KNRP - Harian El-Hayah terbitan London menurunkan sebuah opini menarik terkait masalah konflik Palestina-Israel. Opini itu berjudul “Mungkinkah Terjadi Amerika Versus Israel?” Demikian seperti dirilis situs Palestine Information Center.
Opini yang ditulis Irfan Nizamuddin (kolumnis Arab) itu menganalisa pasca runtuhnya dominasi Partai Republik AS yang sangat mendukung garis keras Yahudi. Lalu, harapan perdamaian kembali mekar setelah Hussen Barack Obama yang berasal dari Partai Demokrat itu naik ke puncak kekuasan. Partai Demokrat yang dinilai tidak terlalu mesra dengan Israel garis itu dianggap harapan baru untuk perdamaian di Timir Tengah, khususnya konflik Palestina-Israel. Namun apa daya, iklim politik di Israel justru yang terjadi sebaliknya. Kini Partai Likud pimpinan Benyamin Netanyahu mengendalikan Tel Aviv. Partai itu dikenal sebagai partai ekstrim kanan.
Nah, pada titik inilah kemudian mencuat sebuah tesis: akankah Israel melawan Amerika (baca: Hussen Barack Obama)? Terlebih lagi pemerintahan Benyamin Netanyahu saangat didukung oleh kelompok ekstrim Yahudi berbahaya semisal Avigdor Lieberman (Menlu Israel).Lebih lanjut Nizamudin menilai Obama yang akan menemui kegagalan dan semakin lemah saat harus berhadapan dengan Netanyahu. Obama tampaknya akan menerima laporan buruk dari utusannya ke Timur Tengah, George Mitchell, yang telah melawat ke kawasan konflik untuk mengagas kembali konferensi perdamaian komprehensif tingkat kepala Negara, khususnya negara-negara Arab.
Menurut pengamatan Nizamudin, manuver-manuver Israel saat ini menunjukkan bahwa Tel Aviv sama sekali tidak akan menerima proposal yang ditawarkan Obama. Manuver-manuver negeri penjajah itu antara lain dapat dilihat sebagai berikut:
Pertama, seruan Israel untuk menggelar referendum untuk menarik diri dari dataran tinggi Golan di Suriah. Upaya itu ditengarai untuk memotong jalan dialog terkait masalah Golan. Pasalnya, dapat dipastikan Suriah akan menolak keras ide referendum itu dan Suriah menginginkan adanya pembebasan total Golan sampai ke perbatasan yang telah ditetapkan pada 4 Juni 1967.
Kedua, penolakan Israel terhadap pembekuan pemukiman di Tepi Barat. Demikian juga terhadap pembekuan di lahan-lahan caplokan lainnya. Israel kerap mengaitkan masalah pemukiman itu dengan kompensasi normalisasi hubungan dengan negara-negara Arab.
Ketiga, Israel sedang menaburkan sekam terhadap AS dengan mendeklarasikan program penghapusan 23 pusat pemukiman ilegal Israel yang dilanjutkan dengan pembebasan lahan-lahan itu. Hal itu tek pelak akan memicu protes keras Yahudi garis keras yang pada muaranya akan memberikan kesan bahwa Israel telah menepati janjinya, padahal Israel sedang mengalihkan sorotan dunia bahwa sebenarnya semua pemukiman caplokan Israel itu ilegal dan tidak ada satu pun yang legal.
Keempat, Israel tengah menghentikan proses penyatuan bangsa Palestina dan memulai proyek yahudisasi wilayah-wilayah Palestina dengan merubah nama-nama jalan dengan bahasa Ibrani. Hal itu ditempuh untuk merealisakan klaiman mereka bahwa Al-Quds sebagai Kota Yahudi.
Kelima, sebagai ganti dari wacana utama yaitu perdamaian yang komprehensif, Netanyahu telah melakukan manuver penyesatan publik melalui pengalihan wacana perdamaian komprehensif itu dengan meningkatkan ketegangan baru, yaitu dengan membangun pemukiman untuk Yauhdi-Yahudi para pencaplok di komplek Syaikh Jarrah di Al-Quds sebagai jerat untuk pemerintahan Obama.
Keenam, seruan agar orang-orang Yahudi membeli properti dan lahan di Yordania melalui orang –orang Yahudi Eropa. Itu merupakan isyarat untuk memunculkan konspirasi baru yaitu untuk menyiapkan negara alternatif bagi bangsa Palestina.
Ketujuh, Israel terus memperuncing situasi di perbatasan Libanon Selatan dan terus melanggar Resolusi PBB nomor 1701 serta semakin mempersulit posisi tentara UNIFIL lalu mengadukan Libanon ke DK PBB serta manarik Hizbullah ke ranah peperangan baru, itu semua akan semakin mengubur upaya-upaya perdamian komprehensif.
Kedelapan, Israel tengah menurunkan kapal-kapal perang dan kapal selam di Laut Arab untuk memperuncing situasi dengan Iran, yang akan melibatkan kedua negara tersebut dalam konflik senjata nuklir.
Maka, lanjut Nizamuddin, jika melihat manuver-manuver Israel itu dapat disimpulkan bahwa tugas Obama untuk menyelesaikan perdamaian dalam masalah konflik Israel-Palestina akan menemui kegagalan. Sementara Israel sendiri semakin masif melakukan proses yahudisasi dan terus menyudutkan bangsa Palestina. Namun sampai sekarang Obama belum mau mengatakan bahwa upaya jalan damai komprehensif itu belum tamat. Kini, kita harus menunggu laporan terbaru dari hasil lawatan yang akan direncanakan Menhan AS Robert Gates ke Timur Tengah. Setelah itu kita akan tahu, apakan Israel akan berhadap-hadapan melawan AS? Ataukah yang akan terjadi seperti biasanya, AS akan kembali takluk di depan Israel? Kita tunggu saja.(milyas/pi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar