JAKARTA, KOMPAS.com — Harian Australia, The Age, Jumat (11/3/2011), memuat berita utama tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Laporan harian itu berdasarkan kawat-kawat diplomatik rahasia kedutaan besar Amerika Serikat di Jakarta yang bocor ke situs WikiLeaks.
Kawat-kawat diplomatik tersebut, yang diberikan WikiLeaks khusus untuk The Age, mengatakan, Yudhoyono secara pribadi telah campur tangan untuk memengaruhi jaksa dan hakim demi melindungi tokoh-tokoh politik korup dan menekan musuh-musuhnya serta menggunakan badan intelijen negara demi memata-matai saingan politik dan, setidaknya, seorang menteri senior dalam pemerintahannya sendiri.
Kawat-kawat itu juga merinci bagaimana mantan wakil presiden Jusuf Kalla pada Desember 2004 dilaporkan telah membayar jutaan dollar AS, sebagai uang suap, agar bisa memegang kendali atas Partai Golkar. Kawat-kawat itu juga mengungkapkan bahwa istri Presiden, Kristiani Herawati, dan keluarga dekatnya ingin memperkaya diri melalui koneksi politik mereka.
Laporan The Age itu muncul saat Wakil Presiden Boediono mengunjungi Canberra, hari ini, untuk berbicara dengan Wayne Swan yang bertindak sebagai Perdana Menteri Australia, dan berdiskusi dengan para pejabat negara itu tentang perubahan administratif untuk mereformasi birokrasi di Indonesia.
Laporan-laporan diplomatik AS tersebut mengatakan, segera setelah menjadi presiden pada tahun 2004, Yudhoyono mengintervensi kasus Taufik Kiemas, suami mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Yudhoyono dilaporkan telah meminta Hendarman Supandji, waktu itu Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus, menghentikan upaya penuntutan terhadap Taufik Kiemas untuk apa yang para diplomat AS gambarkan sebagai "korupsi selama masa jabatan istrinya".
Pada Desember 2004, kedutaan AS di Jakarta melaporkan bahwa salah satu informan politiknya yang paling berharga, yaitu penasihat senior Yudhoyono sendiri, TB Silalahi, sudah menyarankan Hendarman Supandji yang telah mengumpulkan "cukup bukti tentang korupsi Taufik Kiemas untuk menangkap Taufik".
Namun, Silalahi, salah seorang kepercayaan Yudhoyono di bidang politik, mengatakan kepada kedutaan AS bahwa Presiden "secara pribadi telah memerintahkan Hendarman untuk tidak melanjutkan kasus Taufik". Tidak ada proses hukum yang diajukan terhadap Taufik, seorang tokoh politik berpengaruh yang kini menjadi Ketua MPR.
Ulasan;
Jika memang seperti itu tuduhan yang disampaikan koran tersebut, maka agar tidak menjadi firnah dan mengaburkan inti persoalan, maka marilah kita bahas tema beribut ini. Apakah benar SBY memang sekutunya Amerika sehingga ia harus menghadapi fitnah ini untuk menaikkan citra dirinya, lagi? Sebuah sinopsis buku berjulul, SBY antek Yahudi-AS akan membantu anda memahami karakter sang pahlawan. Berikut Cuplikannya.
Keterangan Buku:
Judul buku: SBY Antek Yahudi-AS?; Suatu Kondisi Menuju Revolusi
Penerbit: Ummacom Press, Jakarta,
Sampul: hardcover
Tebal: 268 halaman
Harga: Rp. 70.000.-
Presensi : Jaka Setiawan/Suara Islam
Beberapa kutipan tulisan dalam buku setebal 268 halaman ini menggambarkan adanya indikasi SBY sebagai antek Yahudi-AS. Misalnya saja dalam Kabinet Indonesia Bersatu I, terdapat sosok seperti Sri Mulyani Indrawati, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)—kemudian menjadi Menteri Keuangan dan kini menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia termahal, karena menjadi direksi Bank Dunia. Kemudian ada Marie Elka Pangestu (Menteri Perdagangan), Andung Nitimiharja (Menteri Perindustrian), Jusuf Anwar (Menteri Keuangan), Purnomo Yusgiantoro (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) yang di mata Baswir, mereka tergolong penganut neolib yang gandrung terhadap ekonomi pasar. Mereka rata-rata pernah bekerja atau terlibat dalam lembaga-lembaga unilateral sponsor utama neoliberalisme, seperti IMF, Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Asia (ADB).
Sementara itu, Menteri Perindustrian M.S Hidayat (Mantan Ketua Umum Kadin) juga sempat berharap pengusaha Israel menginvestasikan dana di Indonesia tidak lagi melalui pihak ketiga, jika hubungan diplomatik Indonesia-Israel terjalin dan perdamaian Timur Tengah tercapai.
Pada halaman 59 buku ini, Eggi menuliskan "... seperti Soeharto dan SBY dianggap Amerika sebagai good boy, karena mudah didikte dan diatur, maka mereka berdua disebut sebagai budak imperialisme Amerika".
Buku SBY Antek Yahudi-AS? juga membongkar makar lima perusahaan tambang raksasa milik Yahudi AS yang beroperasi di Indonesia, yakni Freeport McMoran, Exxonmobile, Chevron, Conoco Philips, dan Newmont. Bahkan pada 2008, kebutuhan energi minyak pantai bagian barat wilayah Amerika Serikat dipasok langsung dari kilang Tangguh di Papua".
Dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan Eggi juga menggugat keberadaan Naval Medical Research Unit No. 2 (NAMRU 2) yang disinyalir menjadi sarang intelijen asing. Hal ini membuktikan sekali lagi betapa terangnya keberpihakan SBY kepada Yahudi AS. Atau hal ini menjadi indikasi nyata bahwa SBY memang bagian dari jaringan Yahudi AS itu.
Di bagian lain, Eggi juga menyatakan bahwa pemerintahan SBY terkenal pengecut terhadap tekanan Yahudi AS. Dia tidak berani untuk melakukan nasionalisasi perusahaan-prusahaan multi nasional (MNC) dan transnasional (TNC) milik Yahudi AS dan Inggris yang beroperasi di Indonesia. Pemerintahan SBY dinilainya serupa dengan pemerintahan Soeharto, tidak berani membersihkan pengaruh Yahudi AS di Indonesia. Bahkan untuk melakukan kontrak ulang untuk memberikan laba yang lebih besar kepada Indonesia tidak pernah dilakukan oleh SBY.
SBY malah lebih cenderung untuk menjaga dan melindungi kepentingan Yahudi AS di Indonesia. Kedekatan hubungan SBY dengan AS memang menimbulkan tanda tanya besar. Tampaknya hubungan dirinya dengan AS temasuk dalam hal ini Yahudi AS tidak hanya bersifat ekonomi politik, tetpi juga sudah berdimensi emosional.
Dalam buku tersebut juga dilampirkan dua buah foto lawas SBY sebagai komandan pasukan PBB di Bosnia Herzegovina bersama dengan Jendral Radko miladic (Serbia). Foto lainnya nampak SBY, Jendral Radko Miladic, dan Kompol. Timur Pradopo yang kini menjadi Kapolri. Foto-foto tersebut diambil antara tahun 1994-1995 ketika terjadi pembantaian 3000 kaum muslimin di Bosnia Herzegovina.
Pada masa pemerintahan SBY ini, cengkraman AS terhadap Indonesia semakin dalam dengan ditandatanganinya Comperhensive Partnership Agreement pada 17 September 2010 yang meliputi kerjasama politik dan kemanan, kerjasama ekonomi dan pembangunan, dan kerjasama dalam sosial-budaya, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan hal-hal teknologi. Kerjasama ini juga sudah diaplikasikan dalam bentuk pemberantasan jaringan terorisme Nurdin M. Top Cs yang berakhir banyak pujian bagi SBY karena sudah berhasil membebaskan aset Amerika dari gangguan peneror ini.
J.W Lotz menyatakan bahwa kaum Zionis Yahudi AS lebih menyukai kubu SBY-Boediono yang lebih liberal pemikirannya (berkiblat ke Amerika) dan banyak mengusung ikon Demokrasi (Kebebasan). Dalam pilpres 2009 dimenangkan kembali oleh SBY, artinya bahwa kekuatan lobi Yahudi AS tetap mempertahankan supremasi TNI AD di Indonesia dengan tujuan untuk mempertahankan kekuasaan konspirasi Barat di Indonesia. Kekuatan lobi Yahudi AS lebih suka bersekutu dengan petinggi TNI AD dibanding dengan tokoh-tokoh politik.
Jika sudah sedemikian loyalnya SBY pada Amerika, lalu mengapa jaringan kawat dunia seperti Wikileaks membeberkan semua keburukan SBY di hadapan publik Australia. Wikileaks memiliki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar