Saifuddin Zuhri Qudsy
Dosen Fakultas Ushuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran IslamUIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Pendahuluan
Dalam Syi‘ah, perpecahan terjadi diantara para ekstrimis dan moderat setelah wafatnya Ja‘far Shadiq pada 765, imam yang keenam setelah Ali. Pada waktu itu, anak yang tertua Ja‘far adalah Ismail. Karena alasan-alasan yang belum jelas, dan barangkali karena kerja samanya dengan elemen-elemen ekstrimis, Ismail tidak dianggap sebagai pewaris keimaman, dan sebagian besar orang Syiahmenjadikan adiknya yakni Musa al-Kazim sebagai Imam ketujuh. Garis keturunan Musa bersambunghingga imam kedua belas yang menghilang pada 873, beliau tetap menjadi imam ‗yang dinantikan‘atau imam Mahdi, bagi sebagian besar orang-orang Syi‘ah saat ini. Para pengikut keduabelas imamtersebut terkenal dengan nama Itsna Asyariyah atau Twelver Syiah yang merupakan sekte yangpaling moderat di antara sekte yang lain. Perbedaan mereka dari Sunni hanya sebatas pada pokok-pokok ajaran tertentu saja yang pada tahun-tahun terakhir menjadi tidak signifikan lagi. Sejak abadXVI sekte Syiah Itsna syariyah menjadi anutan resmi penduduk Iran (Bernard Lewis, 1967: 26
Kelompok yang lain mengikuti Ismail dan keturunannya, dan dikenal sebagai Ismailiyah. Untuk sekian lama bekerja secara diam-diam, dan mendirikan sebuah sekte yang terorganisir dengan baik dan memiliki daya tarik intelektual maupun emosional yang jauh melampaui saingan-saingannya.Untuk mengganti semrawutnya dugaan-dugaan dan takhayul primitif dalam sekte-sekte Ismailiyahyang terdahulu, sejumlah teolog terkemuka membangun sebuah sistim doktrin religius yangmengandung filsafat tingkat tinggi dan mengarang berbagai karya yang, setelah beberapa abadkemudian masih diakui kehebatannya. Bagi orang-orang saleh, sekte Ismailiyah sebenarnya jugamenghormati al-
Qur‘an, hadits, dan Syari‘ah sama halnya dengan yang dilakukan oleh orang
-orangSunni. Dalam masalah intelektual, mereka memberikan penjelasan-penjelasan filosofis mengenaialam semesta, dengan merujuk pada sumber-sumber kuno khususnya ide-ide platonik. Dalammasalah spiritual membawa kehangatan, kepercayaan emosional dan personal yang disokong olehcontoh penderitaan para imam dan pengorbanan para pengikutnya
—
pengalaman tentang gairah danpencapaian kebenaran. Kepada orang-orang yang tidak puas terhadap penguasa, merekamenawarkan daya tarik sebuah gerakan oposisi yang kuat, tersebar luas, dan terorganisir denganbaik, yang tampaknya mampu menawarkan kemungkinan untuk menggulingkan penguasa yang ada,dan membangun sebuah tatanan masyarakat baru yang adil, dipimpin oleh Imam
–
pewaris nabi yangdipilih oleh Tuhan dan satu-satunya pemimpin yang paling tepat untuk seluruh manusia.Dalam buku-buku sejarah disebutkan bahwa pada masa sepeninggal al-Mustansir (1035-1094M),gerakan Ismailiyah mengalami perpecahan serius dengan adanya dua kelompok yang berada dibelakang kedua putra Al-Mustansir yakni Nizar dan Al-Musta'li. Kelompok Nizar cendrung ekstremdan aktif, basis gerakannya di Suriah dan Persia. Kelompok Nizar inilah yang menjadi cikal bakaldari kelompok Hasyasyin yang menentang kepemimpinan Fatimiyyah, bahkan Nizar memproklamirkan dirinya sebagai khalifah yang syah dengan gelar Al-Musthafa li Din Allah (AjidThahir, 2004: 121-122). Kelompok Nizariyah dapat ditumpas kekuatannya oleh Khalifah Al-
2
Musta‘li. Sedangkan Kelompok Al
-
Musta‘li lebih moderat, mereka adalah leluhur dari kelom
pok spiritual Ismailiyah Bohra di Bombay India (Bosworth, 1993: 73).
Sejarah Assassins
Assassins atau hasyasyin, begitulah sebutannya. Kata inilah yang kemudian populer saatterjadinya perang Salib, dan di Barat kata ini dibawa oleh Marco Polo, serta dipopulerkan olehEdward Burman (1987) dan Bernard Lewis. Dalam sejarahnya, hasyasyin merupakan satu kelompok sempalan dari sekte Syiah Ismailiyyah. Hitti dalam bukunya tidak menyebutkan kata assassins, tetapihasyasyin. Gerakan ini merupakan gerakan sempalan dari ajaran Ismailiyyah yang berkembang padadinasti Fathimiyyah, Mesir. Hassan Sabbah (w. 1124) adalah pendirinya dan para anggota hasyasyin
menyebut gerakan mereka sebagai da‘wah jadidah (ajaran baru). Menurut Hitti, Hassan Sabbah
mengaku sebagai keturunan raja-raja Himyar di Arab Selatan. Menurutnya motif gerakan ini murnimemuaskan ambisi pribadi, dan dari sisi keagamaan sebagai alat untuk balas dendam (Philip K. Hitti,2010: 565). Hassan Sabbah dilahirkan di kota Qumm, salah satu pusat perkampungan Arab di Persiadan benteng orang-
orang Syi‘ah Itsna Asyariyah. Ayahnya, seorang pengikut Syiah Itsna Asyariyah,
datang dari Kufah, Iraq, dan dikatakan sebagai orang asli Yaman. Tanggal kelahiran Hasan tidak ketahui, namun barangkali sekitar pertengahan abad XI. Ketika dia masih kecil, ayahnya pindah keRayy
–
kota modern di dekat Tehran, di sana Hasan mendapatkan pendidikan agamanya. Rayymerupakan pusat aktivitas para dai semenjak abad IX dan tak lama kemudian Hasan mulaiterpengaruh oleh mereka (Philip K. Hitti, 2010: 565).Alamut merupakan basis pertahanan dari hasyasyin. Benteng ini dibangun di atas punggung bukitdi puncak sebuah gunung batu yang tinggi pada jantung pegunungan Elburz, serta mempunyaisebuah lembah yang tertutup dan kuat, yang panjangnya sekitar 30 mil, dan luasnya 3 mil. Tinggigunung tersebut sekitar 6000 kaki di atas permukaan laut, dan hanya bisa dicapai melalui sebuahjalan sempit, curam dan berliku. Untuk mendekati batu tersebut orang harus melalui jurang sempit disungai Alamut, yang terletak diantara jurang tegak lurus dan kadang menggantung.Istana tersebut dikatakan telah dibangun oleh salah seorang raja Daylam. Ketika dia sedang keluaruntuk berburu dia kehilangan burung Elang piarannya yang ternyata hinggap di gunung batutersebut. Raja melihat nilai strategis posisi gunung batu tersebut dan saat itu pula dia membangunsebuah istana di atasnya. Dia memberi nama istana tersebut Aluh Amut yang dalam bahasa orang-orang Daylam berarti ajaran burung Elang.Alamut, sebagai benteng pertahanan yang dimiliki oleh hasyasyin dipandang mempunyai perananpenting dalam melakukan serangan-serangan mendadak ke berbagai arah yang mengejutkan benteng-benteng pertahanan lawan. Dalam berbagai upayanya untuk mencapai tujuan, mereka menggunakanpisau-pisau belati yang indah, yang menjadikan pembunuhan sebagai seni. Organisasi rahasiamereka, yang didasarkan atas ajaran Ismailiyyah, mengembangkan agnostisisme yang bertujuanuntuk mengantisipasi anggota baru dari kekangan ajaran, mengajari mereka konsep keberlebihanpara nabi dan menganjurkan mereka agar tidak mempercayai apa pun serta bersikap berani untuk menghadapi apa pun. Di bawah mahaguru ada tingkatan guru senior yang masing-masingbertanggung jawab atas setiap daerahnya. Di bawahnya, ada dai-dai biasa, sedangkan tingkatan yang
paling rendah adalah para fida‘i yang selalu siap sedia melaksanakan setiap perintah sang Mahaguru
(syekh, the elder, orang tua) (Philip K. Hitti, 2010: 565).
3
Hasyasyin juga cukup dikenal di dunia Barat. Persentuhannya dengan Barat, menurut Lewis,dimulai ketika belati mereka tertancap pada Conrad of Montferrat, raja kerajaan Latin Yerusalem.Pembunuhan tersebut, menurut Lewis, menimbulkan kesan yang mendalam pada para pasukanperang salib, dan mayoritas kronikus perang salib III mempunyai pengungkapan sesuatu mengenaisekte yang menakutkan tersebut, dan keyakinan serta cara-caranya yang aneh, serta pemimpin
mereka yang mengagumkan. ―Saya
mengaitkan beberapa hal pada si syekh (the elder) ini‖ kata
penulis kronik Jerman, Ar
nold of Lubbeck, ―yang tampak menggelikan namun dapat saya buktikan
dengan bukti-bukti serta saksi-saksi yang terpercaya. Mahaguru ini mempunyai ilmu sihir yang dapatmembikin kagum banyak orang di negerinya, yang membuat mereka tidak menyembah dan tidak pula percaya kecuali kepadanya. Dia memikat mereka juga dengan cara yang aneh, seperti memberiharapan-harapan, janji-janji kesenangan dan kebahagiaan abadi, yang membuat mereka lebihmemilih mati untuk mendapatkannya. Bahkan banyak diantara mereka yang akan terjun dari dindingyang tinggi yang akan menghancurkan kepala mereka dan membuat mereka mati dengan cara yangamat mengerikan, hanya dengan aba-aba anggukan kepala atau perintahnya. Ketika beberapadiantara mereka lebih memilih mati dengan cara ini
—
membunuh seseorang dengan keahliannya dankemudian mereka akan membunuh diri mereka hingga sekarat dalam keberkatan
—
, sang mahagurumemberikan mereka belati yang disiapkan secara khusus untuk prosesi ini, dan kemudian diamemberi semacam obat yang dapat membuat mereka mabuk serta lupa, kemudian merekaditunjukkan, dengan magisnya, pada mimpi-mimpi yang fantastis, penuh kesenangan, atau semacamitu. Tidak hanya berhenti di situ saja, sang mahaguru menjanjikan bahwa mereka akan menikmatikebahagiaan seperti itu selamanya sebagai balasan perbuatan yang telah mereka lakukan
‖ (Bernard
Lewis, 1967: 4).Menurut Lewis, bagi para korbannya, para hasyasyin adalah orang-orang kriminal fanatik yangbergerak dalam konspirasi pembunuhan melawan agama dan masyarakat. Bagi para pengikutIsmailiyah, mereka adalah korps elit yang berperang melawan musuh-musuh imam; denganmenjatuhkan para penindas dan perebut kekuasaan, mereka memberikan bukti nyata akankepercayaan dan loyalitas mereka, serta segera memperoleh kebahagiaan yang abadi. Orang-orangIsmailiyah sendiri menggunakan istilah fidai
—
yang secara kasar berarti pengikut setia
—
untuk menyebut pasukan pembunuh mereka, dan sebuah syair Ismailiyah yang indah memuji keberaniandan kesetiaan total mereka. Dalam sebuah kronik lokal Ismailiyah di Alamut, yang ceritakan olehRashid ad-Din dan Kashani, ada sebuah daftar pujian untuk pembunuhan-pembunuhan, yang jugamenyertakan nama-nama korban beserta para pembunuhnya ((Bernard Lewis, 1967: 48).Dari segi bentuk, orang-orang Ismailiyah merupakan sebuah masyarakat rahasia, yangmempunyai sistem sumpah, inisiasi serta tingkatan-tingkatan pangkat dan pengetahuan. Rahasia-rahasia mereka terjaga dengan baik, dan informasi mengenai mereka terpisah-pisah sertamembingungkan. Orang-orang ortodoks yang suka berpolemik melukiskan orang-orang Ismailiyahsebagai gerombolan orang-orang nihilis palsu yang menipu korban-korbannya melalui tahapan-tahapan penistaan yang terus menerus, dan pada akhirnya memperlihatkan hal-hal yang amat buruk kepada orang-orang yang tidak mempercayai mereka.Para penulis Ismailiyah melihat sekte ini sebagai penjaga misteri yang suci yang hanya bisadicapai setelah melalui rangkaian panjang persiapan serta proses. Istilah yang umum dipergunakanuntuk organi
sasi sekte ini adalah da‘wa
(dalam bahasa Persianya Da‘vat), yang berarti missi atau
ajaran; agen-agennya adalah para dai atau missionaris
—
secara literal berarti penyeru ataupengajak
—
yang merupakan suatu jabatan kependetaan melalui pengangkatan. Dalam laporan-
4
laporan Ismailiyah belakangan mereka dibagi keberbagai macam tingkatan dai, guru, murid
–
tingkatan rendah atau tinggi-, sedangkan di bawah mereka adalah mustajib
—
secara literal berartisimpatisan atau responden, yang merupakan murid yang paling rendah
—
tingkatan yang palingtinggi adalah hujjah (dalam bahasa Persianya Hujjat),
dai senior. Kata jazirah ‗pulau‘, digunakan
untuk menunnjukkan teritorial atau yurisdiksi etnik yang diketuai oleh seorang dai (Bernard Lewis,1967: 49).Gambaran yang dideskripsikan oleh Lewis di atas sangat menarik, karena hal seperti ini pulasebenarnya yang memacu seseorang untuk melaksanakan jihad fi sabilillah dengan mengangkatpedang. Penjelasan mengenai surga
—
seperti yang dipaparkan dalam al-
Qur‘an—
yang di dalamnyaterdapat sungai anggur, madu, dan susu, perempuan-perempuan cantik, serta kebun-kebun yangbelum pernah dilihat di mata disuguhkan secara konkrit oleh sang mahaguru, sehingga pemuda yangdisiapkan menjadi hasyasyin benar-benar percaya dan tidak memiliki alasan untuk tidak percayabahwa itulah surga. Dan memang pada masa perang salib, hal ini memberikan kesan yang mendalammengenai taktik dan strategi hasyasyin dalam meneror dan membunuh target-target yang menjadikorbannya. Dan tidak itu saja, Lewis mensinyalir bahwa hasyasyin juga sering disewa oleh orang-orang Barat untuk membunuh musuh-musuhnya. Dalam setiap pembunuhan yang mereka lakukan,baik di persia maupun di Syiria, para Hasyasyin selalu menggunakan belati; tidak pernah memakairacun atau peluru meskipun dalam banyak kesempatan hal itu akan membuat pembunuhan menjadilebih mudah dan lebih aman. Menurut Lewis, seorang Hasyasyin hampir pasti selalu tertangkap, danbiasanya mereka memang tidak berusaha melarikan diri; bahkan ada anggapan bahwa selamatsetelah melaksanakan tugas merupakan suatu hal yang memalukan. Seorang pengarang Barat abad
XII mengatakan: ―ketika kemudian ada beberapa orang di antara mereka yang memilih mati dengancara ini… dia sendiri (baca: sang ketua) akan memberi mereka pisa
u yang menurutnya memang
disiapkan untuk itu…‖(Bernard Lewis, 1967: 47). Hal ini dikarenakan sang hasyasyin benar
-benarmengharapkan surga.
Sisa-sisa Hasyasyin Saat Ini (Abad XIX-XX)
Bagaimana keadaan sekte ini pada saat ini? Lewis dalam buku Assassins mengungkapkan bahwapada 1833, dalam Journal of The Royal Geographical Society, seorang pegawai British yang dikenaldengan Colonel W. Monteith dalam perjalanannya telah sampai pada pintu masuk lembah Alamut,tetapi belum benar-benar sampai atau mengenali istana tersebut. Lebih jauh dia menuliskan bahwahal ini kemudian berhasil dilakukan oleh seorang saudara W. Monteith, Lieutenant Colonel (sir)Justin Sheil, yang laporannya diterbitkan pada jurnal yang sama tahun 1838. Seorang pegawaiBritish yang ketiga yang bernama Stewart mengunjungi istana tersebut beberapa tahun kemudian.Setelah itu, baru satu abad kemudian penelitian mengenai Alamut dimulai lagi.Data ini kemudian Lewis perkuat dengan mengatakan bahwa, pada 1811, Rousseau, konsul dariAleppo, dalam sebuah perjalanan ke Persia menyelidiki pengikut Ismailiyah dan kaget saatmengetahui bahwa di kota tersebut masih banyak yang masih setia pada seorang imam yang bergarisketurunan Ismail. Nama imam tersebut adalah Shah Khalilullah, ia tinggal di sebuah desa yangbernama Kehk, dekat Qumm, yang terletak diantara Tehran dan Isfahan. Menurut Rousseau, Shah
Khalilullah hampir dianggap sebagai tuhan oleh para pengikutnya, dan dianggap memiliki mu‘jizat,
dan mereka terus menerus mempersembahkan harta kekayaan dari harta benda milik mereka danseringkali mereka menjulukinya sebagai khalifah. Bahkan banyak pengikut Ismailiyah yang beradadi India, mereka secara reguler datang ke Kehk melalui pinggiran sungai Gangga dan Indus untuk
5
menerima berkah dari imam mereka, sebagai balasan kebaikan dan sumbangan mereka (BernardLewis, 1967: 14).Pada tahun 1825 seorang pelancong Inggris, J.B. Fraser mengkonfirmasikan keberadaan pengikutIsmailiyah di Persia dan ketaatan mereka kepada para pemimpinnya, meski mereka tidak lagimempraktekkan pembunuhan dengan perintah para pemimpinnya; namun hingga saat ini Shah ataupemimpin sekte tersebut dipuja secara membabi buta oleh para pengikutnya yang masih tersisa,meskipun kegiatannya benar-benar sudah berbeda dengan karakter sekte pada awalnya. Ada jugabeberapa pengikut sekte ini yang bertempat tinggal di India, yang masih setia pada pemimpinnya.Pemimpin yang dahulu, Shah Khalilullah telah terbunuh di Yazd beberapa tahun sebelumnya (tahun1817), oleh para pemberontak yang melawan gubernur. Dia kemudian digantikan
–
dalam kapasitaskeagamaannya
—
oleh salah seorang anaknya yang mendapatkan penghormatan serupa dari sektetersebut.Lebih jauh, Lewis mengungkapkan bahwa pada Desember 1850 sebuah kasus pembunuhan yangbesar disidangkan pada pengadilan kriminal di Bombay empat orang tergeletak dan terbunuh dijalan pada siang hari bolong, yang merupakan akibat adanya perbedaan pendapat dalam komunitaskeagamaan tempat mereka berada. Sembilan belas orang diadili dan empat dari mereka divonis matidan digantung. Para korban serta para penyerangnya dikenal sebagai orang-orang Khoja; sebuahkomunitas kecil, kebanyakan terdiri dari pedagang di daerah Bombay dan beberapa bagian lain diIndia.Kejadian tersebut dipicu oleh sebuah perselisihan yang telah berlangsung selama dua puluh tahunlebih. Kejadian tersebut dimulai pada 1827, ketika sebuah kelompok Khoja menolak untuk membayar Upeti kepada pemimpin sekte mereka yang tinggal di Persia. Pemimpin tersebut adalahputera dari Shah Khalilullah, yang menggantikan ayahnya yang terbunuh pada 1817. Pada 1818 SyahPersia menunjuknya menjadi gubernur Mahallat dan Qumm, dan memberinya gelar Aga Khan.Dengan gelar inilah dia beserta keturunannya dikenal secara luas. Menghadapi penolakan tiba-tibayang dilakukan oleh para pengikutnya di India untuk membayar kewajiban-kewajiban keagamaanmereka, Aga Khan mengirimkan utusan khusus dari Persia ke Bombay agar mereka kembali kedalam kelompok. Turut serta dalam utusan tersebut nenek Aga Khan yang akan berpidato pada parapengikut Khoja di Bombay untuk memperoleh kembali kesetiaan mereka. Mayoritas komunitasKhoja masih setia kepada pemimpin mereka, tetapi ada sekelompok kecil yang masih tetapbersikukuh pada sikap menentang dan menegaskan bahwa mereka tidak mempunyai kewajibanuntuk patuh terhadap Aga Khan dan tidak mengakui bahwa komunitas Khoja masih terikatdengannya. Dampak konflik tersebut melahirkan ketegangan dalam komunitas Khoja dan berpuncak dengan pembunuhan di tahun 1850.Pada saat itu Aga Khan sendiri telah meninggalkan Persia, karena dia tidak berhasil memimpinsebuah pemberontakan melawan Shah, dan setelah tinggal sebentar di Afghanistan, ia kemudianberlindung di India. Jasanya kepada kepada orang-orang Inggris di Afghanistan dan Sindmembuatnya memperoleh terima kasih dari mereka. Setelah pada awalnya tinggal di Sind dankemudian di Calcuta, dia akhirnya tinggal di Bombay dimana dia mengukuhkan dirinya sebagaipemimpin komunitas Khoja. Kendati demikian ada beberapa orang yang tidak setuju yang kemudianmenentangnya, orang-orang tersebut menggunakan sarana-sarana hukum untuk mengalahkannya.Setelah mengadakan persiapan, pada bulan april 1866, kelompok penentang itu mengajukan berkas-
6
berkas tuntutan perkara kepada pengadilan tinggi di Bombay, dengan tuntutan agar Aga Khandilarang melakukan intervensi terhadap urusan-urusan serta hak milik komunitas Khoja.Masalah ini ditangani oleh Hakim Ketua Sir Joseph Arnould. Hearing berlangsung selama 25 hari,dan melibatkan hampir seluruh elemen pengadilan. Kedua kelompok mengajukan argumentasi-argumentasi serta berkas-berkas perkara, penyelidikan-penyelidikan yang dilakukan oleh pengadilancukup luas dan mendalam, baik dalam aspek sejarah, garis keturunan, teologi dan hukum. Aga Khansendiri memberikan kesaksian dan mengemukakan bukti-bukti tentang keturunannya. Pada tanggal12 November 1866 Sir Joseph Arnould menyampaikan keputusan. Komunitas Khoja Bombay,menurutnya, merupakan bagian dari komunitas besar Khoja di India yang ajarannya berasal dariIsmailiyah yang merupakan cabang dari Syiah; mereka adalah sebuah sekte yang para leluhurnyaberasal dari Hindu, yang telah berpindah keyakinan ke dalam kepercayaan Syiah Ismailiyah; sertaselalu dan masih terikat hubungan kesetiaan spiritual terhadap para imam Ismailiyah. Mereka telahdijadikan pengikut pada 400 tahun yang lalu oleh dai-dai Ismailiyah dari Persia, dan tetap berada dibawah pengaruh otoritas spiritual imam-imam Ismailiyah, yang imam terakhirnya adalah Aga Khan.Para imam tersebut keturunan dari para raja Alamut, dan melalui mereka, menjadi keturunanKhalifah Fathimiyah di Mesir, dan akhirnya keturunan Nabi SAW. Pengikut mereka pada abadpertengahan terkenal dengan nama Hasyasyi.Tampaknya Lewis sangat percaya dengan keputusan Arnould yang dengan didukung oleh data-data dan argumentasi historis yang kuat, kemudian secara legal mengukuhkan status komunitasKhoja sebagai bagian dari Ismailiyah, bahwa Ismailiyah merupakan keturunan dari para Hasyasyin,dan Aga Khan sebagai pemimpin spiritual Ismailiyah dan keturunan dari imam-imam Alamut.Keputusan Arnould juga menimbulkan perhatian terhadap eksistensi komunitas Ismailiyah didaerah-daerah lain di seluruh dunia, orang-orang yang sebenarnya tidak mengakui Aga Khan sebagaipemimpin mereka. Kelompok-kelompok ini biasanya merupakan kelompok minoritas, berada didaerah terpencil dan terisolasi, sulit dicapai dari manapun, suka menyembunyikan pudarnyakepercayaan dan hilangnya karya-karya tulis mereka. Beberapa tulisan dalam bentuk manuskripsampai ke tangan para sarjana. Pada awalnya kesemuanya datang dari Syiria
–
wilayah pertama yangmenjadi pusat perhatian orang-orang Barat modern untuk menyelidiki Ismailiyah, baik pada eramodern maupun pada abad pertengahan. Yang lain kemudian menyusul, dari berbagai wilayah yangberbeda-beda. Pada tahun 1903, seorang pedagang Italia, Caproti, membawa sekitar 60-an manuskrip
Arab dari San‘a, di Yaman, yang menjadi
kumpulan buku pertama yang disimpan di perpustakaanAmbrosiana, di Milan. Dalam pemeriksaan, mereka juga mengerjakan karya-karya yang berisidoktrin-doktrin Ismailiyah, yang berasal dari pengikut-pengikut Ismailiyah yang masih hidup diArab bagian selatan. Di antara buku-buku tersebut, ada yang berisi sandi-sandi rahasia. Ketika diEropa sudah tidak ada sumber-sumber baru lagi, para Sarjana Russia, yang telah menerima beberapamanuskrip sekte Ismailiyah dari Syiria, menemukan bahwa di negara mereka juga ada pengikutIsmailiyah yang tinggal di perbatasan kerajaan mereka, dan pada tahun 1902 Count AlexisBibrinskoy menerbitkan sebuah laporan tentang pengorganisasian dan penyebaran orang-orangIsmailiyah di Russia, Asia Tengah. Pada waktu yang sama seorang pegawai kolonial A. Polostsevmemperoleh salinan sebuah buku keagamaan sekte Ismailiyah yang ditulis dalam bahasa Persia.Buku tersebut ditempatkan pada museum Asiatic milik Russian Academy of the Scientist. Salinanlainnya menyusul, dan antara 1914 dan 1918 museum tersebut mendapatkan sebuah koleksimanuskrip Ismailiyah yang dibawa dari Shugnan -yang terletak diatas sungai Oxus- oleh duaorientalis I.I. Zarubin dan A.A. Semyonov. Dengan manuskrip-manuskrip ini serta manuskrip-
7
manuskrip yang didapatkan setelahnya, para sarjana Russian mampu menyelidiki literaturkeagamaan dan kepercayaan sekte Ismailiyah Pamir dan beberapa distrik yang berbatasan denganAfghanistan di Badakhsan.
Kritik Atas Lewis
Ada beberapa poin yang hendak saya pakai dalam mengulas dan mengkritisi Lewis ini. Poin-pointersebut antara lain: pertama, mencoba mengenali karakter hasyasyin dalam konteks Timur Tengahsaat ini, terutama kaitannya dengan terorisme yang seringkali menyudutkan umat Islam; kedua,melihat posisi Lewis sebagai seorang orientalis yang menjadi rujukan masyarakat Barat dalammasalah Irak, Iran, dan Afghanistan, serta rujukan-rujukan buku yang digunakannya; ketiga,menempatkan posisi Lewis dalam kerangka kritik Edward Said dalam membongkar ideologiorientalisme.
· Mengenali Karakter Hasyasyin Pada Konteks Saat Ini
Di beberapa negara Islam, kasus adanya bom bunuh diri merupakan satu hal yang tidak aneh dantidak mengejutkan. Biasanya bom bunuh diri baik dibawa sendiri ataupun diledakkan sendiri daridalam mobil, merupakan karakter khas dari orang-orang yang merasa dirinya kalah dan kehilanganakal dalam menghadapi musuhnya. Pada saat ini, hal seperti ini banyak dilakukan kelompok ekstrimIslam kepada Barat (yang menurut mereka adalah kafir yang harus diperangi). Jika dianalogkandengan hasyasyin, berarti kejadian pemboman ini tidak berasal dari ruang hampa. Karena hasyasyinpun juga tidak mau melarikan diri setelah targetnya berhasil dibunuh, bahkan jika disuruh sang gurupun dia akan membunuh dirinya sendiri, bahkan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bilatarget musuhnya sudah terbunuh dan misinya tercapai, si hasyasyin tidak melarikan diri, mereka siapdan surga sudah ada di depan mereka (satu kepercayaan yang sama sekali tidak dapat dipahami padasaat ini
—
bagaimana membunuh orang bisa dikatakan masuk surga. Hal yang sama pula dengan yangdilakukan oleh para pembajak dua pesawat yang ditabrakkan pada gedung WTC AS pada 2001.Tidak hanya ke Barat saja, di dalam Islam sendiri pun juga sering terjadi bom bunuh diri, misalnya diIrak ataupun Iran, dimana targetnya adalah orang Islam sendiri namun berbeda pandangan dengan sipembawa bom bunuh diri. Hal ini paling tidak menunjuk pada adanya analogi hasyasyin pada masalalu dengan masa sekarang, hanya saja peralatan dan modusnya saja yang berbeda bentuk.Dalam kasus ini, penelitian Lewis dalam buku The Assassins menemukan relevansinya, sehinggakemudian tak heran jika dia menjadi salah satu staf Ahli militer Bush dalam penyerangan ke Irak demi menghancurkan al-Qaeda yang dianggap organisasi teroris. Karena di samping dianggapkompeten dalam masalah ini, dia juga pakar masalah Middle East.
· Melihat Sumber-sumber yang Digunakan Lewis
Saya melihat data-data yang digunakan oleh Lewis kebanyakan adalah data-data yang berasal daripara orientalis sebelumnya. Memang ada beberapa rujukan yang digunakan Lewis yang berasal darisarjana muslim, seperti al-Juwaini, Rashid ad-Din, dan lain-lain, namun yang dipergunakan adalahsumber-sumber dari pihak lawan. Memang dia mengatakan bahwa sumber-sumber mengenaiIsmailiyah yang ditulis oleh orang dalam sudah banyak dibakar dan dihancurkan seiring dengandihancurkannya Ismailiyyah dan Alamut, sehingga data-data dari perspektif insider sama sekali tidak tercover di sini. Yang menarik di sini adalah, kepiawaian Lewis dalam menggiring opini mengenai
8
keburukan dari hasyasyin, seolah-olah kelompok ini sama sekali tidak ada sisi kebaikannya. Yangtak kalah menariknya adalah dia mendukung hal ini dengan data-data konkrit. Seolah dia hendak membuat satu kebenaran mengenai buruknya hasyasyin, tanpa harus mengetahui berbagai motif yangkonkret yang dijadikan argumen oleh kelompok ini. Jika meminjam bahasa Michel Foucault,kebenaran adalah kekuasaan. Bagi Foucault, terdapat lima ciri politik ekonomi keberan: kebenaranberpusat pada bentuk diskursus ilmiah dan istitusi yang memproduksinya. Ia adalah subjek bagirangsangan konstan ekonomi dan politik (kebutuhan akan kebenaran sama banyaknya denganproduksi ekonomi atau kekuasaan politik); ia adalah objek difusi besar-besaran dan konsumsi besar-besaran (yang beredar melalui perangkay pendidikan dan informasi yang meluas secara relatif dalam;lembaga sosial, tanpa ada batas yang tegas); ia diproduksi dan ditransmisikan di bawah aparatursentral dan dominan
—
kalau tidak eksklusif
—
dari segelintir aparatur besar politik dan ekonomi(universitas, angkatan bersenjata, tulisan, dan medua); dan yang terakhir ia adalah masalah darikeseluruhan debat politik dan konfrontasi sosial (perjuangan ideologis) (Michel Foucault, 1980: 131-132).Lewis membentuk kebenaran melalui data-data yang didisplay olehnya, sehingga ketika buku initelah jadi dan tersebar, buku inipun dikonsumsi dan membentuk satu opini publik AS mengenaigerakan-gerakan militan Islam. Hal inilah yang perlu dicermati dari sosok Lewis. Akhirnya peta-petaterorisme di dunia timur tengah yang terbentuk jika membaca buku ini adalah Iran, Irak, Syiria, danAfghanistan.
· Bernard Lewis dalam Kerangka Kritik Edward Said
Bagi Edward W. Said, Lewis merupakan kasus yang menarik untuk dikaji lebih lanjut karenakedudukannya dalam dunia politik Timur-Tengah, Inggris, dan Amerika adalah sebagai seorang
orientalis kawakan. Apa pun yang ditulisnya akan selalu dibarengi dengan ―otoritas‖ dan ―validitas‖
yang diberikan masyarakat Eropa pada setiap karyanya. Menurut Said, selama kira-kira setengahdasawarsa, karya-karya Lewis hampir selalu bersifat agresif ideologis meskipun ia tidak bisa lepasdari kesulitan dan ironi. Lebih jauh Said menyatakan bahwa tulisan Lewis bukanlah salah satucontoh sempurna akademisi orientalis yang berlandaskan pada pengetahuan yang benar-benarobjektif. Lebih dari itu, tulisan Lewis justru lebih dekat pada tulisan yang berwujud propagandistis,yakni dengan menentang objek bahasannya (Edward W. Said, 1978: 318-320). Meski demikian,kenyataan ini tentu bukan sesuatu yang mengejutkan bagi siapa pun yang akrab dengan sejarahorientalisme. Yang jelas, tulisan Lewis ini lebih tampak sebagai salah satu skan
dal ―kecendekiaan‖
yang paling akhir dan yang paling sering tidak mendapatkan kritik yang memadai dari paracendekiawan lainnya di Barat. Tulisan hasyasyin ini merupakan salah satu tulisan yang digarapLewis untuk menentang objek bahasannya sendiri. Secara lebih jauh Said menegaskan bahwaideologi Lewis mengenai Islam adalah bahwa Islam tidak pernah berubah, dan dengan bahasa yanglebih vukgar lagi Said menyatakan bahwa Lewis memiliki misi untuk memberikan informasi kepadamasyarakat pembacanya yang konservatif, Yahudi, dan siapapun juga yang sudi mendengar, bahwasemua penuturan politik, sejarah, dan kecendekiaan mengenai kaum muslim harus dimulai dandiakhiri dengan kenyataan bahwa kaum muslim tetaplah kaum muslim (tidak berubah), tak lebih dariitu. Dari sini pula kita melihat bahwa salah satu cara untuk menelanjangi pemikiran Lewis adalahdengan menggunakan kacamata pendekatan poskolonialisme.Secara lebih jauh, bagi Said, orientalisme merupakan suatu aliran penafsiran yang menjadikanTimur, peradaban-peradabannya, orang-orangnya, dan lokalitas-lokalitasnya sebagai objek
9
interpretasi. Dan yang menarik menurut Edward Said, aliran ini selalu mendapat legitimasi yangbesar secara moral. Secara lebih jauh Said mengatakan bahwa selama masih dalam kesadaran barat,Timur hanyalah satu kata yang kemudian diberi makna, asosiasi, dan konotasi. Bahkan semua hal initidak harus merujuk
pada Timur ‗yang sebenarnya‘ tetapi hal
-hal lain yang berhubungan dengankawasan itu (Edward W. Said, 1978: 318-320).
Daftar Pustaka
Ajid Thahir,
Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam
, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2004.Bosworth,
The Islamic Dynasties
, terjemah: Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, 1993.Bernard Lewis,
The Assassins: Radical Sect In Islam
, London: Al Saqi Books. 1967.Edward Burman,
The Assassins: Holy Killers of Islam
, Ed. Crucible, Wellingborough, 1987,Edward W. Said,
Orientalism
, New York: Vintage Books, 1978.Michel Foucault,
Power/Knowledge
, New York: Pantheon Books, 1980.Philip K. Hitti,
The History of Arabs
, Jakarta: Serambi, 2010.
Dosen Fakultas Ushuluddin, Studi Agama, dan Pemikiran IslamUIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Pendahuluan
Dalam Syi‘ah, perpecahan terjadi diantara para ekstrimis dan moderat setelah wafatnya Ja‘far Shadiq pada 765, imam yang keenam setelah Ali. Pada waktu itu, anak yang tertua Ja‘far adalah Ismail. Karena alasan-alasan yang belum jelas, dan barangkali karena kerja samanya dengan elemen-elemen ekstrimis, Ismail tidak dianggap sebagai pewaris keimaman, dan sebagian besar orang Syiahmenjadikan adiknya yakni Musa al-Kazim sebagai Imam ketujuh. Garis keturunan Musa bersambunghingga imam kedua belas yang menghilang pada 873, beliau tetap menjadi imam ‗yang dinantikan‘atau imam Mahdi, bagi sebagian besar orang-orang Syi‘ah saat ini. Para pengikut keduabelas imamtersebut terkenal dengan nama Itsna Asyariyah atau Twelver Syiah yang merupakan sekte yangpaling moderat di antara sekte yang lain. Perbedaan mereka dari Sunni hanya sebatas pada pokok-pokok ajaran tertentu saja yang pada tahun-tahun terakhir menjadi tidak signifikan lagi. Sejak abadXVI sekte Syiah Itsna syariyah menjadi anutan resmi penduduk Iran (Bernard Lewis, 1967: 26
Kelompok yang lain mengikuti Ismail dan keturunannya, dan dikenal sebagai Ismailiyah. Untuk sekian lama bekerja secara diam-diam, dan mendirikan sebuah sekte yang terorganisir dengan baik dan memiliki daya tarik intelektual maupun emosional yang jauh melampaui saingan-saingannya.Untuk mengganti semrawutnya dugaan-dugaan dan takhayul primitif dalam sekte-sekte Ismailiyahyang terdahulu, sejumlah teolog terkemuka membangun sebuah sistim doktrin religius yangmengandung filsafat tingkat tinggi dan mengarang berbagai karya yang, setelah beberapa abadkemudian masih diakui kehebatannya. Bagi orang-orang saleh, sekte Ismailiyah sebenarnya jugamenghormati al-
Qur‘an, hadits, dan Syari‘ah sama halnya dengan yang dilakukan oleh orang
-orangSunni. Dalam masalah intelektual, mereka memberikan penjelasan-penjelasan filosofis mengenaialam semesta, dengan merujuk pada sumber-sumber kuno khususnya ide-ide platonik. Dalammasalah spiritual membawa kehangatan, kepercayaan emosional dan personal yang disokong olehcontoh penderitaan para imam dan pengorbanan para pengikutnya
—
pengalaman tentang gairah danpencapaian kebenaran. Kepada orang-orang yang tidak puas terhadap penguasa, merekamenawarkan daya tarik sebuah gerakan oposisi yang kuat, tersebar luas, dan terorganisir denganbaik, yang tampaknya mampu menawarkan kemungkinan untuk menggulingkan penguasa yang ada,dan membangun sebuah tatanan masyarakat baru yang adil, dipimpin oleh Imam
–
pewaris nabi yangdipilih oleh Tuhan dan satu-satunya pemimpin yang paling tepat untuk seluruh manusia.Dalam buku-buku sejarah disebutkan bahwa pada masa sepeninggal al-Mustansir (1035-1094M),gerakan Ismailiyah mengalami perpecahan serius dengan adanya dua kelompok yang berada dibelakang kedua putra Al-Mustansir yakni Nizar dan Al-Musta'li. Kelompok Nizar cendrung ekstremdan aktif, basis gerakannya di Suriah dan Persia. Kelompok Nizar inilah yang menjadi cikal bakaldari kelompok Hasyasyin yang menentang kepemimpinan Fatimiyyah, bahkan Nizar memproklamirkan dirinya sebagai khalifah yang syah dengan gelar Al-Musthafa li Din Allah (AjidThahir, 2004: 121-122). Kelompok Nizariyah dapat ditumpas kekuatannya oleh Khalifah Al-
2
Musta‘li. Sedangkan Kelompok Al
-
Musta‘li lebih moderat, mereka adalah leluhur dari kelom
pok spiritual Ismailiyah Bohra di Bombay India (Bosworth, 1993: 73).
Sejarah Assassins
Assassins atau hasyasyin, begitulah sebutannya. Kata inilah yang kemudian populer saatterjadinya perang Salib, dan di Barat kata ini dibawa oleh Marco Polo, serta dipopulerkan olehEdward Burman (1987) dan Bernard Lewis. Dalam sejarahnya, hasyasyin merupakan satu kelompok sempalan dari sekte Syiah Ismailiyyah. Hitti dalam bukunya tidak menyebutkan kata assassins, tetapihasyasyin. Gerakan ini merupakan gerakan sempalan dari ajaran Ismailiyyah yang berkembang padadinasti Fathimiyyah, Mesir. Hassan Sabbah (w. 1124) adalah pendirinya dan para anggota hasyasyin
menyebut gerakan mereka sebagai da‘wah jadidah (ajaran baru). Menurut Hitti, Hassan Sabbah
mengaku sebagai keturunan raja-raja Himyar di Arab Selatan. Menurutnya motif gerakan ini murnimemuaskan ambisi pribadi, dan dari sisi keagamaan sebagai alat untuk balas dendam (Philip K. Hitti,2010: 565). Hassan Sabbah dilahirkan di kota Qumm, salah satu pusat perkampungan Arab di Persiadan benteng orang-
orang Syi‘ah Itsna Asyariyah. Ayahnya, seorang pengikut Syiah Itsna Asyariyah,
datang dari Kufah, Iraq, dan dikatakan sebagai orang asli Yaman. Tanggal kelahiran Hasan tidak ketahui, namun barangkali sekitar pertengahan abad XI. Ketika dia masih kecil, ayahnya pindah keRayy
–
kota modern di dekat Tehran, di sana Hasan mendapatkan pendidikan agamanya. Rayymerupakan pusat aktivitas para dai semenjak abad IX dan tak lama kemudian Hasan mulaiterpengaruh oleh mereka (Philip K. Hitti, 2010: 565).Alamut merupakan basis pertahanan dari hasyasyin. Benteng ini dibangun di atas punggung bukitdi puncak sebuah gunung batu yang tinggi pada jantung pegunungan Elburz, serta mempunyaisebuah lembah yang tertutup dan kuat, yang panjangnya sekitar 30 mil, dan luasnya 3 mil. Tinggigunung tersebut sekitar 6000 kaki di atas permukaan laut, dan hanya bisa dicapai melalui sebuahjalan sempit, curam dan berliku. Untuk mendekati batu tersebut orang harus melalui jurang sempit disungai Alamut, yang terletak diantara jurang tegak lurus dan kadang menggantung.Istana tersebut dikatakan telah dibangun oleh salah seorang raja Daylam. Ketika dia sedang keluaruntuk berburu dia kehilangan burung Elang piarannya yang ternyata hinggap di gunung batutersebut. Raja melihat nilai strategis posisi gunung batu tersebut dan saat itu pula dia membangunsebuah istana di atasnya. Dia memberi nama istana tersebut Aluh Amut yang dalam bahasa orang-orang Daylam berarti ajaran burung Elang.Alamut, sebagai benteng pertahanan yang dimiliki oleh hasyasyin dipandang mempunyai perananpenting dalam melakukan serangan-serangan mendadak ke berbagai arah yang mengejutkan benteng-benteng pertahanan lawan. Dalam berbagai upayanya untuk mencapai tujuan, mereka menggunakanpisau-pisau belati yang indah, yang menjadikan pembunuhan sebagai seni. Organisasi rahasiamereka, yang didasarkan atas ajaran Ismailiyyah, mengembangkan agnostisisme yang bertujuanuntuk mengantisipasi anggota baru dari kekangan ajaran, mengajari mereka konsep keberlebihanpara nabi dan menganjurkan mereka agar tidak mempercayai apa pun serta bersikap berani untuk menghadapi apa pun. Di bawah mahaguru ada tingkatan guru senior yang masing-masingbertanggung jawab atas setiap daerahnya. Di bawahnya, ada dai-dai biasa, sedangkan tingkatan yang
paling rendah adalah para fida‘i yang selalu siap sedia melaksanakan setiap perintah sang Mahaguru
(syekh, the elder, orang tua) (Philip K. Hitti, 2010: 565).
3
Hasyasyin juga cukup dikenal di dunia Barat. Persentuhannya dengan Barat, menurut Lewis,dimulai ketika belati mereka tertancap pada Conrad of Montferrat, raja kerajaan Latin Yerusalem.Pembunuhan tersebut, menurut Lewis, menimbulkan kesan yang mendalam pada para pasukanperang salib, dan mayoritas kronikus perang salib III mempunyai pengungkapan sesuatu mengenaisekte yang menakutkan tersebut, dan keyakinan serta cara-caranya yang aneh, serta pemimpin
mereka yang mengagumkan. ―Saya
mengaitkan beberapa hal pada si syekh (the elder) ini‖ kata
penulis kronik Jerman, Ar
nold of Lubbeck, ―yang tampak menggelikan namun dapat saya buktikan
dengan bukti-bukti serta saksi-saksi yang terpercaya. Mahaguru ini mempunyai ilmu sihir yang dapatmembikin kagum banyak orang di negerinya, yang membuat mereka tidak menyembah dan tidak pula percaya kecuali kepadanya. Dia memikat mereka juga dengan cara yang aneh, seperti memberiharapan-harapan, janji-janji kesenangan dan kebahagiaan abadi, yang membuat mereka lebihmemilih mati untuk mendapatkannya. Bahkan banyak diantara mereka yang akan terjun dari dindingyang tinggi yang akan menghancurkan kepala mereka dan membuat mereka mati dengan cara yangamat mengerikan, hanya dengan aba-aba anggukan kepala atau perintahnya. Ketika beberapadiantara mereka lebih memilih mati dengan cara ini
—
membunuh seseorang dengan keahliannya dankemudian mereka akan membunuh diri mereka hingga sekarat dalam keberkatan
—
, sang mahagurumemberikan mereka belati yang disiapkan secara khusus untuk prosesi ini, dan kemudian diamemberi semacam obat yang dapat membuat mereka mabuk serta lupa, kemudian merekaditunjukkan, dengan magisnya, pada mimpi-mimpi yang fantastis, penuh kesenangan, atau semacamitu. Tidak hanya berhenti di situ saja, sang mahaguru menjanjikan bahwa mereka akan menikmatikebahagiaan seperti itu selamanya sebagai balasan perbuatan yang telah mereka lakukan
‖ (Bernard
Lewis, 1967: 4).Menurut Lewis, bagi para korbannya, para hasyasyin adalah orang-orang kriminal fanatik yangbergerak dalam konspirasi pembunuhan melawan agama dan masyarakat. Bagi para pengikutIsmailiyah, mereka adalah korps elit yang berperang melawan musuh-musuh imam; denganmenjatuhkan para penindas dan perebut kekuasaan, mereka memberikan bukti nyata akankepercayaan dan loyalitas mereka, serta segera memperoleh kebahagiaan yang abadi. Orang-orangIsmailiyah sendiri menggunakan istilah fidai
—
yang secara kasar berarti pengikut setia
—
untuk menyebut pasukan pembunuh mereka, dan sebuah syair Ismailiyah yang indah memuji keberaniandan kesetiaan total mereka. Dalam sebuah kronik lokal Ismailiyah di Alamut, yang ceritakan olehRashid ad-Din dan Kashani, ada sebuah daftar pujian untuk pembunuhan-pembunuhan, yang jugamenyertakan nama-nama korban beserta para pembunuhnya ((Bernard Lewis, 1967: 48).Dari segi bentuk, orang-orang Ismailiyah merupakan sebuah masyarakat rahasia, yangmempunyai sistem sumpah, inisiasi serta tingkatan-tingkatan pangkat dan pengetahuan. Rahasia-rahasia mereka terjaga dengan baik, dan informasi mengenai mereka terpisah-pisah sertamembingungkan. Orang-orang ortodoks yang suka berpolemik melukiskan orang-orang Ismailiyahsebagai gerombolan orang-orang nihilis palsu yang menipu korban-korbannya melalui tahapan-tahapan penistaan yang terus menerus, dan pada akhirnya memperlihatkan hal-hal yang amat buruk kepada orang-orang yang tidak mempercayai mereka.Para penulis Ismailiyah melihat sekte ini sebagai penjaga misteri yang suci yang hanya bisadicapai setelah melalui rangkaian panjang persiapan serta proses. Istilah yang umum dipergunakanuntuk organi
sasi sekte ini adalah da‘wa
(dalam bahasa Persianya Da‘vat), yang berarti missi atau
ajaran; agen-agennya adalah para dai atau missionaris
—
secara literal berarti penyeru ataupengajak
—
yang merupakan suatu jabatan kependetaan melalui pengangkatan. Dalam laporan-
4
laporan Ismailiyah belakangan mereka dibagi keberbagai macam tingkatan dai, guru, murid
–
tingkatan rendah atau tinggi-, sedangkan di bawah mereka adalah mustajib
—
secara literal berartisimpatisan atau responden, yang merupakan murid yang paling rendah
—
tingkatan yang palingtinggi adalah hujjah (dalam bahasa Persianya Hujjat),
dai senior. Kata jazirah ‗pulau‘, digunakan
untuk menunnjukkan teritorial atau yurisdiksi etnik yang diketuai oleh seorang dai (Bernard Lewis,1967: 49).Gambaran yang dideskripsikan oleh Lewis di atas sangat menarik, karena hal seperti ini pulasebenarnya yang memacu seseorang untuk melaksanakan jihad fi sabilillah dengan mengangkatpedang. Penjelasan mengenai surga
—
seperti yang dipaparkan dalam al-
Qur‘an—
yang di dalamnyaterdapat sungai anggur, madu, dan susu, perempuan-perempuan cantik, serta kebun-kebun yangbelum pernah dilihat di mata disuguhkan secara konkrit oleh sang mahaguru, sehingga pemuda yangdisiapkan menjadi hasyasyin benar-benar percaya dan tidak memiliki alasan untuk tidak percayabahwa itulah surga. Dan memang pada masa perang salib, hal ini memberikan kesan yang mendalammengenai taktik dan strategi hasyasyin dalam meneror dan membunuh target-target yang menjadikorbannya. Dan tidak itu saja, Lewis mensinyalir bahwa hasyasyin juga sering disewa oleh orang-orang Barat untuk membunuh musuh-musuhnya. Dalam setiap pembunuhan yang mereka lakukan,baik di persia maupun di Syiria, para Hasyasyin selalu menggunakan belati; tidak pernah memakairacun atau peluru meskipun dalam banyak kesempatan hal itu akan membuat pembunuhan menjadilebih mudah dan lebih aman. Menurut Lewis, seorang Hasyasyin hampir pasti selalu tertangkap, danbiasanya mereka memang tidak berusaha melarikan diri; bahkan ada anggapan bahwa selamatsetelah melaksanakan tugas merupakan suatu hal yang memalukan. Seorang pengarang Barat abad
XII mengatakan: ―ketika kemudian ada beberapa orang di antara mereka yang memilih mati dengancara ini… dia sendiri (baca: sang ketua) akan memberi mereka pisa
u yang menurutnya memang
disiapkan untuk itu…‖(Bernard Lewis, 1967: 47). Hal ini dikarenakan sang hasyasyin benar
-benarmengharapkan surga.
Sisa-sisa Hasyasyin Saat Ini (Abad XIX-XX)
Bagaimana keadaan sekte ini pada saat ini? Lewis dalam buku Assassins mengungkapkan bahwapada 1833, dalam Journal of The Royal Geographical Society, seorang pegawai British yang dikenaldengan Colonel W. Monteith dalam perjalanannya telah sampai pada pintu masuk lembah Alamut,tetapi belum benar-benar sampai atau mengenali istana tersebut. Lebih jauh dia menuliskan bahwahal ini kemudian berhasil dilakukan oleh seorang saudara W. Monteith, Lieutenant Colonel (sir)Justin Sheil, yang laporannya diterbitkan pada jurnal yang sama tahun 1838. Seorang pegawaiBritish yang ketiga yang bernama Stewart mengunjungi istana tersebut beberapa tahun kemudian.Setelah itu, baru satu abad kemudian penelitian mengenai Alamut dimulai lagi.Data ini kemudian Lewis perkuat dengan mengatakan bahwa, pada 1811, Rousseau, konsul dariAleppo, dalam sebuah perjalanan ke Persia menyelidiki pengikut Ismailiyah dan kaget saatmengetahui bahwa di kota tersebut masih banyak yang masih setia pada seorang imam yang bergarisketurunan Ismail. Nama imam tersebut adalah Shah Khalilullah, ia tinggal di sebuah desa yangbernama Kehk, dekat Qumm, yang terletak diantara Tehran dan Isfahan. Menurut Rousseau, Shah
Khalilullah hampir dianggap sebagai tuhan oleh para pengikutnya, dan dianggap memiliki mu‘jizat,
dan mereka terus menerus mempersembahkan harta kekayaan dari harta benda milik mereka danseringkali mereka menjulukinya sebagai khalifah. Bahkan banyak pengikut Ismailiyah yang beradadi India, mereka secara reguler datang ke Kehk melalui pinggiran sungai Gangga dan Indus untuk
5
menerima berkah dari imam mereka, sebagai balasan kebaikan dan sumbangan mereka (BernardLewis, 1967: 14).Pada tahun 1825 seorang pelancong Inggris, J.B. Fraser mengkonfirmasikan keberadaan pengikutIsmailiyah di Persia dan ketaatan mereka kepada para pemimpinnya, meski mereka tidak lagimempraktekkan pembunuhan dengan perintah para pemimpinnya; namun hingga saat ini Shah ataupemimpin sekte tersebut dipuja secara membabi buta oleh para pengikutnya yang masih tersisa,meskipun kegiatannya benar-benar sudah berbeda dengan karakter sekte pada awalnya. Ada jugabeberapa pengikut sekte ini yang bertempat tinggal di India, yang masih setia pada pemimpinnya.Pemimpin yang dahulu, Shah Khalilullah telah terbunuh di Yazd beberapa tahun sebelumnya (tahun1817), oleh para pemberontak yang melawan gubernur. Dia kemudian digantikan
–
dalam kapasitaskeagamaannya
—
oleh salah seorang anaknya yang mendapatkan penghormatan serupa dari sektetersebut.Lebih jauh, Lewis mengungkapkan bahwa pada Desember 1850 sebuah kasus pembunuhan yangbesar disidangkan pada pengadilan kriminal di Bombay empat orang tergeletak dan terbunuh dijalan pada siang hari bolong, yang merupakan akibat adanya perbedaan pendapat dalam komunitaskeagamaan tempat mereka berada. Sembilan belas orang diadili dan empat dari mereka divonis matidan digantung. Para korban serta para penyerangnya dikenal sebagai orang-orang Khoja; sebuahkomunitas kecil, kebanyakan terdiri dari pedagang di daerah Bombay dan beberapa bagian lain diIndia.Kejadian tersebut dipicu oleh sebuah perselisihan yang telah berlangsung selama dua puluh tahunlebih. Kejadian tersebut dimulai pada 1827, ketika sebuah kelompok Khoja menolak untuk membayar Upeti kepada pemimpin sekte mereka yang tinggal di Persia. Pemimpin tersebut adalahputera dari Shah Khalilullah, yang menggantikan ayahnya yang terbunuh pada 1817. Pada 1818 SyahPersia menunjuknya menjadi gubernur Mahallat dan Qumm, dan memberinya gelar Aga Khan.Dengan gelar inilah dia beserta keturunannya dikenal secara luas. Menghadapi penolakan tiba-tibayang dilakukan oleh para pengikutnya di India untuk membayar kewajiban-kewajiban keagamaanmereka, Aga Khan mengirimkan utusan khusus dari Persia ke Bombay agar mereka kembali kedalam kelompok. Turut serta dalam utusan tersebut nenek Aga Khan yang akan berpidato pada parapengikut Khoja di Bombay untuk memperoleh kembali kesetiaan mereka. Mayoritas komunitasKhoja masih setia kepada pemimpin mereka, tetapi ada sekelompok kecil yang masih tetapbersikukuh pada sikap menentang dan menegaskan bahwa mereka tidak mempunyai kewajibanuntuk patuh terhadap Aga Khan dan tidak mengakui bahwa komunitas Khoja masih terikatdengannya. Dampak konflik tersebut melahirkan ketegangan dalam komunitas Khoja dan berpuncak dengan pembunuhan di tahun 1850.Pada saat itu Aga Khan sendiri telah meninggalkan Persia, karena dia tidak berhasil memimpinsebuah pemberontakan melawan Shah, dan setelah tinggal sebentar di Afghanistan, ia kemudianberlindung di India. Jasanya kepada kepada orang-orang Inggris di Afghanistan dan Sindmembuatnya memperoleh terima kasih dari mereka. Setelah pada awalnya tinggal di Sind dankemudian di Calcuta, dia akhirnya tinggal di Bombay dimana dia mengukuhkan dirinya sebagaipemimpin komunitas Khoja. Kendati demikian ada beberapa orang yang tidak setuju yang kemudianmenentangnya, orang-orang tersebut menggunakan sarana-sarana hukum untuk mengalahkannya.Setelah mengadakan persiapan, pada bulan april 1866, kelompok penentang itu mengajukan berkas-
6
berkas tuntutan perkara kepada pengadilan tinggi di Bombay, dengan tuntutan agar Aga Khandilarang melakukan intervensi terhadap urusan-urusan serta hak milik komunitas Khoja.Masalah ini ditangani oleh Hakim Ketua Sir Joseph Arnould. Hearing berlangsung selama 25 hari,dan melibatkan hampir seluruh elemen pengadilan. Kedua kelompok mengajukan argumentasi-argumentasi serta berkas-berkas perkara, penyelidikan-penyelidikan yang dilakukan oleh pengadilancukup luas dan mendalam, baik dalam aspek sejarah, garis keturunan, teologi dan hukum. Aga Khansendiri memberikan kesaksian dan mengemukakan bukti-bukti tentang keturunannya. Pada tanggal12 November 1866 Sir Joseph Arnould menyampaikan keputusan. Komunitas Khoja Bombay,menurutnya, merupakan bagian dari komunitas besar Khoja di India yang ajarannya berasal dariIsmailiyah yang merupakan cabang dari Syiah; mereka adalah sebuah sekte yang para leluhurnyaberasal dari Hindu, yang telah berpindah keyakinan ke dalam kepercayaan Syiah Ismailiyah; sertaselalu dan masih terikat hubungan kesetiaan spiritual terhadap para imam Ismailiyah. Mereka telahdijadikan pengikut pada 400 tahun yang lalu oleh dai-dai Ismailiyah dari Persia, dan tetap berada dibawah pengaruh otoritas spiritual imam-imam Ismailiyah, yang imam terakhirnya adalah Aga Khan.Para imam tersebut keturunan dari para raja Alamut, dan melalui mereka, menjadi keturunanKhalifah Fathimiyah di Mesir, dan akhirnya keturunan Nabi SAW. Pengikut mereka pada abadpertengahan terkenal dengan nama Hasyasyi.Tampaknya Lewis sangat percaya dengan keputusan Arnould yang dengan didukung oleh data-data dan argumentasi historis yang kuat, kemudian secara legal mengukuhkan status komunitasKhoja sebagai bagian dari Ismailiyah, bahwa Ismailiyah merupakan keturunan dari para Hasyasyin,dan Aga Khan sebagai pemimpin spiritual Ismailiyah dan keturunan dari imam-imam Alamut.Keputusan Arnould juga menimbulkan perhatian terhadap eksistensi komunitas Ismailiyah didaerah-daerah lain di seluruh dunia, orang-orang yang sebenarnya tidak mengakui Aga Khan sebagaipemimpin mereka. Kelompok-kelompok ini biasanya merupakan kelompok minoritas, berada didaerah terpencil dan terisolasi, sulit dicapai dari manapun, suka menyembunyikan pudarnyakepercayaan dan hilangnya karya-karya tulis mereka. Beberapa tulisan dalam bentuk manuskripsampai ke tangan para sarjana. Pada awalnya kesemuanya datang dari Syiria
–
wilayah pertama yangmenjadi pusat perhatian orang-orang Barat modern untuk menyelidiki Ismailiyah, baik pada eramodern maupun pada abad pertengahan. Yang lain kemudian menyusul, dari berbagai wilayah yangberbeda-beda. Pada tahun 1903, seorang pedagang Italia, Caproti, membawa sekitar 60-an manuskrip
Arab dari San‘a, di Yaman, yang menjadi
kumpulan buku pertama yang disimpan di perpustakaanAmbrosiana, di Milan. Dalam pemeriksaan, mereka juga mengerjakan karya-karya yang berisidoktrin-doktrin Ismailiyah, yang berasal dari pengikut-pengikut Ismailiyah yang masih hidup diArab bagian selatan. Di antara buku-buku tersebut, ada yang berisi sandi-sandi rahasia. Ketika diEropa sudah tidak ada sumber-sumber baru lagi, para Sarjana Russia, yang telah menerima beberapamanuskrip sekte Ismailiyah dari Syiria, menemukan bahwa di negara mereka juga ada pengikutIsmailiyah yang tinggal di perbatasan kerajaan mereka, dan pada tahun 1902 Count AlexisBibrinskoy menerbitkan sebuah laporan tentang pengorganisasian dan penyebaran orang-orangIsmailiyah di Russia, Asia Tengah. Pada waktu yang sama seorang pegawai kolonial A. Polostsevmemperoleh salinan sebuah buku keagamaan sekte Ismailiyah yang ditulis dalam bahasa Persia.Buku tersebut ditempatkan pada museum Asiatic milik Russian Academy of the Scientist. Salinanlainnya menyusul, dan antara 1914 dan 1918 museum tersebut mendapatkan sebuah koleksimanuskrip Ismailiyah yang dibawa dari Shugnan -yang terletak diatas sungai Oxus- oleh duaorientalis I.I. Zarubin dan A.A. Semyonov. Dengan manuskrip-manuskrip ini serta manuskrip-
7
manuskrip yang didapatkan setelahnya, para sarjana Russian mampu menyelidiki literaturkeagamaan dan kepercayaan sekte Ismailiyah Pamir dan beberapa distrik yang berbatasan denganAfghanistan di Badakhsan.
Kritik Atas Lewis
Ada beberapa poin yang hendak saya pakai dalam mengulas dan mengkritisi Lewis ini. Poin-pointersebut antara lain: pertama, mencoba mengenali karakter hasyasyin dalam konteks Timur Tengahsaat ini, terutama kaitannya dengan terorisme yang seringkali menyudutkan umat Islam; kedua,melihat posisi Lewis sebagai seorang orientalis yang menjadi rujukan masyarakat Barat dalammasalah Irak, Iran, dan Afghanistan, serta rujukan-rujukan buku yang digunakannya; ketiga,menempatkan posisi Lewis dalam kerangka kritik Edward Said dalam membongkar ideologiorientalisme.
· Mengenali Karakter Hasyasyin Pada Konteks Saat Ini
Di beberapa negara Islam, kasus adanya bom bunuh diri merupakan satu hal yang tidak aneh dantidak mengejutkan. Biasanya bom bunuh diri baik dibawa sendiri ataupun diledakkan sendiri daridalam mobil, merupakan karakter khas dari orang-orang yang merasa dirinya kalah dan kehilanganakal dalam menghadapi musuhnya. Pada saat ini, hal seperti ini banyak dilakukan kelompok ekstrimIslam kepada Barat (yang menurut mereka adalah kafir yang harus diperangi). Jika dianalogkandengan hasyasyin, berarti kejadian pemboman ini tidak berasal dari ruang hampa. Karena hasyasyinpun juga tidak mau melarikan diri setelah targetnya berhasil dibunuh, bahkan jika disuruh sang gurupun dia akan membunuh dirinya sendiri, bahkan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, bilatarget musuhnya sudah terbunuh dan misinya tercapai, si hasyasyin tidak melarikan diri, mereka siapdan surga sudah ada di depan mereka (satu kepercayaan yang sama sekali tidak dapat dipahami padasaat ini
—
bagaimana membunuh orang bisa dikatakan masuk surga. Hal yang sama pula dengan yangdilakukan oleh para pembajak dua pesawat yang ditabrakkan pada gedung WTC AS pada 2001.Tidak hanya ke Barat saja, di dalam Islam sendiri pun juga sering terjadi bom bunuh diri, misalnya diIrak ataupun Iran, dimana targetnya adalah orang Islam sendiri namun berbeda pandangan dengan sipembawa bom bunuh diri. Hal ini paling tidak menunjuk pada adanya analogi hasyasyin pada masalalu dengan masa sekarang, hanya saja peralatan dan modusnya saja yang berbeda bentuk.Dalam kasus ini, penelitian Lewis dalam buku The Assassins menemukan relevansinya, sehinggakemudian tak heran jika dia menjadi salah satu staf Ahli militer Bush dalam penyerangan ke Irak demi menghancurkan al-Qaeda yang dianggap organisasi teroris. Karena di samping dianggapkompeten dalam masalah ini, dia juga pakar masalah Middle East.
· Melihat Sumber-sumber yang Digunakan Lewis
Saya melihat data-data yang digunakan oleh Lewis kebanyakan adalah data-data yang berasal daripara orientalis sebelumnya. Memang ada beberapa rujukan yang digunakan Lewis yang berasal darisarjana muslim, seperti al-Juwaini, Rashid ad-Din, dan lain-lain, namun yang dipergunakan adalahsumber-sumber dari pihak lawan. Memang dia mengatakan bahwa sumber-sumber mengenaiIsmailiyah yang ditulis oleh orang dalam sudah banyak dibakar dan dihancurkan seiring dengandihancurkannya Ismailiyyah dan Alamut, sehingga data-data dari perspektif insider sama sekali tidak tercover di sini. Yang menarik di sini adalah, kepiawaian Lewis dalam menggiring opini mengenai
8
keburukan dari hasyasyin, seolah-olah kelompok ini sama sekali tidak ada sisi kebaikannya. Yangtak kalah menariknya adalah dia mendukung hal ini dengan data-data konkrit. Seolah dia hendak membuat satu kebenaran mengenai buruknya hasyasyin, tanpa harus mengetahui berbagai motif yangkonkret yang dijadikan argumen oleh kelompok ini. Jika meminjam bahasa Michel Foucault,kebenaran adalah kekuasaan. Bagi Foucault, terdapat lima ciri politik ekonomi keberan: kebenaranberpusat pada bentuk diskursus ilmiah dan istitusi yang memproduksinya. Ia adalah subjek bagirangsangan konstan ekonomi dan politik (kebutuhan akan kebenaran sama banyaknya denganproduksi ekonomi atau kekuasaan politik); ia adalah objek difusi besar-besaran dan konsumsi besar-besaran (yang beredar melalui perangkay pendidikan dan informasi yang meluas secara relatif dalam;lembaga sosial, tanpa ada batas yang tegas); ia diproduksi dan ditransmisikan di bawah aparatursentral dan dominan
—
kalau tidak eksklusif
—
dari segelintir aparatur besar politik dan ekonomi(universitas, angkatan bersenjata, tulisan, dan medua); dan yang terakhir ia adalah masalah darikeseluruhan debat politik dan konfrontasi sosial (perjuangan ideologis) (Michel Foucault, 1980: 131-132).Lewis membentuk kebenaran melalui data-data yang didisplay olehnya, sehingga ketika buku initelah jadi dan tersebar, buku inipun dikonsumsi dan membentuk satu opini publik AS mengenaigerakan-gerakan militan Islam. Hal inilah yang perlu dicermati dari sosok Lewis. Akhirnya peta-petaterorisme di dunia timur tengah yang terbentuk jika membaca buku ini adalah Iran, Irak, Syiria, danAfghanistan.
· Bernard Lewis dalam Kerangka Kritik Edward Said
Bagi Edward W. Said, Lewis merupakan kasus yang menarik untuk dikaji lebih lanjut karenakedudukannya dalam dunia politik Timur-Tengah, Inggris, dan Amerika adalah sebagai seorang
orientalis kawakan. Apa pun yang ditulisnya akan selalu dibarengi dengan ―otoritas‖ dan ―validitas‖
yang diberikan masyarakat Eropa pada setiap karyanya. Menurut Said, selama kira-kira setengahdasawarsa, karya-karya Lewis hampir selalu bersifat agresif ideologis meskipun ia tidak bisa lepasdari kesulitan dan ironi. Lebih jauh Said menyatakan bahwa tulisan Lewis bukanlah salah satucontoh sempurna akademisi orientalis yang berlandaskan pada pengetahuan yang benar-benarobjektif. Lebih dari itu, tulisan Lewis justru lebih dekat pada tulisan yang berwujud propagandistis,yakni dengan menentang objek bahasannya (Edward W. Said, 1978: 318-320). Meski demikian,kenyataan ini tentu bukan sesuatu yang mengejutkan bagi siapa pun yang akrab dengan sejarahorientalisme. Yang jelas, tulisan Lewis ini lebih tampak sebagai salah satu skan
dal ―kecendekiaan‖
yang paling akhir dan yang paling sering tidak mendapatkan kritik yang memadai dari paracendekiawan lainnya di Barat. Tulisan hasyasyin ini merupakan salah satu tulisan yang digarapLewis untuk menentang objek bahasannya sendiri. Secara lebih jauh Said menegaskan bahwaideologi Lewis mengenai Islam adalah bahwa Islam tidak pernah berubah, dan dengan bahasa yanglebih vukgar lagi Said menyatakan bahwa Lewis memiliki misi untuk memberikan informasi kepadamasyarakat pembacanya yang konservatif, Yahudi, dan siapapun juga yang sudi mendengar, bahwasemua penuturan politik, sejarah, dan kecendekiaan mengenai kaum muslim harus dimulai dandiakhiri dengan kenyataan bahwa kaum muslim tetaplah kaum muslim (tidak berubah), tak lebih dariitu. Dari sini pula kita melihat bahwa salah satu cara untuk menelanjangi pemikiran Lewis adalahdengan menggunakan kacamata pendekatan poskolonialisme.Secara lebih jauh, bagi Said, orientalisme merupakan suatu aliran penafsiran yang menjadikanTimur, peradaban-peradabannya, orang-orangnya, dan lokalitas-lokalitasnya sebagai objek
9
interpretasi. Dan yang menarik menurut Edward Said, aliran ini selalu mendapat legitimasi yangbesar secara moral. Secara lebih jauh Said mengatakan bahwa selama masih dalam kesadaran barat,Timur hanyalah satu kata yang kemudian diberi makna, asosiasi, dan konotasi. Bahkan semua hal initidak harus merujuk
pada Timur ‗yang sebenarnya‘ tetapi hal
-hal lain yang berhubungan dengankawasan itu (Edward W. Said, 1978: 318-320).
Daftar Pustaka
Ajid Thahir,
Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam
, Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2004.Bosworth,
The Islamic Dynasties
, terjemah: Ilyas Hasan, Bandung: Mizan, 1993.Bernard Lewis,
The Assassins: Radical Sect In Islam
, London: Al Saqi Books. 1967.Edward Burman,
The Assassins: Holy Killers of Islam
, Ed. Crucible, Wellingborough, 1987,Edward W. Said,
Orientalism
, New York: Vintage Books, 1978.Michel Foucault,
Power/Knowledge
, New York: Pantheon Books, 1980.Philip K. Hitti,
The History of Arabs
, Jakarta: Serambi, 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar