REPUBLIKA.CO.ID, HOUSTON--Di sebuah danau beracun di California, Amerika Serikat telah ditemukan bakteri unik, yang menjungkirbalikkan semua teori mengenai dasar kehidupan. Salah satu komponen dari bakteri ini adalah arsenik. Sebelum ini, tidak pernah ada bentuk kehidupan yang berasal dari arsenik.
Demikian tulis para ilmuwan Amerika dalam majalah bergengsi Science. Organisasi Ruang Angkasa Amerika NASA juga menggelar konperensi pers mengenai penemuan ini Kamis. Desas-desus mengenai penemuan tersebut sudah menyebar selama beberapa hari.Senin lalu NASA menyatakan akan mengeluarkan pengumuman mengenai sebuah penemuan 'yang bisa berdampak terhadap pencarian bukti kehidupan di luar angkasa'. Awalnya muncul spekulasi bahwa para ilmuwan menemukan mahluk luar angkasa, tapi ternyata bukan.
Penemuan bakteri Halomonadaceae ini memang memperbesar peluang bahwa ada kehidupan di planet-planet lain. Bakteri ditemukan di Danau Mono. Danau ini sangat beracun bagi segala bentuk kehidupan yang sejauh ini diketahui.
Studi terbaru dari Lawrence Livermore National Laboratory dan dipimpin oleh NASA serta US Geological Survey, telah menemukan bahwa bakteri yang terisolasi dari Danau Mono bisa mengganti arsenik sebagai fosfor untuk mempertahankan pertumbuhannya.
Arsenik – suatu elemen yang memicu kematian bagi sebagian besar bentuk kehidupan di Bumi – sebenarnya memungkinkan bagi bakteri untuk berkembang dan bereproduksi. Dalam sebuah studi, yang mungkin akan menuntut penulisan ulang buku teks, tim astrobiologis dan kimia telah menemukan organisme hidup pertama yang diketahui mampu menggunakan arsen sebagai pengganti fosfor dalam makromolekul utama. Temuan baru ini, yang dipublikasikan dalam Science Express 2 Desember, bisa mendefinisikan ulang asal-usul kehidupan dan mengubah cara kita menjelaskan kehidupan seperti yang kita ketahui saat ini.
Oksigen, karbon, hidrogen, nitrogen, sulfur dan fosfor adalah enam blok bangunan dasar kehidupan di Bumi. Unsur-unsur ini membentuk asam nukleat, protein dan lipid – sebagian besar materi hidup.
Danau Mono, terletak di California timur, merupakan danau alkali dan hypersaline yang mengandung konsentrasi tinggi larutan arsen dan diyakini terbentuk lebih dari 760.000 tahun yang lalu akibat dampak letusan gunung berapi.
Felisa Wolfe-Simon, seorang peneliti astrobiologi NASA, penulis utama makalah tersebut, telah mempelajari kemungkinan bentuk kehidupan berbasis arsenik di danau itu selama beberapa waktu. Dengan menggunakan sampel dari Danau Mono dan medium kultur yang kurang mengandung kadar fosfor, ia menunjukkan bahwa strain Gamaproteobacteria tidak hanya bisa bertahan dengan menggunakan arsenik, tetapi juga dapat bertumbuh.
Kami tahu bahwa beberapa mikroba bisa ‘bernafas’ dalam arsenik, tapi apa yang kami temukan adalah mikroba yang melakukan sesuatu yang baru – bagian-bagian bangunannya sendiri menghasilkan arsenik,” kata Wolfe-Simon.
Jennifer Pett-Ridge dan Peter Weber mampu mengidentifikasi konsentrasi rendah arsenik yang ditemukan dalam sel-sel individual bakteri dan mengekstrasi DNA-nya. NanoSIMS merupakan alat yang memungkinkan analisis menjadi tepat, eksplisit secara spasial, elemental dan isotopis hingga ke skala 50-nanomenter, tetapi juga menawarkan berbagai keuntungan untuk pengukuran beresolusi tinggi dan sensitif.
“Ternyata organisme ini mampu mentolerir konsentrasi logam berat (yang ditemukan di dalam Danau Mono),” kata Pett-Ridge. “Arsenik berada tepat di bawah fosfor pada tabel periodik dan ia mungkin telah menemukan cara untuk menggantikan arsen sebagai fosfor dalam pembentukan biologisnya.”
Kultur sampel Danau Mono menghasilkan pengembangan koloni sel bakteri, seperti yang diduga, ketika mengkonsumsi pasokan fosfor, bersama dengan kebutuhan lainnya. Saat peneliti menghilangkan fosfor dan menggantinya dengan arsenik, mikroba justru terus tumbuh. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa arsen itu digunakan untuk memproduksi blok bangunan sel-sel baru.
“Tim peneliti belum menentukan bagaimana organisme ini menggunakan arsen sebagai sebuah blok bangunan yang saat ini adalah racun bagi bentuk kehidupan yang lain,” kata Pett-Ridge. “Ini bisa menjadi ciri leluhur atau semacam metabolisme yang unik. Atau bisa saja ia hidup dalam lingkungan di mana arsenik berkadar sangat tinggi dan menemukan celah untuk bertahan hidup.”
NanoSIMS di LLNL adalah alat yang memungkinkan ketepatan, eksplisit secara spasial, elemental dan isotopis analisis hingga mencapai 50-nanomenter (Kredit: DOE/Lawrence Livermore National Laboratory)
“Gaya hidup metabolik organisme ini menunjukkan bahwa kehidupan yang didasarkan pada unsur-unsur non-tipikal adalah hal yang mungkin,” kata Wolfe-Simon. “Hal ini penting bagi para ilmuwan untuk mencari petunjuk kehidupan di planet lain.”
NanoSIMS tidak hanya mengukur konsentrasi unsur, tetapi juga mencitrakan mereka. Alat ini mengumpulkan gambar-gambarnya dan mengidentifikasi seberapa banyak elemen tertentu yang ditemukan di dalam sampel. “Kami menemukan arsenik yang lebih tinggi di dalam sel daripada di lingkungan luar sel,” kata Pett-Ridge.
“Sangat sulit membuat pengukuran karena konsentrasi sampel arsen sangat rendah,” katanya. “Tapi yang jelas, sel-sel itu memasukkan arsenik ke dalam mereka. Tidak banyak organisme di planet ini yang bisa melakukan hal itu.”
Langkah selanjutnya adalah mengerjakan biokimia protein untuk mengetahui apakah ada enzim tertentu yang membantu transportasi arsen ke dalam sel.
Kolaborator lainnya dalam penelitian ini meliputi NASA Astrobiology Institute, Arizona State University, Universitas Duquesne, Stanford Synchrotron Radiation Lightsource and BEYOND: Pusat Konsep Fundamental dalam Sains di Arizona State University.
Sumber artikel: From toxicity to life: arsenic proves to be a building block (llnl.gov)
Kredit: DOE/Lawrence Livermore National Laboratory
Informasi lebih lanjut:
Felisa Wolfe-Simon, Jodi Switzer Blum, Thomas R. Kulp, Gwyneth W. Gordon, Shelley E. Hoeft, Jennifer Pett-Ridge, John F. Stolz, Samuel M. Webb, Peter K. Weber, Paul C. W. Davies, Ariel D. Anbar, Ronald S. Oremland. A Bacterium That Can Grow by Using Arsenic Instead of Phosphorus. 2 December 2010. Science. DOI: 10.1126/science.1197258
Tidak ada komentar:
Posting Komentar