Hadits Nabi saw tentang kondisi manusia; "Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya, tentang masa mudanya, digunakan untuk apa, tentang hartanya, dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu." (HR. Tirmidzi).

Jumat, 01 November 2013

MAKNAILAH NILAI SHALAT KITA

Pertanyaan mudahnya, mampukah kita memberi nilai pada shalat kita sehari-hari? Untuk tujuan apa kita mau melakukan semua itu jika kita sendiri tidak mampu memberi nilai atas tindakan kita sendiri. Kenyataannya memang tidak mudah untuk melakukan hal tersebut, karena itu bukanlah dilakukan untuk kepentingan diri sendiri, tetapi untuk Allah swt semata. Dan seharusnya hanya Allah lah yang berhak memberi kita nilai, apakah nilainya baik atau buruk. Tetapi sederhananya adalah bahwa seharusnya ketaatan kita memberi nilai pada kehidupan kita, setidaknya mengandung nilai positif. Nilai positif yang ditanamkan ketika kita menghadap sang pencipta seharusnya itulah yang tercermin pada perilaku kehidupan kita sehari-hari. Tapi ada sebagian orang yang tidak bisa menyadari bahwa semua nilai-nilai positif itu dibangun dari kemauan dan kesadaran kita ketika kita tunduk dan bersimpuh di waktu-waktu shalat kita.

Kebiasaan orang khusuk
Beberapa orang yang mampu memaknai ibadahnya ditandai dengan perilaku dan kebiasaan yang berbeda dengan orang pada umumnya. Kebiasaan mereka menjadi sangat alami dan terkesan sangat spontan ketika menjelang waktu shalat datang misalnya, maka dengan sendirinya tubuh, hati dan jiwanya langsung terhubung dengan Allah swt tanpa mereka bertanya-tanya lagi kenapa dan untuk apa ataupun memperdebatkan tindakannya. Tubuhnya akan dengan sendirinya bergegas menuju tempat bersuci dan otomatis mengingat kebesaran Allah dan langsung hatinya juga ikut bergegas meninggalkan kegiatan yang sedang dilakukan misalnya melakukan sebuah pekerjaan ataupun sebuah rutinitas, buat mereka ketika gema adzan sudah berkumandang maka disaat itulah semua kegiatan dan pekerjaan yang bersifat duniawi langsung ditinggalkan untuk menghadap pada sang khalik sejenak, disamping juga melepaskan lelah dan merenggangkan ketegangan otot. Jiwa seorang muslim sejati menjadi sangat tenang, ringan dan lembut ketika mereka menyambut datangnya waktu ibadah, mereka menjadi lebih kalem dan tenang. Mereka sama sekali tidak mempertanyakan tindak tanduk tindakannya walau seberapa sibuknya ketika saat bersamaan mereka sedang memilkul sebuah tanggung jawab, justru sebaliknya kepercayaan dirinya menjadi makin meningkat ketika dia sudah menyelesaikan kewajibannya. Mereka menjadi lebih bersemangat dan mampu menatap masa depannya dengan penuh percaya diri. Jalan pikirannya sangat sederhana karena hal itu semata-mata dilakukan untuk mendapatkan ketenangan jiwa, bagi mereka hanya satu motif ya apa-apa yang mereka lakukan semata-mata hanya karena Allah tidak ada yang lain. Itulah ciri sangat bernilainya ibadah seseorang muslim sejati.
Tapi Pernahkah anda sadar, bahwa sebagian besar ibadah yang telah kita lakukan ternyata sama sekali tidak bernilai di mata ALLah swt. Bahwa adakalanya kita suka menganggap remeh rutinitas ibadah kita, dengan sengaja melewatkannya atau masih terselip rasa jengkel menganggap kewajiban shalat sangat mengganggu dan atau dengan senang hati mengabaikannya. Kita juga mungkin suka bolak-balik mempertanyakan untuk apa ibadah itu dilakukan, ditengah-tengah kesibukan sehari-hari, yang menurut mereka jauh lebih penting (dalam hal mencari nafkah). Kita memang kadang suka menganggap ibadah itu hanya kewajiban seorang muslim, tidak lebih dan kurang. Dan tahukah kita apa saja kesalahan fatal yang sering kita lakukan sehingga membuat nilai ibadah kita sangat kecil atau bahkan tidak berarti di mata Allah swt.
Berikut beberapa kesalahan yang sengaja ataupun mungkin tanpa kita sadari sering kita lakukan berkaitan denganrutinitas ibadah kita, sehingga tanpa sengaja hal itu membuat kita
1. Seseorang melaksanakan ibadah shalat karena riya, ingin diperhatikan orang lain (atasan, calon pasangan, calon mertua dan sebagainya)
2. Seseorang melaksanakan ibadah shalat karena timbul perasaan takut akan mendapat azab dari allah, dalam hal ini seperti ada unsur keterpaksaan dan kurangnya nilai keiklasan dalam melaksanakannya
3. Seseorang melaksanakan ibadah karena memperhatikan jumlah ibadah dalam sehari semalam, jadi ibadah yang dilakukan karena tingkat ketaatannya pada hitungan jumlah keseluruhan waktu, ya artinya ia berusaha keras memenuhi seluruh jumlah ibadah yang diwajibkan dalam sehari semalam, masih dalam tahap melengkapi jumlah pahala yang akan diterimanya bukan pada nilai ikhlas dan pasrah
4. Seseorang melaksanakan ibadah shalat karena memandang ini adalah bagian dari kewajiban seorang muslim, ia melaksanakan ibadah hanya sekedar untuk menghindari cemooh orang bahwasanya ia adalah seorang muslim, ia tidak memahami arti dari tindak tanduknya itu pada dirinya ataupun pada lingkungannya
5. Seseorang melaksanakan ibadah shalat karena pernah merasa bersalah pernah melakukan kesalahan dalam hidupnya, ia berusaha membayar kekeliruan yang pernah ia buat dimasa lalu dengan cara rajin ibadah, jadi masih terkesan ada unsur mengharap imbalan
6. Masih ada banyak lagi alas an seseorang melakukan ibadah, yang menganggap remeh nilai sebuah kejujuran dan keikhlasan
Dan ternyata untuk mencapai tahap khusuk nya seseorang sangatlah tidak mudah, ada banyak orang melaksanakan ibadah tetapi mereka juga banyak tidak memberi manfaat pada kehidupan secara keseluruhan, ya artinya perilaku menyimpang tetap dilakukan, kejahatan tetap berjalan, memanipulasi masih juga dilakukan, mengambil yang bukan haknya juga masih terjadi dan sebagainya inti pesan dari ibadah shalat itu sama sekali tidak berdampak pada perilaku dan kebiasaan mereka sehari-hari. Lantas apakah perilaku itu bias dibenarkan atau mereka tidak mau ambil pusing, semua perilaku kotor dan tercela pun mereka anggap sudah benar, dengan alas an tidak punya cara/jalan keluar lain dan menganggap dirinya sudah melakukan yang tebaik, demi alas an memenuhi kebutuhan keluarga. Tentu saja itu bukan termasuk perilaku yang mencerminkan muslim sejati, tidak ada bedanya dengan seorang perampok di pasar, mereka juga memiliki motif untuk menghidupi anak istrinya tetapi mereka tidak mengatasnamakan agama.
Lalu apakah benar kualitas shalat kita akan mempengaruhi perilaku kehidupan kita sehari-hari? Benar, tingkat khusuknya seseorang dan seberapa besar tingkat pasrahnya seseorang ketika shalat sangat mempengaruhi perilakunya dikemudian hari, seharusnya. Dalam hal ini seseorang dengan sangat sadar mengetahui bahwa ia sama sekali tidak bias menghindari apalagi melawan kehendak Allah swt. Ia tidak akan bisa menutupi keburukannya karena Allah Sang Maha Melihat, karena Allah maha mengetahui. Seharusnya perasaan takut kepada Allah bisa mengalahkan niat buruknya dalam bertindak, tetapi jika ternyata tidak, maka sia-sialah ibadah yang mereka lakukan selama ini. Untuk apa susah payah menghadap sang khalik sehari lima kali, tapi kenyataannya ia tetap melakukan keburukan. Maka di mata allah nilai dari orang tersebut mendekati sama dengan pencuri ayam misalnya. Sama rendahnya.
Rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya tingkat kepasrahan kita kepada allah adalah ketika kita menghadap-Nya pada saat shalat kita. Pada saat kita menghadap sang pencipta maka tidak ada satupun dari diri kita yang memiliki kelemahan, dan itu juga disertai dengan kesadaran kita memahami bahwa diri kita ini amatlah kecil dan hina di hadapan allah. Kita semua tahu bahwa kita hanyalah diciptakan dari setitik air mani (yaitu air hina) dan Itulah sebabnya manusia yang pada saatnya nanti akan mampu menemui penciptanya adalah manusia yang suci dari segala hal-hal kotor baik yang melekat maupun sudah menjadi satu dalam dirinya, dan itulah sebabnya mengapa manusia di kirim ke bumi untuk menjalankan kiprahnya sebagai khalifah untuk mencari sendiri kebenaran dan menjadikan dirinya kembali suci dengan cara banyak beribadah, berbuat baik, saling menolong dan berpegang teguh pada agama allah swt dan menjadikan dirinya hamba yang sebaik-baiknya umat di muka bumi ini. Itulah satu-satunya jalan untuk mensucikan jiwa manusia yang serba kotor dan kekurangan untuk nanti pada akhirnya bias bertemu dengan sang khalik dengan sebutan sebaik-baiknya umat. Makna dasar sebaik-baiknya umat adalah umat manusia yang bersih dari hadast besar dan kecil. Bukan sebaliknya seburuk-buruknya umat yang hanya akan mendapat tempat paling buruk di seluruh jagat raya ini yaitu neraka jahanam.
Rendah pengetahuan
Ada sebab karena rendahnya juga tingkat pengetahuan dan pemahaman mereka tentang nilai sebuah ibadah. Ya itulah, kebanyakan mereka hanya berpendidikan rendah, ilmu pengetahuan agama pun hanya sebatas membaca huruf arab dan bacaan doa rutin sehari-hari. Padahal lingkup ilmu dan pengetahuan sangatlah tidak terbatas. Mahluk hidup yang bernama manusia diciptakan dengan ribuan kelebihan melebihi mahluk ciptaan lainnya, bahkan jin dan iblis sekalipun. Seharusnya hal ini bias membuat menusia menjadi lebih mulia, teteapi nampaknya hal itulah tidak sepenuhnya disadari oleh kebanyakan manusia, mereka justru lebih banyak melihat kekuarangan fisik pada dirinya dibanding kelebihan secara keseluruhan. Itulah sebabnya sebagian kita akhinya sebagian hidupnya hanya disibukkan dengan urusan-urusan kecil dan tidka membawa kemanfaatan untuk orang lain. Kita harusnya banyak-banyak mengucap syukur dan berterima kasih atas penciptaan kita menjadi manusia daripada menjadi mahluk lainnya. Dan ada baiknya kita membekali anak-anak kita dengan pendidikan tentang agama yang baik selagi mereka masih kecil, sehinga ketika mereka beranjak dewasa pemahamannya tentang hidup akan lebih baik dan tidak menjauh dari larangan agama dengan sesadar-sadarnya.
Nilai-nilai pokok yang diperlukan dalam melakukan ibadah agar diterima oleh allah adalah pasrah, ikhlas, sabar, rendah hati, tawakal dan menerima. Hasil dari sikap ini atau dampak dari perilaku ibadah yang dilakukan dengan sikap itu dalam kehidupan sehari-hari adalah rendah hat, menerima, kuat iman, berbaik sangka, jujur dan tidak pamrih. Memang benar ada impikasi besar ketika seseorang melaksanakan ibadah dengan penuh keikshlasan dan kepasrahan. Mereka akan menjadi jiwa-jiwa yang kuat dari berbagai godaan, mereka menjadi manusia-manusia yang tidak mudah dibutakan oleh hitungan angka yang hanya mengutamakan logika . terbentuklah jiwa-jiwa yang tenang dalam menghadapi masalah dan menjadi manusia yang jauh lebih terhormat dan bias mengendalikan diri dari terpaan emosi sesaat. Perilakunya menjadi sangat lembut, karena mereka bias melihat persoalan dari banyak sisi, yang paling menguatakan mereka adalah mereka bias melibatkan sang penciptanya sebagai salah satu pemilik segala kekuatan dimuka bumi ini yang akan mampu membantu mereka dalam mengatasi kesulitan seberat apapun itu. Itulah sebabnya sangat besarnya dampak ibadah kita pada kehidupan kita sehari-hari, sangat terlihat dengan jelas perbedaan sikap seseorang dilihat dari kebiasaan sehari-hari dan rutinitas ibadahnya. Mereka akan menjadi manusia yang kuat dan tidak mampu tertitpu dengan berbagai bujuk rayu dunia yang sebagian besar bersifat fatamorgana dan hanya melenakan di luar saja. Ketenangan sejati yang diraih melalui kecerdasan berpikir dan ketenangan hati mengambil keputusan menjadi jauh lebih penting daripada mengedepankan egoistis dan kesenangan sesaat. Menjadi pembelajaran yang berharga bagi siapapun yang bias membedakan nilai hidup yang diberkahi dengan yang tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

MENJUAL AGAMA PADA PENGUASA DISIFATI ANJING DALAM AL QURAN

Pemimpin/Ulama adalah cermin dari umat atau rakyat yang dipimpinnya. Definisi Ulama (wikipedia) adalah pemuka agama atau pemimpin agama ...

Popular Post