Hadits Nabi saw tentang kondisi manusia; "Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya, tentang masa mudanya, digunakan untuk apa, tentang hartanya, dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu." (HR. Tirmidzi).

Senin, 03 Juli 2017

ARTI DAN MAKNA TAFFAKUR

Definisi Kata tafakur/ta·fa·kur/ n menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: 1 renungan; perenungan; 2 perihal merenung, memikirkan, atau menimbang-nimbang dengan sungguh-sungguh; 3 pengheningan cipta;

Tafakur berasal dari kata TAFAKKARO yang artinya merenungkan atau memikirkan.

Tafakur merupakan perbuatan yang diperintahkan dalam agama dan ditujukan bagi mereka yang memiliki pengetahuan untuk merenungkan berbagai fenomena alam.

Allah swt Berfirman: "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S 3 Ali-Imran: 190-191)

Secara umum, objek tafakur adalah memikirkan dan merenungkan makhluk Allah swt.. Termasuk dalam katagori Makhluk Allah ialah alam semesta beserta segala yang dikandungnya.

Perenungan terhadap gejala alam sangat bermanfaat dalam rangka mengungkap tanda-tanda kekuasaan Allah sehingga manusia menjadi tunduk, patuh, dan taat kepada Penciptanya, yakni Allah swt.

Batasan penting yang harus diperhatikan dalam bertafakur ialah bahwa kaum Mukminin dilarang memikirkan atau merenungkan Dzat Allah swt. Seseorang pernah bertanya kepada Imam Malik bin Anas tentang bagaimana bersemayamnya Allah (istawa) di atas Arasy, maka sang imam pun berfikir sejenak lantas memberikan jawaban :

الاستواءمعلوم والكيف غير معلوم والايمان به واجب والسوءال عنه بدعة

"Istiwa' itu telah diketahui maknanya, tetapi bagaimana caranya tidak diketahui, mengimaninya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah bidah.

Jawaban Imam Malik ini selanjutnya jadi kaidah yang terkenal di kalangan para ulama dalam menyikapi persoalan seputar Dzat dan Sifat Allah.

Dengan demikian, terlarang hukumnya bagi seorang Mukmin untuk bertafakur memikirkan Dzat atau Sifat Allah swt. Syekh Sa'id bin Wahf al-Qahthan menjelaskan dalam kitab Syarhu 'Aqidatil Wasithiyyah, bahwa yang harus kita lakukan mengenai keberadaan dalil-dalil yang memaparkan tentang Dzat atau Sifat Allah ialah mengimani dan menetapkan tanpa takwil (tafsir), takyif (bertanya tentang caranya), ta'thil (menolak sebagian atau seluruhnya), dan tamtsil (menyetarakannya dengan zat atau sifat makhluk).

Selanjutnya, termasuk dalam aktivitas tafakur ialah menelaah Ayat-ayat Allah swt. sehingga dapat dipahami dan di amalkan dengan benar dalam kehidupan sehari-hari. Yang patut menjadi perhatian, sebagaimana disinggung di atas, perintah menafakuri Ayat-ayat Allah hanya ditujukan bagi mereka yang memiliki pengetahuan, terutama pengetahuan agama.

Memikirkan Ayat-ayat Allah tidak dapat dilakukan kecuali terlebih dahulu mengetahui ilmu yang berhubungan dengan ayat- tersebut. Wallahu 'Alam...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

MENJUAL AGAMA PADA PENGUASA DISIFATI ANJING DALAM AL QURAN

Pemimpin/Ulama adalah cermin dari umat atau rakyat yang dipimpinnya. Definisi Ulama (wikipedia) adalah pemuka agama atau pemimpin agama ...

Popular Post