Oleh: Musyafaur Rahman
TERKAPARNYA nilai tukar Rupiah atas Dolar Amerika yang sangat ditentukan dengan kebijakan The Fed terkait dengan subsidi di Amerika, ditambah kesulitan yang dialami rakyat membuktikan bangsa Indonesia butuh pemimpin yang mensejahterakan.
Namun fakta yang sebenarnya cukup menyakitkan tersebut seolah hanya mendapat porsi yang sewajarnya saja dalam benak para pengambil kebijakan di negeri ini. Buat mereka Pemilu yang akan berlangsung pada 2014 mendatang jelas mendapat porsi yang lebih penting dibandingkan kesulitan rakyat kecil di negeri ini.
Mulai dari Presiden hingga para pembantunya (baca : Menteri) seolah menempatkan tugas dan tanggung jawab mereka atas negeri ini di posisi yang kesekian setelah kepentingan pribadi mereka atas kursi, jabatan dan posisi politik pada Pemilu nanti.
Konvensi Partai Demokrat misalnya yang diikuti oleh 2 Menteri aktif di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, lebih menyita perhatian dibanding pemadaman listrik yang masih sangat sering terjadi, yang sangat tidak imbang dibanding penetapan kenaikan tarif listrik (kembali) pada Oktober mendatang.
Juga krisis bahan pangan yang seolah hanya menjadi peristiwa rutin bagi rakyat negeri ini yang ujung-ujungnya justru “menguntungkan” bagi para pencari rente dengan kebijakan yang juga biasa diambil oleh para menteri dan pemimpin di negeri ini, yaitu impor dan impor lagi dari luar negeri.
Mungkin jika peristiwa ini baru sekali terjadi, maka impor adalah cara cepat untuk mengatasi masalah dan kemudian membangun konsep baru agar masalah ini tidak kembali berulang.
Namun kenyataan yang dihadapi adalah kebijakan para pemimpin tak ubahnya langkah pemadam kebakaran, masalah selesai, maka persoalan utama dilupakan. Ketahanan pangan, swasembada di berbagai lini, kecintaan terhadap produk dalam negeri dan kesejahteraan buruh, petani dan nelayan, mereka yang menjadi ujung tombak bagi produksi pangan dan kebutuhan industri di Republik ini, semua luput dari perhatian.
Politik Pencitraan
Siapa yang patut disalahkan dalam situasi genting tersebut, Menteri kah?
Atau justru sang pemimpin utama, Presiden RI yang mendapat mandat khusus dari seluruh rakyat negeri ini untuk membawa Indonesia menuju cita-cita bersama, sesuai amanah yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 sebagai berikut :
“…untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia …”
Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dua tugas yang tidak sederhana, namun kali ini faktanya gagal diemban dengan baik dan bahkan terkesan diabaikan dengan catatan panjang hampir dua periode memerintah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata gagal dalam menciptakan Indonesia yang mandiri dan berdaulat secara ekonomi.
Berbagai kalkulasi yang berulangkali disampaikan mengenai pertumbuhan ekonomi negeri ini tahun demi tahun terbukti langsung termentahkan ketika kebijakan stimulus nun jauh di Amerika Serikat akan dihentikan oleh The Fed, rupiah terpuruk, neraca bergejolak dan imbasnya suku bunga kredit harus dinaikkan demi mempertahankan nilai tukar.
Bukan Sekedar Gagah
Saya masih ingat, ketika pemilu capres 2004 lalu, kaum perempuan khususnya ibu-ibu sangat mengidolakan sosok SBY. Pamor SBY saat itu seperti imbas dari puber kedua kalangan perempuan baya. Ganteng, begitu penilaian sebagian besar kaum ibu tentang SBY. Ini pula sepertinya yang mendasari pemilih perempuan memberikan suaranya kepada suami dari Kristiani Yudhoyono ini.
Setiap nama SBY disebut dalam penghitungan suara, sorak-sorai kaum perempuan di lingkungan saya sangat membahana. Suasana ini tidak ubahnya sebuah konser rock, dimana SBY adalah rockstar-nya, sementara mereka hanya groupies yang tidak memusingkan karya pujaannnya, melainkan sekedar memandang fisiknya bak sebuah poster artis yang dipajang di kamar remaja putri belasan tahun.
Belakangan, kondisi berakhir ironis. Kebanyakan para ‘groupies’ yang dulu bersemangat meneriakan nama ‘rockstar’ kesayangannya justru terlihat berdesak-desakan dan saling tarik-menarik dalam sebuah antrian. Mereka begitu bukan karena dalam suasana konser melainkan sebuah dagelan bernama BLT, sebuah kebijakan yang menurut saya semakin meneguhkan bahwa pemerintah lebih senang melihat rakyatnya bermental pengemis dibandingkan produktif.
Padahal, wacana yang digulirkan sebagai antitesi dari BLT adalah pemberian modal usaha jangka panjang, bukan sebuah dana yang sifatnya hanya memanjangkan nafas sekian hari saja.
“Groupies” ini pula yang belakangan harus bersusah payah menghadapi kenaikan berbagai bahan pangan kebutuhan rumah tangga meski mereka juga mungkin tidak peduli ketika persoalan tersebut diatasi dengan membuka keran impor seluas-luasnya dan bahkan membebaskan pajak impor untuk bahan tertentu atas nama rakyat.
Hal yang belakangan ini disadari rakyat sebagai sebuah pencitraan politik semata, memperbanyak janji manis namun kurang berani mengambil aksi nyata yang tidak populis namun berakhir manis untuk rakyat. Hal yang parahnya ditiru oleh sebagian pembantunya, seperti yang saya baca di media pagi ini, di mana sang Menteri yang rajin impor itu mendadak tampil di acara Inbox SCTV di hari kerja, Jumat 27 September 2013.
Saya kira cukup, Indonesia tidak butuh yang hanya mengandalkan paras ganteng dan kemampuan memperdaya kaum hawa dengan pamor dan keluwesannya saja. Tapi Pemimpin yang tangguh, berani membangun pondasi berbangsa dan bernegara dengan sebuah konsep yang matang yang membawa negeri ini bisa berdaulat dan tidak bergantung pada pihak lain di semua sektor.
Adakah pemimpin seperti itu di 2014?
Penulis adalah peneliti Indonesia Economic Develpment Institute
Rep: -
Hidayatullah.com
Editor: Cholis Akbar
Senin, 30 September 2013
Indonesia tak Butuh Pemimpin Gagah, tapi yang Mensejahterakan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Entri yang Diunggulkan
MENJUAL AGAMA PADA PENGUASA DISIFATI ANJING DALAM AL QURAN
Pemimpin/Ulama adalah cermin dari umat atau rakyat yang dipimpinnya. Definisi Ulama (wikipedia) adalah pemuka agama atau pemimpin agama ...
Popular Post
-
Beberapa tahun belakangan, banyak sekali bermunculan ustadz dan penceramah baru di Indonesia. Patut disyukuri dengan banyaknya penceramah d...
-
siapa yang tidak tahu masalah yang melanda arab pada masa kini, Syeikh Imran Hosein adalah ulama eskatogy yang disegani di dunia ini akan...
-
SEBAGAI orang beriman tentu kita tahu dan sadar bahwa diri kita dan apapun yang ada di dunia ini milik Allah. Apalagi Allah telah menegas...
-
Anak Indigo, menjelang akhir jaman kelak mereka akan menjadi cikal bakal pasukan yang akan bergabung dengan pasukan pendukung Imam Mah...
-
Sudah saatnya kita menyadari bagaimana cara kerja syetan meracuni pikiran kita, bagaimana mereka mengendalikan hidup kita. Dari yang tadiny...
-
TABIR MISTERI BUAH TERLARANG (KHULDI) KINI MULAI TERBUKA Baca Juga: Pasukan Panji Hitam akan datang Jika kita Bersatu Mari Kenali Ruh d...
-
Anda tahu permainan anak di Betawi yang gambarnya susunan kotak-kotak dengan puncaknya berbentuk setengah lingkaran? Ya yang itu. Permainan ...
-
Pemimpin/Ulama adalah cermin dari umat atau rakyat yang dipimpinnya. Definisi Ulama (wikipedia) adalah pemuka agama atau pemimpin agama ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar