Kedudukan zakat
Kedudukan zakat di dalam syariah Islam memiliki kedudukan yang sangat penting. Hal ini tercermin dalam dari firman Alloh Subhanahu wa Ta’alaa yang terdapat di dalam Al Qur’an. Kita menemukan lebih dari 30 ayat yang berisi tentang perintah menunaikan zakat yang disandingkan dengan perintah mendirikan sholat. Berulang kali kalimat “Aqimush Sholah” disandingkan dengan kalimat “Autuz Zakah” dengan menggunakan huruf sambung “wawu athof” yang berfungsi sebagai penyetara atau pemersatu antara kewajiban sholat dan zakat. ( Lihat : Qs. Al baqoroh:43, Al Baqoroh:110, An Nisa’:162, Al Ma’idah:55, At Taubah:11, Al Ahzab:33 dan lain-lain).
Oleh karena itu, kewajiban menunaikan zakat memiliki kedudukan yang sederajat dengan kewajiban mendirikan sholat, maka tak seorang muslim pun yang boleh meninggalkan salah satunya. Berkaitan dengan hal ini, yaitu ketika sekelompok kaum Muslimin pernah menolak membayar zakat, maka kholifah Abu Bakar Ash Shiddiq bersumpah, “Demi Alloh sungguh aku akan memerangi orang yang memisahkan antara (kewajiban) sholat dan zakat, sebeb zakat itu kewajiban pada harta. Dan demi Alloh, kalau mereka menolak menyerahkan seekor anak kambing kepadaku, yang pernah mereka tunaikan kepada Rosululloh Sholallohu ‘alahi was salam. Niscaya aku perangi mereka karena keengganannya itu.” (HR. Jama’ah kecuali Ibnu Majah – Nailul Author : 1970).
Selain itu, kedudukan zakat dan sholat sama-sama termasuk rukun Islam yang lima. Zakat adalah seutama-utama ibadah maaliyah (harta). Sedangkan sholat adalah seutama-utama ibadah badaniyah. Seluruh ulama salaf (terdahulu) dan kholaf (generasi kemudian) menetapkan bahwa mengingkari hukum zakat – yaitu wajibnya – menyebabkan dihukum kufur (menjadi kafir), dan keluar dari agama Islam atau murtad.
Makna zakat, dan perbedaanya dengan infaq dan shodaqoh
Zakat berarti mensucikan atau membersihkan. Mensucikan dari kotoran kikir dan dosa, serta membersihkan harta. Zakat dikeluarkan atas harta tertentu, dengan ukuran tertentu, yaitu telah mencapai nishob (batas minimal) dan akan diberikan kepada orang yang tertentu pula.
Infaq berarti nafkah atau belanja yang harus dilakukan fi sabilillah (di jalan Alloh Subhanahu wa Ta’alaa). Infaq adalah segala bentuk harta / benda yang berguna untuk melancarkan jalannya syari’at Alloh. Infaq juga dapat berupa kemanfaatan.
Shodaqoh berarti benar, yaitu sesuatu yang menunjukkan kepada kebenaran iman, kebenaran tunduk dan patuh kepada Alloh Subhanahu wa Ta’alaa, dan merupakan pemberian yang benar menurut Islam. Cakupan shodaqoh tidak hanya berupa harta namun juga mencakup raga (badan).
Singkatnya :
- zakat : berupa harta / benda yang tertentu.
- Infaq : berupa harta / benda ataupun kemanfaatannya fi sabilillah.
- Shodaqoh : berupa harta maupun raga, tidak tertentu.
Kata “shodaqoh” dapat bermakna shodaqoh, infaq atau zakat.
Kata “infaq” dapat bermakna infaq dan zakat.
Kata “zakat” hanya bermakana zakat.
Maksudnya, apabila ada nash (dalil) baik dalam Al Qur’an maupun Al Hadits yang menggunakan kata “shodaqoh” maka mungkin bermakna shodaqoh atau infaq atau zakat. Contoh dalam Qs. At Taubah : 60 – kata shodaqoh bermakna zakat.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Syarat wajib zakat
* Islam.
* Merdeka.
* Berakal dan baligh (Ket : anak kecil ditanggung oleh orang tua / walinya).
* Memiliki nishob (batas minimal) dengan milik yang sempurna.
Jenis-jenis zakat
Secara garis besar, zakat dibedakan menjadi 2 macam,
* Zakat nafs (zakat jiwa) adalah zakat fitrah,
* Zakat maal (zakat harta) adalah emas, perak, mata uang, binatang, tumbuh- tumbuhan, barang perniagaan, harta temuan dan lainnya.
Zakat fitrah
Zakat fitrah berkaitan dengan jiwa atau nyawa seorang muslim. Ibnu Umar Rodlialoohu ‘anhu telah berkata : “Rosululloh sudah mewajibkan zakat fitrah satu sho’ dari kurma atau satu sho’ gandum atas budak dan orang yang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak, orang tua, daripada orang-orang Islam, dan beliau menyuruh supaya dikeluarkan zakat fitrah itu sebelum orang-orang keluar pergi sholat (Idul Fithri).” (HR. Bukhori – Muslim).
Zakat fitrah diwajibkan kepada orang yang memiliki kelebihan makanan untuk sehari semalam bersama keluarganya. Zakat fitrah ditunaikan atas dirinya dan atas keluarga yang ditanggungnya.
Ukuran satu sho’ adalah setara dengan ukuran 2,5 kg atau 3,5 liter. Sesuai dengan bunyi hadits, maka yang lebih utama adalah menunaikan zakat fitrah dalam bentuk makan pokok.
Zakat maal
Harta yang dizakati akan dipelihara oleh Alloh Subhanahu wa Ta’alaa, pahalanya akan kekal sampai hari kiamat. Ada beberapa jenis atau bentuk dari zakat maal yang harus ditunaikan haknya. Yaitu antara lain :
v Zakat tijaroh (perdagangan),
v Zakat hayawan (peternakan),
v Zakat ziro’ah (pertanian / tumbuhan),
v Zakat kanzun (simpanan),
v Zakat ma’aadin (pertambangan),
v Zakat ‘asl (madu),
v Zakat rikaz (penemuan),
v Zakat huliy (perhiasan),
v Zakat kasab (usaha / profesi).
Zakat tijaroh (perdagangan)
Samuroh bin Jundub Rodliallohu’anhu berkata : “Adalah Rosululloh Solallohu ‘alaihi was salam menyuruh kami mengeluarkan zakat (barang-barang) yang kami sediakan untuk perdagangan (untuk dijual).” (HR. Abu Dawud).
Imam Malik berkata, “Seorang saudagar yang membuka toko menjual barang-barangnya sehari-hari, wajib menzakatkan perniagaannya setiap tahun. Saudagar ini dinamai mudir.” (Az Zarqoniy 2 : 52). Imam Abu Hanifah, Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad sepakat bahwa mudir dan muhtakir (saudagar yang membeli barang dan menyimpan untuk menanti musim pasar) sama hukumnya, wajib membayar zakat pada tiap-tiap tahun.
Imam Syafi’I dan Imam Malik sepakat, nishob itu dipandang di akhir tahun. Apabila telah sampai satu tahun hendaklah ditaksir harganya untuk dizakati (dihitung dari harga jualnya). Nishob zakat tijaroh adalah 85 gram emas murni.
Apabila seseorang memiliki modal 1000 dinar untuk perniagaan, dan diakhir tahun menjadi 3000 dinar, Ibnu Qudamah berpendapat dikenakan zakat dari 2000 dinar. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat dikenakan zakat dari 3000 dinar (Al Mughni 2 : 633).
Menurut penjelasan dari Umar bin Khottob Rodliallohu ‘anhu, Ibnu Umar Rodliallohu ‘anhu dan Umar bin Abdul ‘Aziz, bahwa zakat barang perdagangan adalah 2,5 %. Diriwayatkan oleh Abu Ubaid dari Ziyad Rodliallohu ‘anhu, “Aku telah diutus Umar sebagai pemungut zakat, maka beliau menyuruh aku mengambil dari kaum Muslimin, dari harta-harta mereka, apabila mereka perniagaan seperempat puluh (2,5 %).” (At Talkhis 6 : 67).
Zakat hayawan (peternakan)
Dari Muadz bin Jabal Rodliallohu ‘anhu : “Bahwasanya Nabi saw telah mengutusnya ke Yaman, dan beliau menyuruhnya agar memungut zakat dari tiap-tiap 30 ekor sapi, seekor anak sapi berumur satu tahun jantan dan betina. Dan tiap-tiap 40 ekor sapi, zakatnya seekor sapi betina berumur dua tahun.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa’i).
“Dan pada zakat kambing (yaitu) kambing yang mencari makan sendiri, jika ada 40 ekor sampai 120 ekor maka (zakat) padanya seekor kambing, dan jika lebih dari itu hingga 200 ekor, maka (zakat) padanya dua ekor kambing, dan jika lebih seekor (saja dari itu) hingga 300 ekor, maka (zakat) padanya tiga ekor kambing, dan jika lebih (dari itu), maka (zakat) pada tiap-tiap seratus ekor, seekor kambing.”
(HR. Bukhori).
Hewan yang ternak yang terkena zakat adalah :
- Sapi,
- Unta,
- Kambing,
- Kerbau
- Dan sejenisnya.
Hewan ternak yang tidak terkena zakat adalah :
- Kuda,
- Keledai,
- Bighol (peranakan kuda dan keledai),
- Dan selain yang disebut di atas. (Minhajul Muslim).
Zakat ziro’ah (pertanian) / Nabat (tumbuhan)
: “Bahwasanya Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam telah mengutusnya ke Yaman, dan beliau menyuruhnya agar memungut zakat dari tiap-tiap 30 ekor sapi, seekor anak sapi berumur satu tahun jantan dan betina. Dan tiap-tiap 40 ekor sapi, zakatnya seekor sapi betina berumur dua tahun.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasa’i).
“Dan pada zakat kambing (yaitu) kambing yang mencari makan sendiri, jika ada 40 ekor sampai 120 ekor maka (zakat) padanya seekor kambing, dan jika lebih dari itu hingga 200 ekor, maka (zakat) padanya dua ekor kambing, dan jika lebih seekor (saja dari itu) hingga 300 ekor, maka (zakat) padanya tiga ekor kambing, dan jika lebih (dari itu), maka (zakat) pada tiap-tiap seratus ekor, seekor kambing.” (HR. Bukhori).
Hewan yang ternak yang terkena zakat adalah :
- Sapi,
- Unta,
- Kambing,
- Kerbau
- Dan sejenisnya.
Hewan ternak yang tidak terkena zakat adalah :
- Kuda,
- Keledai,
- Bighol (peranakan kuda dan keledai),
- Dan selain yang disebut di atas. (Minhajul Muslim).
Zakat ziro’ah (pertanian) / Nabat (tumbuhan)
“Dan Dialah yang telah mengadakan kebun-kebun yang berpohon menjalar dan tidak menjalar dan kurma serta tanaman yang beraneka warna rasanya, dan zaitun dan delima yang serupa (rasanya) dan yang tidak serupa, makanlah daripada buahnya manakala ia berbuah, dan keluarkanlah haknya (zakatnya) pada hari memetiknya dan janganlah kamu boros. Sesungguhnya Dia tidak suka kepada orang-orang yang boros.” (Qs. Al An’aam : 141).
Abu Hanifah, Malik dan Asy Syafi’i berkata : “Yang dimaksud hak pada ayat ini (pada Qs. Al An’aam : 141) adalah zakat” (Al Muhalla 1 : 215).
Ibnul Humam berkata, “Mewajibkan zakat pada segala buah-buahan dan biji-bijian itulah yang lebih utama untuk ikhtiyath (hati-hati).” (Fathul Qodir 2 : 7).
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :
“Tiada zakat pada kurma (tumbuh-tumbuhan) dan palawija (biji-bijian) yang kurang dari 5 wasaq” (HR. Bukhori dan Muslim).
“Wasaq adalah 60 sho’.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).
5 wasaq = 300 sho’ = 750 kg.
Zakat yang dibayarkan : – 5 % (ada biaya operasional)
- 10 % (tanpa biaya operasional)
Zakat Kanzun (simpanan)
Harta yang disimpan pada umumnya berbentuk perhiasan emas dan perak, namun dapat pula berbentuk mata uang, dahulu berupa dinar (mata uang emas) dan dirham (mata uang perak). Pada saat ini orang-orang menyimpan dalam bentuk mata uang kertas. Apabila perhiasan ataupun mata uang telah mencapai nishob yaitu sebanyak 85 gram emas, dan telah tersimpan satu tahun maka wajiblah dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” (Qs. At Taubah :34 – 35)
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda : “Tidaklah pemilik harta simpanan yang tidak melakukan haknya padanya, kecuali harta simpanannya akan datang pada hari kiamat sebagai seekor ular jantan aqro’yang akan mengikutinya dengan membuka mulutnya. Jika ular itu mendatanginya, pemilik harta simpanan itu lari darinya. Lalu ular itu memanggilnya,”Ambillah harta simpananmu yang telah engkau sembunyikan! Aku tidak membutuhkannya.” Maka ketika pemilik harta itu melihat, bahwa dia tidak dapat menghindar darinya, dia memasukkan tangannya ke dalam mulut ular tersebut. Maka ular itu memakannya sebagaimana binatang jantan memakan makanannya.” (HR. Muslim, no :988)
Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda : “Apabila engkau mempunyai (perak) 200 dirham – dan sudah sampai satu tahun – maka zakatnya 5 dirham. Dan tidak ada kewajiban zakat – yakni pada emas – sehingga engkau mempunyai 20 dinar. Maka apabila engkau mempunyai 20 dinar – dan sudah satu tahun – maka zakatnya setengah dinar.” (HR. Abu Dawud – Nailul Author : 1994)
Perak : 200 dirham = 200 X 2,975 gr = 595 gram.
Emas : 20 dinar = 20 X 4,25 gr = 85 gram.
(Fiqhuz Zakat – Yusuf Qordlowi, 1 : 260)
Zakat Ma’aadin (Pertambangan)
Yang dimaksud ma’aadin adalah hasil tambang yang diambil dari dalam tanah. Dalam suatu riwayat : “Bahwasanya Rosululloh telah mengambil zakat dari ma’aadin (logam-logam atau barang tambang) Qobaliyah.” (HR. Abu Dawud – Bulughul Marom : 596).
Qobaliyah = nama suatu tempat di pinggir laut, jauhnya dari Madinah kira-kira perjalanan 5 hari. (Nailul Author : 2014).
Bukhori meriwayatkan : “Bahwa kholifah Umar bin Abdul ‘Aziz telah mengambil zakat ma’aadin (sebanyak) lima dari tiap-tiap dua ratus (2,5 %).”
Hasil pertambangan (batu bara, minyak bumi dan lain-lain) zakatnya 2,5 % tanpa dibatasi oleh nishob (batas minimal).
Zakat ‘Asl (Madu)
“Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya , dari kakeknya, dari Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam, bahwa ia mengambil 10 % dari madu.” (HR. Ibnu Majah – Nailul Author : 2010).
“Bahwa Hilal, salah seorang dari Bani Mut’an, datang kepada Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam membawa 10 % dari madunya.” (HR. Abu Dawud, An Nasa’i – Nailu Author : 2011).
Setiap panen madu, maka dikeluarkan zakatnya 10 %.
Zakat Rikaz (Penemuan)
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda : “Dan pada harta / barang simpanan purbakala (rikaz) yang diketemukan itu (zakatnya) seperlima.” (HR. Bukhori dan Muslim – Bulughul Marom : 594).
“Sesungguhnya Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam telah bersabda tentang harta simpanan (penemuan atau purbakala) yang didapati oleh seseorang di tempat yang tidak didiami seseorang. Jika engkau dapat harta itu di suatu desa yang didiami orang, hendaklah engkau beritahukan, dan jika engkau dapat di suatu desa yang tidak didiami orang, maka (wajiblah zakat) padanya (sebagai rikaz) pada harta galian itu seperlima. (HR. Ibnu Majah – Bulughul Marom : 595).
Zakat Huliy (Perhiasan)
Dari Ummu Salamah, bahwasanya ia memakai sebuah kalung dari emas, lalu ia bertanya : “Ya Rosululloh, adakah ia termasuk simpanan?” Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda, “Jika engkau sudah mengeluarkan zakatnya, maka ia bukanlah barang simpanan lagi.” (HR. Abu Dawud, Daruquthni – Bulughul Marom : 592).
Dari ‘Amr bin Syu’aib Rodliallohu ‘anhu, dari ayahnya, dari kakeknya, “Bahwasanya seorang wanita datang kepada Nabi e membawa anaknya yang perempuan dan pada tangannya ada dua buah gelang emas, maka Nabi e bersabda pada wanita itu, “Apakah engkau telah keluarkan zakat gelang ini?” Jawabnya, “Belum.” Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda, “Apakah engkau akan suka apabila Alloh menggelangi padamu dengan dua buah gelang dari api neraka, disebabkan oleh dua buah gelang ini?” Maka wanita itu menanggalkan dua gelang itu.” (HR. Abu dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi – Bulughul Marom : 591).
Sesungguhnya ‘Aisyah datang kepada Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam , maka Rosul Sholallohu ‘alaihi was salam melihat di jarinya ada perhiasan cincin. Rosul Sholallohu ‘alaihi was salam bertanya, “Apakah ini, Ya ‘Aisyah?” Ia menjawab, “Aku cenderung kepadanya agar dengan ini aku menyenangkan engkau, Ya Rosululloh.” Rosul Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda, “Sudahkah engkau keluarkan zakatnya?” ‘Aisyah menjawab, ”Belum.” Rosul Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda, “Ia cukup memasukkanmu ke neraka.” (HR. Hakim).
Perhiasan yang dipakai sehari-hari (cincin, gelang, anting, kalung dan lain-lain) dikeluarkan zakatnya satu kali saja pada saat memakainya. Tak ada batas nishob (batas minimal) pada perhiasan yang dipakai. Artinya berapapun jumlah gramnya, wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5 %.
Zakat Kasab (usaha / profesi)
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Qs. Al Baqoroh : 267).
Pada ayat di atas sebagian ulama menafsirkan “anfiquu = nafkahkanlah” adalah kewajiban zakat. Kalimat yang berbunyi ”min thoyyibati maa kasabtum = dari usahamu yang baik-baik”, berarti segala bentuk usaha yang halal. Setelah itu barulah Alloh Subhanahu wa Ta’alaa berfirman dengan kalimat, “wa mimmaa akhrojnaa lakum minal ardhi = dan dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” Seperti telah kita fahami, bahwa apa yang dikeluarkan dari bumi itu bermacam-macam. Di antaranya : buah-buahan, biji-bijian dan barang tambang. Dan kita fahami bahwa semua itu wajib dikeluarkan zakatnya. Maka hasil usaha pun tentu wajib pula dikeluarkan zakatnya, sebagaimana perintah yang tersebut pada ayat di atas.
Bentuk-bentuk usaha yang menghasilkan pendapatan cukup besar, pada saat ini sangat beragam, diantaranya : menjadi presiden, menteri, kepala daerah, pegawai negeri, pegawai swasta, guru, dosen, penceramah, dokter, tabib, direktur, sekretaris, arsitek, desainer, hakim, jaksa, tentara, pengacara, public relation, event organizer, motivator, wartawan, teknisi, konsultan dan lain-lain. Mereka semua termasuk “orang yang memiliki hasil usaha yang baik”, maka Alloh memerintahkan kepada mereka unutk berzakat.
Para ulama menyatakan bahwa nishob (batas minimal) dari pendapatan mereka adalah setara dengan emas 85 gram (ada pula pendapat yang menyatakan 90,94 dan 96 gram).
Apabila diasumsikan bahwa harga emas adalah Rp. 200.000,- per gram, maka seseorang yang memperoleh pendapatan per tahun sebesar :
85 gram X Rp. 200.000,- = Rp. 17.000.000,- per tahun, maka ia wajib mengeluarkan zakat hasil usaha 2,5 %.
Sebagian ulama yang lain menyatakan bahwa kewajiban atas hasil usaha bukanlah zakat melainkan infaq. Karena ayatnya berbunyi “anfiquu min thoyyibati maa kasabtum = nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik” (Qs. Al Baqoroh : 267). Besarnya infaq boleh 2,5 % atau 5% atau lebih dari itu. Infaq disini tidak ada batas minimal (nishob).
Zakat diambil dari pendapatan kotor ?
Dari pendapatan kotor setelah terlebih dahulu dikeluarkan beban hutang yang harus segera dibayarkan (bukan hutang kredit rumah atau kendaraan), setelah itu barulah dikalikan 2,5 % sebagai zakatnya. Mengapa tidak dikurangi dulu untuk keperluan membayar listrik, membayar uang sekolah, uang belanja? Karena jika belum dikeluarkan zakatnya, maka uang hasil usaha itu masih “kotor”, maka apakah kita akan mau membayar listrik, uang sekolah dan uang belanja untuk makan sehari-hari dengan uang yang masih “kotor” itu? Justru salah satu tujuan zakat adalah kita ingin membersihkan dan mensucikannya sebelum kita mempergunakannya. Setelah bersih dan suci, insyaAlloh uang tersebut akan menjadi keberkahan bagi keluarga kita yang memakainya. Pada umumnya hasil usaha ia berbentuk uang. Di bawah ini terdapat penjelasan tambahan yang berkaitan dengan masalah harta (mal). Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda : “Barang siapa yang diberi harta (mal) oleh Alloh kemudian tidak dikeluarkan zakatnya, maka di hari kiamat akan diserupakan ular ganas / ular jantan aqro’ (yang putih kepalanya karena banyaknya racun pada kepala itu) yang menggertak dengan kedua taringnya dan dikalungkan di lehernya pada hari kiamat, kemudian menggigit dengan kedua taring mulutnya sambil berkata, “Aku hartamu, aku simpananmu!” Kemudian Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam membaca ayat :“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs. Ali Imron : 180). (HR. Bukhori no. 140 – As Sunnah : 06 / 1424).
Para ulama Hanafiah dan Malikiah berpendapat bahwa uang kertas wajib dizakati, karena kita bermu’ammalah dengannya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Thobroni dan terdapat dalam Kitab Al Ausath, dijelaskan : “Rosululloh Muhammad telah mewajibkan dalam masalah harta-harta kaum Muslimin, (yaitu) untuk setiap 40 dirham maka zakatnya adalah satu dirham.”
Bagaimana dengan hutang ?
As Saib Ibnu Yazid Rodliallohu ‘anhu, “Saya mendengar Utsman bin Affan Rodliallohu ‘anhu berkhutbah di atas mimbar, katanya, “Ini bulan kamu mengeluarkan zakat. Maka barangsiapa mempunyai hutang, hendaklah ia membayar hutangnya, hingga bersih hartanya itu dari hutang, lalu kamu membayar zakatnya.” (HR. Baihaqi – Hasbi Ash Shiddiqi, Pedoman Zakat hal. 195).
Wallohu A’lam bish Showwab
Senin, 07 Februari 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Entri yang Diunggulkan
MENJUAL AGAMA PADA PENGUASA DISIFATI ANJING DALAM AL QURAN
Pemimpin/Ulama adalah cermin dari umat atau rakyat yang dipimpinnya. Definisi Ulama (wikipedia) adalah pemuka agama atau pemimpin agama ...
Popular Post
-
TABIR MISTERI BUAH TERLARANG (KHULDI) KINI MULAI TERBUKA Baca Juga: Pasukan Panji Hitam akan datang Jika kita Bersatu Mari Kenali Ruh d...
-
Ada berapa banyak perusahaan milik Yahudi yang ada di Indonesia? mungkin anda adalah salah satu penggemar beratnya dan mungkin juga ta...
-
CIRI MAHLUK YANG MENGENAL DIRI Setiap manusia yang lahir ke dunia adalah mahluk pilihan, gak percaya? Didalam rahim seorang ibu, dar...
-
Sudah saatnya kita menyadari bagaimana cara kerja syetan meracuni pikiran kita, bagaimana mereka mengendalikan hidup kita. Dari yang tadiny...
-
Kisah islami teladan di malam hari menghadirkan sebuah kisah bertajuk surat dari iblis yang terkutuk untuk umat manusia. Entah surat ini ...
-
Tujuan akhir dari Para Pemuja Setan adalah untuk menguasai roh-roh jahat (menurut kami Jin jahat alias Setan-Pent.) yang menyamar dan berke...
-
Hidayatullahcom MUHASABAH secara sedehana bisa dipahami sama dengan intropeksi, yaitu seseorang bertanya kepada dirinya sendiri tentang per...
-
Keluarnya Bangsa Ya'juj-Ma'juj Artikel terkait: Keluarnya Ya'Juz dan Ma'Juz (1) Munculnya Dajjal (1) Kabut Asap/Dabbah sebel...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar