Hadits Nabi saw tentang kondisi manusia; "Kedua kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sehingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya, tentang masa mudanya, digunakan untuk apa, tentang hartanya, dari mana diperoleh dan kemana dihabiskan, dan tentang ilmunya, apa yang dilakukan dengan ilmunya itu." (HR. Tirmidzi).

Rabu, 18 Mei 2011

Perbedaan tempat Ritual Masjid dan Gereja

oleh Buya Hamka
Dalam Islam tidak ada susunan cara kegerejaan. Tidak ada Paus, lalu Kardinal, dan Uskup. Setiap Masjid berdiri sendiri dengan pengurusnya sendiri. Di negeri-negeri Islam yang telah mempunyai susunan pemerintahan modern saja diadakan Kementerian Agama atau Kementerian Wakaf, yang mengadakan tilikan dan pemiliharaan Masjid-masjid.

Menteri Agama atau Menteri Wakaf itu bisa saja exit (keluar) dari jabatan Menterinya kalau terjadi krisis Kabinet atau Presiden (kepala negara) mengadakan reshufle. Demikian juga petugas dalam masjid itu. Sejak dari Imam dan Khatibnya, tidaklah mereka itu "Penguasa Rohaniyah" tempat jama'ah mengakui dosa lalu memberi ampunan dengna perantara mereka, lalu mereka berhak memberi ampun. Bahkan setiap orang Islam, dibuka oleh Allah pintu but berhubungan langsung dengan Allah, memohon ampun meminta taubat.

Imam-iman dalam Masjid pun, siapa saja berhak menjadi imam asal lidahnya lebih fasih dan dia disegani. Imam Rawatib di tiap masjid, bukanlah kepala agama, melainkan orang-orang yang ditugaskan oleh jama'ahnya atau oleh penguasa setempat mendirikan jama'ah lima waktu, supaya jangan sampai kosong.

Seorang Ulama dalam Islam bukanlah sebagai seorang Pendeta dalam Gereja Katholik atau lainnya. Ulama Islam adalah orang biasa yang mempunyai "profesi" sendiri. Dia adalah seorang dari antara orang banyak bukan orang istimewa. Keseganan orang kepada mereka, hanyalah kalau Ulama itu memimpin dan membimbing mereka secara kerohanian. Dan tumbuhnya Ulama itu bukanlah karena diangkat atau diakui oleh suatu badan rohaniah atau satu masjid.

Setelah membandingkan diantara "Kekuasaan Rohaniyah" Pendeta-pendeta dan Hierarchie kepercayaan itu dengan keadaan masjid dalam Islam, teranglah bahwasanya "Pemisahan Negara Dengan Gereja" di Barat tidak dapat disandingkan untuk "Memisahkan Negara dari Masjid" atau yang selalu disebut-sebut di negeri kita ini sekarang, ialah "Memisahkan Negara dengan Agama". Menyamakan dua hal yang berbeda, adalah kena oleh pepatah : "Asing biduk, kalang di letak".

Dalam Qur'an tegas diwajibkan agar setiap urusan dijalankan menurut Syari'at. Termasuk politik, ekonomi, dan sosial. Kalau al-Qur'an menerangkan secara umum, As-Sunnah memberikan arti cara pelaksanaannya. Mana yang belum tegas menjelaskan :

"Dan tidaklah Kami mengutus seorang Rasul pun, melainkan supaya dita'ati dengan izin Allah". (QS : An-Nisaa' : 64)

Dalam keteladanan Rasul Shallahu alaihi was sallam, Allah berfirman :

"Apa yang dibawa oleh Rasul, hendaklah kamu ambil. Dan apa yang dia kamu daripadanya, hendaklah hentikan". (QS : al-Hasyr : 7)

Di ayat lainnya, Allah Ta'ala berfirman :

"Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan janganlah kamu batalkan amalan kamu". (QS : Muhammad : 33)

Kemudian Allah Ta'ala menambahkannya :

"Apakah tidak engkau lihat orang-orang yang mengaku (dengan mulut) bahwa mereka percaya kepada apa yang diturunkan kepada engkau dan apa yang diturunkan dari yang sebelum engkau. Mereka ingin meminta hukum kepad taghut, padahal mereka diperintah supaya tidak mempercayainya.DAn setan ingin sekali menyesatkan mereka. Sampai sesesat-sesatnya". (QS : An-Nisaa' : 60)

Mereka mengakui percaya hanya dengan mulut, dalam bahasa disebut : "Yaz'amuna! Mengaku dengan mulut percaya kepadaapa yang diturunkan kepada Nabi dan kepada yang diturunkan kepada Nabi-nabi yang terdahulu. Tetapi, ketika hendak meminta keputusan hukum, bukanlah mereka meminta kepada Allah, melainkan kepada taghut. Yaitu penguasa yang berlaku dan bertindak sewenang-wenang, sekehendak hati, hukum rimba. Padahal, seorang yang beriman wajib menentang segala macam pertaghutan di dunia ini. Dan bila sekali merek atelah mengikut taghut dan meninggalkan hukum Tuhank mereka aka sesat selama-lamanya.

Orang yang beriman sejati kepada Muhammad Shallahu alaihi was sallam tidaklah mungkin meninggalkan hukum yang diajarkan Muhamma, lalu menukarnya dengan yang lain. Tidaklah pantas mereka meminta hukum kepada taghut.

Kadang-kadang manusia telah menjual keyakinan dan agamanya kepada intrik-intrik dan ambisi penguasa, ambisi partai, sehingga hilang hakekat kebenaran. kadang-kadang dijalankan suatu peraturan yang terang melanggar ketentuan agama, tetapi terpaksa diterima juga, karena telah terlalu banyak berhutang budi kepad kaum Kapitalis.

Orang yang beriman di dorong oleh kekuatan imannya tidaklah akan ragu-ragu menolak peraturan dan hukum taghut itu. Tuhan telah memerintahkan kepada Mu'min supaya menolak dan menentang taghut! Bagaimana Mukmin akan tunduk kepada hukumnya? Kalau mereka tunduk kepada taghut, maka ayat ini telah menjelaskan bahwa imanya hanya dibibir saja. Demikian juga orang yang menerima hukum-hukum buatan manusia yang terang bertentangan dengan hukum Allah. Kalau mereka turuti peranturan demikian, mereka telah disesatkanoelh setan.

Iman tidaklah sempurna sebelum si Mu'min tunduh patuh dan ridha menerima hukum Allah.

"Maka tidaklah, demi Tuhan engkau - tidaklah mereka beriman, sebelum mereka mentahkimkan engkau pada perkara-perkara yang mereka perselisihkan diantara mereka, kemudian tidak mereka dapati dalam diri mereka sendiri keberatan menerima keputusan engkau, dan mereka menyerah, sebenar menyerah". (QS : An-Nisaa' : 65)

Tidak ada jalan lain bagi seorang Mu'min, melainkan hanya tunduk dan patuh setelah jatuh hukum dari al-Qur'an atau Sunnah. Karena imannya itulah yang mendorongnya mengatur langkah menurut tuntutan syara'.

"Hai orang-orang yang beriman! Taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan kepada pemegang kuasa diantara kamu. Maka jika berselisih kamu di dalam suatu perkara, kembalikanlah kepada Allah dan kepada Rasul, jika benar kamu beriman kepada Allah dan hari Akhirat".

Dalam ayat ini diberikanlah tuntutan tegas kepada seorang Mu'min. Taat kepada Allah dan taat kepada Rasul diperintahkan jelas. Tetapi, kepada Ulil Amri atau pemegang kekuasaan (penguasa) diantara kamu, tidak disebutkan mesti taat, sebeb dengan kekuasaannya itu dengan sendirinya ketaatan telah timbul.

Itulah asas yang paling pokok di dalam Islam, yang sangat berbeda dengan ajaran Gereja yang memberikan kewenangan dan ketaatan kepada Paus, Kardinal, dan Uskup. Wallahu'alam. eramuslim.com

1 komentar:

  1. Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu

    BalasHapus

Entri yang Diunggulkan

MENJUAL AGAMA PADA PENGUASA DISIFATI ANJING DALAM AL QURAN

Pemimpin/Ulama adalah cermin dari umat atau rakyat yang dipimpinnya. Definisi Ulama (wikipedia) adalah pemuka agama atau pemimpin agama ...

Popular Post