Hadits Nabi saw tentang kondisi manusia; "Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya, tentang masa mudanya, digunakan untuk apa, tentang hartanya, dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu." (HR. Tirmidzi).

Senin, 02 Oktober 2017

MAKNA LAPANG DAN SEMPITNYA REZEKI S'SEORANG


Adapun kesempitan ekonomi yang menimpa sebagian kita maka ini termasuk sunnatullah, menjadikan manusia bertingkat-tingkat dalam ekonomi.

(وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ فَمَا الَّذِينَ فُضِّلُوا بِرَادِّي رِزْقِهِمْ عَلَى مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَهُمْ فِيهِ سَوَاءٌ أَفَبِنِعْمَةِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ) (النحل:71)

“Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan) rezeki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.” (Qs. 16:71)

Sebagian Allah luaskan rezekinya dan sebagian Allah sempitkan Dan Allah melakukan apa yang Dia inginkan.. Allah meluaskan rezeki untuk sebagian dengan hikmah dan tujuan. Dan Allah sempitkan rezeki bagi yang lain dengan hikmah dan tujuan. Allah Maha Tahu apa yang terbaik untuk kita, Allah Maha Adil tidak akan mendhalimi hamba-hambaNya.

Diantaranya hikmahnya adalah supaya manusia bisa saling memenuhi kebutuhan hidupnya. Bayangkan seandainya Allah menjadikan semua orang punya harta banyak maka siapa yang mau kerja menjadi pembantu, menjadi sopir, jualan di pasar, nelayan, kuli, guru dll. Dan kalau semuanya miskin maka siapa yang akan membeli barang dagangan, siapa yang menggaji pegawai dll.

Allah berfirman:

(أَهُمْ يَقْسِمُونَ رَحْمَتَ رَبِّكَ نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضاً سُخْرِيّاً وَرَحْمَتُ رَبِّكَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ) (الزخرف:32)

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Qs. 43:32)

Ketahuilah akhi, sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah kehidupan sementara. Oleh karena itu janganlah bersedih karena Allah telah menyediakan bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh kenikmatan yang luar biasa yang kekal abadi di akhirat. Allah berfirman:

(اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ وَفَرِحُوا بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مَتَاعٌ) (الرعد:26)

“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan didunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (Qs. 13:26)

Hendaknya kita bersabar atas cobaan ini, sungguh kesabaran kita itu lebih baik bagi kita.
Berbaik sangkalah kepada Allah, Allah mengurangi rezeki untuk kemashlahatan kita, karena Allah tahu bahwa kalau kita diberi maka akan membuat kita lalai .

(وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ) (الشورى:27)

“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran.Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (Qs. 42:27)

Mana yang kita pilih, mendapatkan apa yang kita inginkan tapi kita menjadi jauh dari Allah, atau hidup sederhana tapi dekat kepada Allah?

Koreksilah diri kita, mungkin kita memiliki dosa-dosa yang masih kita kerjakan, entah itu kedhaliman kepada keluarga, durhaka kepada orang tua, dosa terhadap Allah, kurang memperhatikan kewajiban (shalat, puasa dll). Allah berfirman:

(وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ) (الشورى:30)

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Qs. 42:30)

Allah juga berfirman:

مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ وَأَرْسَلْنَاكَ لِلنَّاسِ رَسُولاً وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيداً) (النساء:79

“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” (Qs. 4:79)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا يرد القضاء إلا الدعاء ، ولا يزيد في العمر إلا البر ، وإن الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبه

“Tidak menolak ketentuan Allah kecuali doa, dan tidak menambah umur kecuali kebaikan, dan sungguh seseorang tertahan dari rezeki karena dosa yang dia lakukan.” (HR. Al-Baghawy dalam Syarhussunnah, hadist hasan, dari tsauban)

Kalau kita mau bertaubat dan kembali kepada Allah maka bergembiralah dengan kabar dari Allah :

(وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) (لأعراف:96)

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs. 7:96)

Keberkahan dari langit dan bumi. Dan keberkahan tidak harus banyaknya harta namun kebaikan yang banyak dan kecukupan yang dibawa harta tersebut meskipun hanya sedikit.

Allah balas orang yang mau takwa dan takut kepadaNya dengan diberikan jalan keluar terhadap semua masalah, dan diberikan rezeki dari arah yang tidak dia sangka.

( وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجاً)(الطلاق: من الآية2) )وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْراً) (الطلاق:3)

“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.” (Qs. 65:2) Dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Qs. 65:3)

Adapun keluasan rezeki tanpa ada ketakwaan kepada Allah seperti yang dimiliki oleh orang-orang kafir dan orang-orang yang bermaksiat kepada Allah maka itu adalah istidraj (diberi supaya bertambah jauh dari Allah kemudian diadzab dengan adzab yang pedih). Allah berfirman:

وَلا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْماً وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ) (آل عمران:178)

“Dan janganlah sekali-kali orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (Qs. 3:178)

Allah juga berfirman:

(وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآياتِنَا سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لا يَعْلَمُونَ) (لأعراف:182)

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dengan cara yang tidak mereka ketahui.” (Qs. 7:182)

Kemudian untuk memperbaiki kehidupan kita dalam masalah ekonomi maka tidak ada jalan lain kecuali kembali kepada agama Dzat Yang Maha Memberi Rezeki, yang perbendaharaan langit dan bumi menjadi milikNya.

Diantara bentuk kembali kepada agama Allah adalah:

Pertama: Beriman kepada takdir
Seseorang muslim hendaklah meyakini dengan seyakin-yakinnya bahwa rezeki sudah ditulis dan ditentukan oleh Allah, tidak akan bertambah dan tidak akan berkurang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كتب الله مقادير الخلائق قبل أن يخلق السماوات والأرض بخمسين ألف سنة

“Allah telah menulis takdir-takdir untuk ciptaanNya 50 ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.” (HR. Muslim, dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash.)

Lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi sudah ditulis takdir kita, diantaranya sudah ditulis rezekinya. Si fulan selama hidupnya akan memakan beras berapa ton, meminum air berapa ribu liter, kekayaan sekian semuanya sudah Allah tulis di lauhil Mahfudz.

Kemudian dalam hadist Ibnu Mas’ud: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa ketika janin dalam perut berumur 120 hari atau 4 bulan kurang lebih:

فينفخ فيه الروح ويؤمر بأربع كلمات بكتب رزقه وأجله وعمله وشقي أو سعيد

“Maka malaikat meniupkan ruh kepada janin tersebut, dan diperintah untuk menulis 4 perkara, rezekinya, ajalnya, amalannya, dia termasuk penduduk neraka yang celaka atau penduduk surga yang bahagia.” (HR. Muslim)

Demikianlah seorang bayi sebelum lahir sudah ditulis rezekinya oleh malaikat dengan perintah dari Allah, dan apa yang ditulis malaikat tersebut tidak menyimpang dari apa yang sudah tertuang di Al-lauhil Mahfudz.
Kemudian apa yang tertulis tersebut pasti akan terjadi. Tidak akan ada seorangpun yang bisa merubahnya. Seseorang tidak bisa merebut rezeki orang lain, dan tidak bisa direbut rezekinya. Masing-masing sudah memiliki rezeki yang sudah ditentukan.

Kedua: Mengambil sebab rezeki dengan bekerja dan berusaha
Allah yang telah menulis rezeki kita Dia pulalah yang telah memerintah manusia untuk berusaha dan bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, sebagaimana dalam firmanNya:

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memberikan motivasi kepada kita untuk berusaha dan tidak bergantung kepada orang lain, sebagaimana dalam hadist Abu Hurairah:

لأن يحتطب أحدكم حزمة على ظهره خير من أن يسأل أحدا فيعطيه أو يمنعه

“Sungguh salah seorang dari kalian mencari kayu bakar dan memikulnya di atas punggungnya itu lebih baik dari pada dia meminta-minta kepada manusia, baik memberi atau tidak memberi” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dan bukan berarti kalau kita berusaha kemudian kita tergolong orang yang tidak bertawakkal kepada Allah, bahkan ini termasuk kesempurnaan ketawakkalan seorang mukmin kepada Allah.

Dari Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لو أنكم كنتم توكلون على الله حق توكله لرزقتم كما يرزق الطير تغدو خماصا وتروح بطانا

“Seandainya kalian benar-benar bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Allah memberi rezeki kepada burung-burung, pergi pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang” (HR. At-Tirmidzy dan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany)

Dalam hadist ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan bahwa termasuk tawakkal kepada Allah adalah berusaha, karena burung-burung mereka bertawakkal kepada Allah dan keluar dari sarangnya untuk mencari makan.
Demikian pula ada seorang sahabat  bertanya kepada Rasulullah: Ya Rasulullah, aku ikat unta ini kemudian bertawakkal atau aku lepaskan kemudian aku bertawakkal? Maka beliau menjawab: Ikatlah kemudian bertawakkal (HR. At-Tirmidzy dari Anas bin Malik , dan dihasankan Syeikh Al-Albany)

Dan seorang muslim dalam mencari rezeki hendaknya mengikuti adab-adab berikut:
A. Tujuan kita bekerja adalah untuk menopang ibadah kita.

Allah ta’ala tidaklah menciptakan kita kecuali untuk beribadah kepadaNya, Allah beriman :

(وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْأِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ) (الذريات:56)

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu”

Dan tidaklah Allah menciptakan alam semesta dan seiisinya kecuali supaya menjadi pendukung kita beribadah untuk mencari kebahagiaan di akhirat. Allah berfirman:

(وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا )(القصص: من الآية77)

“Dan carilah negeri akhirat di dalam apa-apa yang Allah berikan kepadamu, dan janganlah engkau lupakan bagianmu di dunia.”

Oleh karena hendaklah kita camkan bahwa niat kita berusaha dan bekerja adalah untuk mendukung ibadah kita kepada Allah. Kita bekerja untuk mendapatkan uang , untuk menutupi aurat kita, bisa kuat beribadah shalat, haji, shadaqah, untuk silaturrahmi ke rumah saudara, membiayai anak yatim, menjaga diri dari meminta-minta dll.
Yang sangat disayangkan adalah menjadikan uang menjadi seakan-akan tujuan kita diciptakan, dan melupakan ibadah.

B. Mencari rezeki yang halal

Rezeki yang haram merupakan sebab seseorang terjerumus ke dalam neraka, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
كل جسد نبت من سحت فالنار أولى به

“Setiap jasad yang tumbuh dari yang haram maka neraka lebih pantas untuknya.” (HR. Ath-Thabrany, dan dishahihkan Al-Albany dalam Shahihul Jami 4519)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda sebagaimana dalam hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa rezeki yang haram adalah diantara sebab tidak dikabulkannya doa. Siapa yang akan mengabulkan doa selain Allah?

C. Tidak bertawakkal kepada sebab tersebut.

Mengambil sebab adalah disyari’atkan, akan tetapi bertawakkal dan berserah diri kepada sebab dan menganggap bahwa sebab tersebut yang dengan sendirinya memberi manfaat maka ini adalah kesyirikan. Yang seharusnya adalah mengambil sebab dan tetap bertawakkal kepada Allah yang telah menciptakan sebab tersebut. Kalau Allah menghendaki maka kita akan diberi rezeki dengan sebab tersebut, dan kalau Allah menghendaki maka kita tidak diberi rezeki dengan sebab tersebut.

Dalam dzikir setelah shalat disebutkan:
لا إله إلا الله وحده لا شريك له له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير اللهم لا مانع لما أعطيت ولا معطي لما منعت ولا ينفع ذا الجد منك الجد
“Ya Allah tidak ada yang memberi apa yang Engkau tahan, dan tidak ada yang menahan apa yang Engkau beri” (HR. Al-Bukhary dan Muslim dari Al-Mughirah bin Syu’bah)

D. Merasa cukup dengan pemberian Allah (Qanaah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ليس الغنى عن كثرة العرض ولكن الغنى غنى النفس
“Bukanlah kekayaan itu dari banyaknya perhiasan dunia, akan tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa (merasa cukup dan kaya dengan pemberian Allah)”( HR. Al-Bukhary dan Muslim dari Abu Hurairah)

Orang yang tidak memiliki rasa qanaah maka hidupnya akan senantiasa dirundung rasa tamak dan kurang terus meskipun dia sudah memiliki banyak harta. Tidak pernah merasa puas dan cukup dengan harta yang Allah berikan. Dia tidak akan sadar sampai ajal menjemputnya.

E. Berdoa
Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap selesai salam dari shalat subuh beliau mengatakan:
اللهم إني اسألك علما نافعا ورزقا طيبا وعملا متقبلا

“Ya Allah aku memohon kepadaMu ilmu yang bermanfaat, dan rezeki yang baik, dan amal shaleh yang diterima.” (HR. Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syeikh Al-Albany )

Dan dalam doa keluar masjid:
اللهم إني أسألك من فضلك
“Ya Allah aku memohon diantara rezekiMu.” (HR. Muslim)

Sebagian ulama mengatakan: Kita mengucapkan doa ini karena ketika kita keluar masjid maka kita akan disibukkan dengan mencari rezeki.

F. Jangan sampai kesibukkan kita dalam mencari rezeki melalaikan kita dari menuntut ilmu, beribadah , dan berdakwah.

Mencari rezeki dan menuntut ilmu bukanlah 2 hal yang bertentangan bagi siapa yang diberi taufiq oleh Allah dan memiliki kesungguhan. Dari Umar bin Khaththab beliau berkata:
عن عمر قال : كنت أنا وجار لي من الأنصار في بني أمية بن زيد وهي من عوالي المدينة وكنا نتناوب النزول على رسول الله صلى الله عليه و سلم ينزل يوما وأنزل يوما فإذا نزلت جئته بخبر ذلك اليوم من الوحي وغيره وإذا نزل فعل مثل ذلك

“Dulu aku dan tetanggaku dari kaum Anshar tinggal di qabilah Umayyah bin Zaid di Awali Al-Madinah, kami bergantian pergi ke tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, hari ini aku yang pergi,kemudian besok dia yang pergi. Kalau aku yang pergi maka aku akan kembali kepadanya dengan membawa kabar hari itu baik wahyu maupun yang lain, dan kalau dia yang pergi maka juga melakukan yang demikian.” (HR. Al-Bukhary)

Namun ini semua tidak bisa dilakukan kecuali seseorang memiliki qanaah, kalau tidak maka akan terbengkalai ilmu, ibadah, dan dakwahnya.

Wallahu a’lam.

Ustadz Abdullah Roy, Lc.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

MENJUAL AGAMA PADA PENGUASA DISIFATI ANJING DALAM AL QURAN

Pemimpin/Ulama adalah cermin dari umat atau rakyat yang dipimpinnya. Definisi Ulama (wikipedia) adalah pemuka agama atau pemimpin agama ...

Popular Post