosial masyarakat sejak kecil.

Inilah yang sedang ‘dimusuhi’ kaum gay, karena biasanya orangtua-lah yang memperingatkan anaknya jika berada dekat-dekat dengan gay, takut ketularan Aids maupun takut terbawa perilaku mereka. Nah, dalam Teletubbies Land tak perlu ada orangtua, anak-anak bisa hidup mandiri dan tetap gembira tanpa mama atau papa sebagai sosok otoritas. Jika ada sesuatu yang tidak beres, ada sosok lain yang punya tugas khusus, yaitu Nu-Nu si Vacum Cleaner, sebagai sosok pelayan yang membereskan apa yang di kacaukan atau dibuat berantakan oleh para Teletubbies. Jadi tak perlu mama.

Satu-satunya sosok otoritas yang dibolehkan ada adalah sosok matahari dengan wajah bayi (sebagaimana wajah para pemirsa). Jadi dalam Teletubbies Land sosok otoritasnya berada dalam posisi yang sedikit banyak ’sejajar’ dengan para Teletubbies maupun penonton: sama-sama bayi! Dan sang ‘matahari bayi’ tadi mengajarkan: boleh saja boys (laki-laki, yaitu Tinky Winky) memakai rok ballet berenda bergantian dengan La Laa dan yang lain. Jadi ‘boys’ dan ‘girls’ boleh bertukar peran, karena dalam Teletubbies Land jenis kelamin tidak penting dan boleh gantian! That’s it !!

Ini adalah sosialisasi awal yang amat-amat halus dan canggih dengan sasaran yang amat tepat: anak yang sangat kecil yang putih bersih bagai kertas kosong. Bahkan ada pengamat media lain yang mensinyalir bahwa matahari bayi yang digambarkan dalam serial ini diambil dari mitos-mitos para penyembah berhala, Yunani, Persia dan Hindu. Seolah para pencipta Teletubbies ingin menciptakan Dewa baru bagi manusia, yaitu dewa yang menerima gay sebagai kewajaran dalam hidup.


Sumber : dari berbagai sumber

17 komentar:

  1. jujur saja, saya tidak menemukan unsur edukatif sedikit pun dalam tayangan Teletubbies. Yang saya lihat hanya empat buat boneka hidup dengan gaya berbicara tak jelas, kerjanya hanya main, makan dan minum. Satu2nya penyelamat mungkin tayangan2 dunia nyata yang digambarkan dalam layar di perut mereka.
    Tapi ada satu adegan yg membuat kening saya berkerut, yakni ketika Po dan Tinky Winky berjalan berbaris, di mana di situ Po membawa bendera, dan ketika memasuki rumah, bendera yg dibawa Po terbentur palang pintu dan keduanya terjungkal ke belakang dengan posisi Po menindih Tinky Winky (sangat persis dg posisi ML). Apakah ini konspirasi, atau cuma kebetulan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lebih mendingan teletubbies daripada sinetron ggs dkk, yg mengajarkan bahwa manusia harus jadi hewan biar bisa memiliki kekuatan super :v

      Hapus
    2. Lebih mendingan teletubbies daripada sinetron ggs dkk, yg mengajarkan bahwa manusia harus jadi hewan biar bisa memiliki kekuatan super :v

      Hapus
    3. buat pendidikan moral anak ga ada yang namanya mendingan gan,kalo jelek ya jelek.
      masih banyak pilihan tayangan yang bagus buat anak anak

      Hapus
  2. ternyata banyak banget unsur satanic yang ngajarin nggak bener

    BalasHapus
  3. Sejak aq nntn teletubbies, gak sdkt pun terbesit pikiran gay ato pun unsur negatif... aq jg gak serta merta mengikuti ajakan berpelukan bareng,,, cara bicaraq jg lancar" saja,
    Sampai skrg aq gak merasa di begoin sama teletubbies, trlepas dri unsur" negatif teletubbies :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya.. hanya sekedar film bagiku.. gak terhasut. Itu hanya hiburan

      Hapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Saya baru nyadar, pdahal sya dlu suka sma yg namanya teletubbie, tapi sya jarang nonton, jdi sya juga kurang tau! Tapi waktu sya lgi jalan2 ad beberapa anak2 10+ nyayiin lgu teletubbies dngan isyrat tngan yg menggambarkan bentuk antena tokoh2 teletubbies , yg dilihat gk baik.
    Jadi, bagi yg udh pnya anak, hati2 kasih tontonan buat anaknya!

    BalasHapus
  6. Kalau teletubbies parah buat bayi, di indonesia pemerintah yg bolehkan tayang teletubies di tv itu lebih parah dari teletubbies nya!!! Moga diajab Allah.. آمِÙŠّÙ†ْ آمِÙŠّÙ†ْ ÙŠَارَبَّ العَـــالَÙ…ِÙŠْÙ†...

    BalasHapus
  7. Makanya kalo nonton pelm hati hati nanti di hipnotis setan

    BalasHapus
  8. Jangan berlebihan. Tinky Winky itu laki-laki, dipsi juga. Sedangkan Laa Laa dan Po perempuan. Itu dari Wikipedia. Teletubbies tontonan khusus balita, sangat wajar kalau penuh dengan permainan. "Berpelukan" misalnya, juga menunjukkan sikap persaudaraan, kalo mau lihat sisi positifnya. Karena ini untuk balita yang bahkan dia ga tau siapa dirinya, rasanya sangat berlebihan seseorang mengkampanyekan homoseksual ke balita.

    BalasHapus
  9. Bikin pusing aja mikirin teletubies sampe sedetail itu.ampe arti bentuk ke antena nya.dari kcil w sering bgt nonton teletubies.dan sama skali gak brdampak buruk tuh sama kepribadian gw.sehat walafiat dan waras2 aja mpe skrg.klo masalah bakalan mrubah kpribadian itu mah dari masing2 dasar orangnya aja.klo mang brkepribadian yg mnyimpang,brrti tu orang emang gak punya iman.kcuali tu anak di cekokin film porno ampe gede.film orang dewasa yg gak ssuai usia dagh di tonton.terlalu lebay buat gw mnilai film teletubies ampe sgitunya.

    BalasHapus
  10. Saya sangat setuju dengan artikel ini. Karena fungsi televisi adalah edukasi, persuasi, informasi dan pengaruh. Fungsi ini lah yang dimanfaatkan untuk menanamkan nilai homoseksualitas pada anak balita. Menang efeknya tidak disadari tapi dalam bawah alam sadar. Maka balita akan mengingat dan menumbuhkan jiwa seksualitas. Jika tidak di berikan atau diajarkan nilai nilai agama dari orang tuanya. Daan saya rasa temen temen mengomentari bahwa tayangan ini tidak berbahaya itu salah karena. Memng kalian tidak merasakan efeknyA karena sudah dewasa. Bedahalnya dengan balita

    BalasHapus
  11. Saya sangat setuju dengan artikel ini. Karena fungsi televisi adalah edukasi, persuasi, informasi dan pengaruh. Fungsi ini lah yang dimanfaatkan untuk menanamkan nilai homoseksualitas pada anak balita. Menang efeknya tidak disadari tapi dalam bawah alam sadar. Maka balita akan mengingat dan menumbuhkan jiwa seksualitas. Jika tidak di berikan atau diajarkan nilai nilai agama dari orang tuanya. Daan saya rasa temen temen mengomentari bahwa tayangan ini tidak berbahaya itu salah karena. Memng kalian tidak merasakan efeknyA karena sudah dewasa. Bedahalnya dengan balita

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memangnya anda tahu apa yang ada dipikiran anak balita? Di komentar anda, anda bilang kalian tidak merasakan efeknya karena sudah dewasa, berarti nanti saat si balita yang lain sudah dewasa juga tidak akan merasakan efeknya. Yang penting itu dari diri sendiri dulu, Iman yang kuat, ilmu agama yang luas, dan setiap hari selalu diiringi dengan hal-hal keagamaan. Saya juga tidak tahu apa yang ada dipikiran orang-orang LGBT, apakah mereka bisa bertobat? menyadari kalau perilaku mereka salah?. Maaf jika komentar saya menyinggung.

      Hapus

Entri yang Diunggulkan

MENJUAL AGAMA PADA PENGUASA DISIFATI ANJING DALAM AL QURAN

Pemimpin/Ulama adalah cermin dari umat atau rakyat yang dipimpinnya. Definisi Ulama (wikipedia) adalah pemuka agama atau pemimpin agama ...

Popular Post