Para pedagang yang tidak lalai dalam mengingat Allah, mendirikan shalat (berjamaah di masjid) dan membayar zakat – mereka yang dipuji langsung oleh Allah dan mendapat cahaya!
Oleh: Muhaimin Iqbal
CAHAYA Allah itu digambarkan sebagai cahaya di atas cahaya, seperti minyak terbaik dari zaitun terbaik yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, minyak yang seolah bercahaya meskipun belum dinyalakan apinya. Jalan menuju cahaya Allah ini diberikan kepada siapa saja yang dikehendakiNya, di antaranya adalah kepada para pengusaha dan pedagang. Tetapi pengusaha atau pedagang seperti apa yang akan mendapatkan petunjuk kepada cahayaNya ini?
Kabar baik bagi para pengusaha dan pedagang muslim itu datangnya dari rangkaian ayat berikut:
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونِةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS: An-Nuur [24] :35)
“Bertasbih kepada Allah di mesjid-mesjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,” (QS: an-Nuur [24]:36)
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sholat, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang.” (QS: an-Nuur [24]:37)
“(Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS: an-Nuur [24]:38)
Dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan asbabunnuzul dari QS: An-Nuur [24] :37-38 tersebut adalah ketika kaum muslimin sibuk berdagang di pasar, namun ketika mendengar suara Adzan mereka segera menutupi barang dagangannya untuk bisa sholat di masjid, Ibnu Umar pun berkata: “Pada merekalah turun ayat : Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah.” (HR. Ibnu Hatim dan Ibnu Jarir)
Para pedagang yang tidak lalai dalam mengingat Allah, mendirikan sholat (berjamaah di masjid) dan membayar zakat – mereka dipuji langsung oleh Allah melalui ayat-ayat tersebut diatas. Mereka juga menjadi salah satu contoh dari orang-orang yang Allah bimbing kepada cahaya-Nya, sebagaimana yang dijelaskan di dua ayat sebelumnya.
Lebih dari itu, pedagang yang berperilaku demikian juga akan mendapatkan balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan, ditambahkan pula karuniaNya dan diberi rezeki yang tanpa batas!
Di surat lain Surat Al-Jumu’ah ayat 9 dan 10 Allah juga menjanjikan keuntungan bagi para pedagang yang bersegera memenuhi panggilan Allah untuk sholat Jum’at meninggalkan jual belinya, dan banyak-banyak mengingat Allah ketika mereka melanjutkan perdagangannya setelah selesai shalat.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيراً لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan sembahyang pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS: al-Jumuah [62]: 9-10)
Bila pujian Allah, balasan yang lebih baik dari apa yang dikerjakan, tambahan karunianya, keberuntungan dan rezeki yang tanpa batas diberikan kepada para pengusaha dan pedagang yang tidak lalai dari mengingat Allah, mendirikan sholat dan membayar zakat – lantas apa balasan bagi yang melalaikan Allah ketika berusaha atau berdagang?
Jawabannya adalah kerugian! Rugi di dunia maupun di akhirat. Mereka bekerja keras sampai lupa shalat dan lupa mengingat Allah – padahal justru dengan cara ini mereka tidak akan mendapatkan lebih dari yang Allah tentukan, kerugian demi kerugianlah yang akan mereka derita.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS: al Munafiqun [63] :9)
Dari uraian di atas kita tahu seperti apa para pengusaha dan pedagang (juga profesi-profesi lainnya) yang akan beruntung, mendapatkan hasil lebih dari yang mereka upayakan, mendapat tambahan rahmat dan rezeki yang tanpa batas itu. Kita juga tahu siapa yang akan rugi.
Pertanyaannya adalah lantas bagaimana ini kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita dalam berusaha, berdagang ataupun menjalani profesi lainnya? Ada yang bisa kita lakukan sendiri, tetapi ada juga yang harus dilakukan bersama-sama secara berjamaah dalam lingkungan masyarakat kita.
Yang bisa dilakukan sendiri adalah misalnya memperbaiki respon diri kita ketika mendengar suara adzan dan kita lagi asyik bekerja, kita tidak lagi cuek tetapi bersegera memenuhi panggilanNya. Banyak-banyak mengingat Allah dalam pekerjaan keseharian kita, ketika kita mendesign produk, ketika membuat akad, ketika berjual beli, ketika membuat kebijakan publik dlsb, kita ingat bahwa Allah melihat apa-pun yang kita lakukan, besar atau kecil, yang dhohir maupun yang batin.
Yang harus dilakukan secara berjamaah dengan lingkungan misalnya adalah memperbaiki budaya kerja di perusahaan atau instansi. Ingat bahwa yang membuat usaha kita sukses bukanlah budaya kerja keras sedemikian rupa sampai karyawan-karyawan kita melalaikan sholatnya.
Yang membuat usaha kita sukses lebih dari yang bisa kita lakukan adalah bila perusahaan kita bisa menciptakan budaya kerja keras, namun seluruh aktivitas kerja bisa berhenti dan merespon panggilan sholat berjamaah tepat waktu. Yang membuat usaha selamat adalah karyawan-karyawan yang ingat Allah dan takut kepada hari akhir.
Bagaimana kalau suara adzan tidak terdengar dari tempat kerja kita? Bagaimana kalau lokasi masjid jauh sedemikian rupa sehingga pergi ke masjid menjadi terasa berat? Bagaimana kalau masjid-masjid hanya berada di basement atau sudut-sudut bangunan yang sempit sehingga orang harus berjubel antri untuk bisa sholat berjamaah?
Itulah masalah-masalah yang dihadapi umat sekarang karena peradaban kota tidak di tangan umat ini. Yang membuat pasar, yang memiliki gedung tinggi, yang membuat kota mandiri dlsb. bukan umat kita sehingga mereka hanya ala kadarnya saja memenuhi kebutuhan kita. Bahkan karena peradaban Islam lagi tidak dominan di jaman ini, bangunan-bangunan perkantoran, pasar dan komplek-komplek yang dibangun dan dimiliki orang Islam-pun belum didesign untuk menjadi kondusif bagi penghuninya untuk melaksanakan apa-apa yang disebut di ayat-ayat tersebut di atas.
Maka inilah fardhu kifayah kita untuk bisa mengembalikan peradaban Islam, dimana lingkungan aktivitas hidup umat ini bisa menjadi kembali kondusif untuk banyak-banyak mengingat Allah dan bersegera memenuhi panggilanNya. Inilah contoh yang diberikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika membuat pasar yang sedemikian rupa tidak terlalu jauh dari Masjid sehingga para pedagangnya bisa bersegera memenuhi panggilan Adzan dan mempertahankan ‘ruh’ atau suasana kejiwaan yang terbawa dari masjid ke pasar.
Diperlukan kerja jama’i dari umat ini untuk bisa membangun gedung-gedung pusat perniagaan, tempat tinggal, pusat pemerintahan, komplek perumahan dlsb. yang menghadirkan masjid sebagai pusat aktivitasnya. Apapun aktivitas penghuninya, begitu mendengar suara adzan mereka bisa langsung berduyun-duyun ke masjid untuk memenuhi panggilanNya.
Masyarakat seperti inilah yang akan beruntung itu, masyarakat yang memperoleh hasil lebih dari yang mereka bisa kerjakan, masyarakat yang mendapatkan rezeki yang tanpa batas, masyarakat yang memperoleh petunjuk kepada cahayaNya.
Maka bukan suatu kebetulan kalau do’a dalam perjalanan menuju masjid yang dicontohkan itu juga terkait dengan cahayaNya ini :
“Ya Allah, jadikanlah cahaya dalam hatiku, cahaya di pandanganku, cahaya dalam pendengaranku, cahaya dari kananku, cahaya dari kiriku, cahaya dari atasku, cahaya dari bawahku, cahaya di hadapanku, cahaya di belakangku, dan jadikanlah untukku cahaya itu”
Karena langkah untuk menghadirkan generasi pengusaha dan pedagang yang memperoleh cahaya itu adalah langkah yang panjang dan besar - tidak mungkin kita lakukan sendiri, maka waktunya umat ini untuk berjama’ah, melupakan segala perbedaan yang ada – kecuali bila perbedaan itu menyangkut aqidah.
Kemudian secara bersama-sama, kita mensinergikan ilmu dan segala sumber daya yang ada untuk dapat mengembalikan peradaban Islam yang utuh dalam software maupun hardware-nya, ilmu maupun amalnya, teori dan prakteknya. Dalam skala kecil, inilah yang ingin coba kita mulai hadirkan melalui Rumah Hikmah, Baitul Hikmah atau House of Wisdom yang sudah kita luncurkan diskusi perdananya pertengahan bulan ini.
InsyaAllah bulan Desember kita akan mengadakan diskusi dan rencana aksi (action plan) kedua, silahkan bila ada pembaca yang akan mengusulkan topik atau idenya – kalau bisa lengkap dengan calon pembicaranya yang dipandang mumpuni untuk maksud yang kita uraikan di atas. Waktu tepatnya akan dapat disesuaikan dengan nara sumber yang bersangkutan. Ditunggu, InsyaAllah!
Penulis adalah Direktur Gerai Dinar, kolumnis hidayatullah.com
Senin, 29 Juli 2013
Pedagang Yang Memperoleh Cahaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Entri yang Diunggulkan
MENJUAL AGAMA PADA PENGUASA DISIFATI ANJING DALAM AL QURAN
Pemimpin/Ulama adalah cermin dari umat atau rakyat yang dipimpinnya. Definisi Ulama (wikipedia) adalah pemuka agama atau pemimpin agama ...
Popular Post
-
Beberapa tahun belakangan, banyak sekali bermunculan ustadz dan penceramah baru di Indonesia. Patut disyukuri dengan banyaknya penceramah d...
-
Dari kaca mata Islam, apa makna istilah Murtad dan Mualaf? Ada hal mendasar yang membedakan antara mualaf dan murtadin. Mualaf adalah ...
-
Kalau Nonton Film-film kolosal Holywood yang bersetingg masa lalu, sering kali kita menyaksikan kehadiran Dewa-Dewi sebagai sosok yang di ag...
-
Penglihatan manusia tentu tidak bisa menjangkau benda yang berada di balik tembok. Contoh kecil di atas menunjukkan betapa indera manusia m...
-
Ini bukan cerita bualan alias “hoaks”. Dalam sebuah lukisan, sosok Bunda Maria sang Perawan Suci dalam agama Kristiani memang begitu angg...
-
Darah keturunan paling kaya dan pemimpin dari Yahudi Ashkenazi di dunia saat ini adalah keluarga Rothschild. Seperti yang akan Anda pelajar...
-
OLeh: Dr. Adian Husaini “Sejarah Gelap Para Paus – Kejahatan, Pembunuhan, dan Korupsi di Vatikan”. Itulah judul sebuah buku yang belum lama...
-
Ajaran dan pemikiran tentang satanisme ini dituangkan dalam tulisannya yang diberi judul Liber Legis yang intinya mengajarkan kebebasan manu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar